BTemplates.com

Blogroll

Jumat, 22 November 2024

WIRO SABLENG EPISODE JABRIK SAKTI WANARA


https://matjenuhkhairil.blogspot.com

 “Tubuh bocah cilik tersebut bergetar keras akibat betotan 

tangan Ki Buyut Pocong Mayit dan Merak Jingga yang saling 

berebut menarik kedua tangannya. Kedua tokoh tersebut tidak 

mempedulikan keadaan sang bocah yang mengenaskan. 

mereka baru tersadar kala satu kekuatan dahsyat yang 

dibarengi auman harimau dikejauhan melempar keduanya 

masuk kedalam tegalan sawah! Mata kedua tokoh hitam ini 

terbeliak tak percaya kala melihat bocah yang diperebutkan 

tersebut nampak melayang diudara dengan sepasang mata 

tampak memutih menakutkan sementara di dada sang bocah 

yang kurus telanjang tampak bercahaya tiga guratan angka, 

angka dua satu dua! “astaga! Apa tidak salah mataku ini? Apa 

benar itu Wiro? Tapi kenapa…” seru Setan Ngompol sembari 

delikkan kedua mata kearah sosok bayangan yang berdiri 

mengambang di punggung bocah kurus berambut jabrik yang 

dipanggil dengan sebutan Jabrik Sakti Wanara itu, apa yang 

dilihat oleh Setan Ngompol juga dilihat oleh Mahesa Edan, 

Naga Kuning dan Panji Ateleng. Dibalik sosok melayang Jabrik 

Sakti Wanara berdiri mengambang satu sosok seorang kakek 

berbaju dan berdestar putih. Rambut dan janggutnya terlihat 

melambai berwarna putih keperakan sementara ditangan sang 

kakek tergenggam sebuah senjata yang amat ditakuti oleh 

para tokoh golongan hitam. Kapak Maut Naga Geni 212!”



SATU


Kucuran air dingin perlahan berjatuhan membasahi 

sepasang tangan renta milik Ki Tanu Mangir. 

“SubhanAllah…” ucap sang kakek kala merasakan kesegaran 

yang mengalir dari kucuran air dari bedeng bambu yang 

terletak di samping Surau. Suasana subuh yang hening dan 

senyap terasa demikian damai kala terdengar suara gemericik 

air yang berbunyi saat kakek penjaga Surau tersebut terlihat 

mengambil wudhu dan bersuci diri. Setelah selesai bersuci, Ki 

Tanu Mangir pun berjalan memasuki Surau dengan langkah 

ringan. Kala itu suasana Surau masih terlihat lengang, tidak 

terlihat seorang jamaahpun berada di dalam Surau. namun 

saat sang kakek memalingkan wajahnya ke salah satu sudut 

ruangan, dilihatnya seorang bocah tertidur pulas sembari 

meringkuk didalam kemulan sehelai kain sarung kumal. Sang 

kakek mengerutkan kening karena merasa tidak mengenali 

bocah yang sedang tertidur lelap ini. Ki Tanu Mangir 

kemudian memperhatikan si bocah lebih seksama, Yang 

menjadi perhatian pertama Ki Tanu Mangir adalah Rambut Si 

Bocah yang panjang dan berdiri kaku keatas serta sebagian


besar sudah berwarna putih. “anak ini masih kecil namun 

hampir seluruh rambutnya sudah memutih…” gumam Ki 

Tanu Mangir masih menatap rambut sang bocah yang 

nampak diikat secarik kain Lurik. Tubuh bocah kecil ini 

terlihat kurus dan ringkih, namun begitu tubuhnya terlihat 

bersih dan tidak berbau pertanda sang bocah pandai 

mengurus diri. Bocah cilik ini tidak memakai baju atasan 

sehingga tulang dada dan rusuknya terlihat dengan jelas. 

Satu-satunya pakaian yang dikenakan bocah ini selain kain 

sarung adalah sehelai celana pangsi sebatas lutut. “kasihan 

anak ini…”ucap Ki Tanu Mangir sembari mengusap rambut 

sang bocah. Kakek penjaga Surau ini kemudian beranjak 

bangkit untuk Melaksanakan Shalat Subuh. Setelah 

menyelesaikan panggilan Illahi, Sang Kakek kemudian 

berjalan mendekati si bocah yang masih tertidur pulas. 

“Bangun Nduk… Sudah Pagi…” ucap Ki Tanu sambil 

menepuk bahu si bocah. Bocah yang ditepuk bahunya 

kemudian terlihat membuka mata lalu perlahan bangkit 

duduk sembari mengusap-usap wajahnya. 

“Assalamualaikum, Kyai… maaf saya numpang tidur di Surau 

tanpa permisi dulu sama Kyai…” ucap bocah cilik ini sembari 

mencium tangan Ki Tanu Mangir. Sang Kakek terlihat 

tertegun melihat kesopanan dan tutur kata si bocah yang 

terdengar halus dan terpelajar. “Waalaikumsalam, anak 

baik… jangan panggil saya Kyai… saya hanya penjaga Surau 

Kecil ini saja. saya malu kalau dipanggil Kyai, saya ini belum


pernah naik Haji… panggil saja saya Ki Tanu Mangir…” ucap 

Ki Tanu Mangir sembari menatap bocah dihadapannya 

dengan seksama. “Namamu siapa Nduk? Aki rasanya belum 

pernah melihat wajahmu di daerah ini…” Tanya sang kakek. 

“Saya memang bukan orang asli sini Ki, Nama saya Sakti 

Wanara, tapi banyak orang sering memanggil saya dengan 

panggilan Jabrik atau Uban…” ucap sang bocah lugu sembari 

mengusap-usap rambutnya yang berdiri kaku tegak. “saya 

tidak punya tempat tinggal Ki, saya hanya singgah sebentar 

karena lelah semalaman berjalan. Saat saya melihat surau ini 

saya langsung memutuskan untuk beristirahat sebentar…” 

ucap si bocah sembari terpekur menatap lantai surau. “aki 

tidak marah kan?”ucap si bocah perlahan. Ki Tanu Mangir 

tertawa lepas mendengar pertanyaan si bocah cilik. “Semua 

orang itu diterima di rumah Allah Nduk, selama beritikad 

baik dan memiliki hati yang suci bersih…” ucap sang kakek 

sembari mengusap kepala bocah yang bernama Sakti Wanara 

ini. “kau sudah makan Nduk?” lanjut sang kakek. Bocah cilik 

ini tidak menjawab pertanyaan si kakek melainkan 

memandang berkeliling. “belum ada yang datang Shalat Ki?” 

ucap si bocah tanpa disangka oleh Ki Tanu Mangir. Wajah si 

kakek terlihat berubah sedih. “belum cah bagus, orang-orang 

di desa sekitar nampaknya mulai enggan pergi ke surau… “ 

ucap Ki Tanu Mangir sembari menghela nafas berat. Tiba-tiba 

si bocah jabrik bangkit berdiri lalu kembali mencium tangan 

ki tanu mangir “saya permisi ambil wudhu dulu Ki…”ucap si


bocah sambil berlari menuju keluar Surau. Ki Tanu Mangir 

yang melihat tingkah laku si bocah hanya bisa mengelengkan 

kepala. “dasar anak-anak…”batin sang kakek sembari 

berjalan kearah rak buku di sudut Surau. Beberapa saat 

kemudian mulai terdengar bunyi gemerisik air mengalir dari 

tempat wudhu di samping surau. Ki Tanu Mangir baru mulai 

hendak membaca Kitab Kuning saat tiba-tiba telinga tuanya 

mendengar alunan suara yang membuatnya terhenyak. 

“Astaghfirullah… apakah tidak salah pendengaranku ini…?” 

ucap Ki Tanu Mangir seraya beranjak bangkit dan berjalan 

mendekati pintu Surau. Disana tepat di depan jalan turunan 

yang mengarah ke perkampungan dilihatnya bocah tak 

berbaju yang tadi tertidur di dalam Surau nampak berdiri 

menengadah dengan kedua tangan di telinga sembari 

mengumandangkan suara Adzan! “SubhanAllah…! Maha 

Besar Allah…!” seru sang kakek takjub! Air mata sang kakek 

mulai terlihat menitik disudut matanya Apalagi kala 

dilihatnya beberapa orang mulai nampak di berjalan diujung 

jalan menuju keatas bukit tempat Surau kecil itu berdiri. 

Memang sudah sejak lama Kalam Penyejuk Kalbu tersebut 

tak terdengar di Surau Kecil tersebut semenjak penyakit 

paru-paru menyerang dan mengerogoti tubuh renta Ki Tanu 

Mangir. Sementara itu bocah bernama Jabrik Sakti Wanara 

tersebut setelah selesai mengumandangkan adzan langsung 

berjalan kedalam masjid dengan tidak lupa kembali mencium 

tangan sang kakek. “saya mau Shalat dulu ya Ki… tapi maaf


saya tidak punya pakaian… apa kira-kira Allah bakalan 

Marah ya Ki…?” ucap si bocah dengan polos. Sang Kakek 

langsung memeluk si bocah erat. “tidak Nduk… Allah tidak 

akan marah… Allah tidak pernah memandang rupa maupun 

apa yang disandang manusia, Allah hanya memandang 

keikhlasan hati dan amal ibadat kita…” ucap Ki Tanu Mangir 

sembari mengusap airmatanya. “Shalatlah dulu dan jangan 

kemana-mana setelah itu, Aki akan carikan baju untukmu di 

pasar…” ucap sang kakek seraya melepaskan pelukannya. 

“benaran ya Ki? Janji ya?” ucap sang bocah riang. Ki Tanu 

Mangir terlihat mengangguk dan tersenyum sembari 

membelai rambut jabrik sang bocah. Sang bocah pun 

kemudian terlihat mulai melakukan Shalat Subuh diikuti 

pandangan takzim Sang Kakek. “Sungguh besar kuasa 

Allah… anak sekecil ini sudah bisa menunjukan akidah yang 

lebih dari pada orang dewasa… sikap ruku dan bacaannya 

juga benar-benar sempurna… apakah memang Gusti Allah 

yang mengantarkan sepasang kaki mungilnya ke mari? 

SubhanAllah…” ucap Ki Tanu Mangir tak henti-hentinya 

memuji kebesaran Yang Maha Kuasa. Sementara itu beberapa 

orang pun mulai terlihat berdatangan untuk menunaikan 

kewajiban mereka yang seakan mulai terlupakan sampai 

bergaungnya kembali suara adzan yang keluar dari bibir 

mungil bocah kecil bernama Jabrik Sakti Wanara! 

* * *


DUA


Sudah terlalu lama kita meninggalkan dua orang konyol 

sahabat pendekar kita yaitu Setan Ngompol dan Naga 

Kuning. Dalam episode Si Pengumpul Bangkai diceritakan 

mengenai pertemuan Setan Ngompol dan Naga Kuning 

dengan Dewi Dua Musim. dalam pertemuan singkat tersebut 

Dewi Dua Musim dan Setan Ngompol serta Naga Kuning 

berjanji untuk bertemu pada sore harinya di hilir sebelah 

barat Kaliprogo. Pada saat yang hampir bersamaan pula, 

Kedua orang ini juga bertemu dan berkenalan dengan Mahesa 

Edan Si Pendekar Dari Liang Kubur dan bersama-sama 

dengan pendekar yang selalu menghisap rokok ini, mereka 

berhasil menyelamatkan seorang pemuda yang dikejar-kejar 

oleh beberapa orang prajurit dan seorang tokoh sakti. tokoh 

sakti yang dipanggil dengan sebutan Pangeran Banowo 

tersebut terus menyerang dengan serangan bertubi-tubi 

hingga membuat sang pemuda malang tersebut jatuh hanyut 

di tengah Kaliprogo dan akhirnya ditolong oleh Setan 

Ngompol. Setan Ngompol sendiri setelah berhasil 

menenangkan nafasnya yang memburu, perlahan nampak 

mengusap mukanya yang pucat pasi. Saat sang kakek


memandang ke tepian sungai, dirinya menghembuskan nafas 

lega karena melihat rombongan prajurit yang dipimpin oleh 

lelaki yang menghujaninya dengan pukulan sakti tersebut 

sudah tidak menampakkan diri. Sementara itu terlihat Naga 

Kuning sedang berlutut di tepi sungai sembari mengurut 

dada Pemuda yang diselamatkan oleh Setan Ngompol 

tersebut. “Bagaimana Keadaannya Ning…?” seru setan 

ngompol. “dia sudah tidak apa-apa kek…! Hanya kebanyakan 

minum air…” ujar si bocah sembari berusaha mendudukan 

pemuda yang bukan lain adalah Panji Ateleng ini. Sementara 

itu Mahesa Edang sembari mengisap Rokok Kawungnya 

menatap tajam kearah Panji Ateleng. “siapa namamu 

Kisanak…? Mengapa orang-orang kerajaan mengejarmu 

sedemikian rupa? Panji Ateleng mengusap wajahnya yang 

basah kuyup dengan kedua tangannya sebelum membalas 

pertanyaan Mahesa Edan. “Terima kasih sebelumnya atas 

pertolongan kalian, kalau kalian tidak menolongku dari kali 

tersebut aku pasti sudah hanyut terbawa arus air…” naga 

kuning yang berada paling dekat dengan Panji Ateleng 

kemudian menyahut “ berterima kasihlah pada kakek bau 

pesing di sebelah sana itu! Dia yang tadi mati-matian 

menarikmu keluar dari dalam kali!” Panji Ateleng palingkan 

wajah kearah Setan Ngompol lalu memegang tangan si kakek 

erat “Kek budi pertolonganmu sungguh tak dapat kubalas… 

tak dapat kubayangkan apa yang akan terjadi jika kau tadi 

tidak menarikku keluar dari dalam air…” setan ngompol yang


tangannya di genggam tersenyum malu. “sudahlah anak 

muda.. saling tolong menolong di dunia itu sudah jamak 

lumrah! Jadi jangan berterima kasih padaku, Berterima 

kasihlah pada Gusti Allah, …” sementara itu Mahesa Edan 

nampak kembali menghisap rokoknya dan kali ini 

dihembuskan kearah Naga Kuning yang sontak mengomel 

panjang-pendek. “kau belum menjawab pertanyaanku 

Kisanak, Siapa namamu dan mengapa orang-orang kerajaan 

tadi mengejar dan ingin menghabisimu?” Panji Ateleng 

menarik nafas berat lalu memandang kearah Mahesa Edan 

“maafkan ketidak sopananku kisanak, Namaku adalah Panji 

Ateleng, aku berasal dari satu desa kecil di timur Kuto gede. 

Orang yang menyerangku tadi adalah Pangeran Banowo, 

orang yang tidak lain dan tidak bukan adalah kakak iparku 

sendiri…” Naga Kuning dan Setan Ngompol saling 

berpandangan manakala mendengar penuturan Panji Ateleng. 

“waladalah…!! Bagaimana ceritanya sampai ada kakak ipar 

yang mau menghabisi nyawa adik iparnya sendiri?” ucap si 

kakek sambil pelototkan m,ata jerengnya kearah Panji 

Ateleng. Panji ateleng yang ditatap sedemikian rupa hanya 

bisa menghela nafas berat. “ceritanya panjang kek, tapi yang 

jelas pangeran itu sudah bukan lagi kakak iparku. Pangeran 

keparat itu sudah membunuh kakakku… cemani kakakku 

satu-satunya…” desis Panji Ateleng dengan rahang 

menggembung pertanda menahan amarah. Mahesa Edan 

yang sedari tadi nampak berdiam diri sembari menghisap


rokok kawungnya nampak berjalan mendekat kearah Panji 

Ateleng dan menepuk pundak si pemuda perlahan. 

“tenangkan hatimu sahabat, kami semua yang ada disini 

punya banyak waktu untuk mendengar ceritamu. Mungkin 

dengan mendengar ceritamu kami yang ada disini dapat 

memberikan bantuan atau setidaknya memikirkan 

pemecahan bagi masalahmu itu…” ucap Mahesa Edan 

sembari kembali menghembuskan asap rokoknya kearah 

Naga Kuning yang kembali langsung dibalas dengan umpatan 

oleh sang bocah! “Pemecahan sontoloyo...! kalau ngerokok 

kira-kira dong! Asapnya jangan disemburin ke saya melulu! 

Tuh semburin ke kakek Setan Ngompol biar baunya 

komplit…!” sembur si bocah sembari mengebut-ngebutkan 

asap rokok kawung yang memenuhi wajahnya. Panji ateleng 

yang melihat tingkah si bocah mau tak mau akhirnya 

tersenyum geli. Sang pemuda kemudian terlihat berdiri 

perlahan lalu sesaat kemudian Panji Ateleng nampak 

memejamkan mata dan menahan nafasnya. “Alhamdulilah, 

akhirnya terlepas juga…” ucap sang pemuda seraya 

membuka kedua matanya dan menghembuskan nafas 

panjang. Lalu secara tiba-tiba pemuda murid eyang toh bagus 

kamandipa ini terlihat menggetarkan seluruh tubuhnya 

dengan keras! Terdengar bunyi berkerotokan dari seluruh 

ruas tulang di tubuh pemuda ini! Tidak hanya sampai disitu 

kehebatan yang ditunjukan oleh Panji Ateleng, bersamaan 

dengan terdengarnya bunyi ruas tulang si pemuda bersamaan


itu pula basahan air dan Lumpur yang mengotori tubuhnya 

mengering dan sirna! “wah luar biasa! Kau ternyata orang 

hebat kak! Tolong ajari aku ilmu mengeringkan badan seperti 

itu kak… ya kak ya…?” Rengek Naga Kuning sembari 

menguncang-guncangkan tangan Panji Ateleng. Setan 

Ngompol yang melihat ini terlihat mencibirkan bibirnya. 

“walaaah…! Kalo itu mah ilmu kacangan ning! Aku juga kalo 

Cuma yang seperti itu mah kecil…” ucap si Kakek seraya 

menjentikkan jari kelingkingnya. Naga Kuning dan Mahesa 

Edan yang tahu gelagat buruk berusaha untuk mencegah 

tindakan si kakek. Namun Mereka terlambat! Si kakek sudah 

keburu menggetarkan badan seperti yang dilakukan oleh 

Panji Ateleng! Alhasil muncratan basahan air kali ditambah 

air kencing si kakek yang menempel di tubuhnya akhirnya 

bertebaran kemana-mana! Ini masih ditambah lagi dengan 

berhamburannya robekan dedaunan yang menutupi aurat 

terlarang si kakek! si kakek rupanya lupa kalau dia saat itu 

hanya mengenakan dedaunan seadanya untuk menutup 

bagian bawah tubuhnya! Akhirnya bukan hanya tubuh si 

kakek yang bergetar, perabotan milik si kakek turut bergetar 

gundal-gandil kemana-mana! Caci maki dan sumpah serapah 

terdengar keluar dari mulut naga kuning dan Mahesa Edan 

yang kecipratan air kencing si kakek. Sementara Panji Ateleng 

yang juga turut kecipratan hanya mengerutkan kening untuk 

kemudian akhirnya terlihat tertawa terpingkal-pingkal! Setan 

Ngompol yang baru tersadar akan keadaannya buru-buru


mendekap bagian bawah tubuhnya dan meloncat kedalam 

kali. Naga Kuning yang masih jengkel dengan perbuatan si 

kakek langsung menimpuk kepala botak si kakek yang 

menyembul di permukaan kali dengan bungkus sisa nasi 

timbel! Semua hal ini tentu saja tidak lepas dari amatan Panji 

Ateleng yang tidak henti-hentinya tertawa melihat Tingkah 

kedua sahabat pendekar dua satu dua ini. Akhirnya Setelah 

beberapa saat berlalu nampak Panji Ateleng duduk diatas 

sebuah batu kali dikelilingi oleh Mahesa Edan, Naga Kuning 

dan Setan Ngompol yang kali ini sudah mengenakan pakaian 

dan celananya yang sebelumnya dijemur di pinggir kali. Panji 

ateleng nampak menjura hormat kearah ketiga orang yang 

duduk di sekelilingnya. “sungguh aku benar-benar merasa 

terhormat bisa berkenalan dengan kalian bertiga, khususnya 

anda saudara Mahesa, Sudah semenjak lama aku mendengar 

kebesaran nama Pendekar Dari Liang Kubur dari Pegunungan 

Iyang. Tak disangka hari ini bisa berjumpa disini, Sungguh 

ini benar-benar merupakan satu kehormatan bagi ku.” 

Mahesa Edan yang mulutnya tak henti-hentinya menghisap 

rokok terlihat terkekeh geli “segala nama kosong apalah 

artinya? Cuma jadi isapan jempol jika tidak dibarengi dengan 

akhlak dan perbuatan yang baik. Saya ini siapa? Belum 

pantas dikasih kehormatan segala, kalau dikasih rokok klobot 

saya sih akur saja!” ucap si pendekar sembari mengebulkan 

asapnya tinggi-tinggi keudara, “ada baiknya jika kau 

ceritakan saja kenapa sampai Pangeran yang kau sebut tadi


sampai tega membunuh istrinya sendiri dan hendak 

mencelakakan dirimu..” sambung sang pendekar. Panji 

Ateleng menatap langit sejenak sebelum mulai berucap. 

“seperti yang kubilang tadi, namaku adalah Panji Ateleng. 

Saat masih kecil aku bersama kakakku yang bernama cemani 

terpisah dengan adik dan kedua orang tuaku saat terjadi 

banjir bandang di desa kami. Aku dan kakakku kemudian di 

tolong oleh Guru yakni Eyang Toh Bagus Kamandipa dan 

diangkat sebagai murid serta bersama-sama guru menetap di 

pantai selatan. Waktu berlalu begitu cepat, dan akhirnya 

tanpa terasa delapan tahun sudah aku dan kakak menimba 

ilmu di tempat tetirahan guru di pantai selatan. kakakku 

cemani yang kala itu genap berumur delapan belas tahun 

akhirnya di beri ijin oleh guru untuk turun ke dunia luas 

untuk memperdalam pengetahuan dan pengalaman sekaligus 

mencari kabar mengenai jejak adik dan orang tua kami yang 

terseret arus banjir delapan tahun yang lalu. Tanpa terasa 

Waktu kembali berputar, Suatu hari setelah mengembara 

selama dua tahun lamanya kak Cemani akhirnya pulang 

kembali ke tetirahan guru bersama seorang pria dan diiringi 

oleh sepasukan prajurit kerajaan. Pria tersebut kemudian 

diketahui sebagai utusan dari Pangeran Banowo yang masih 

bertalian darah dengan baginda raja. Kedatangan utusan 

pangeran tersebut kemudian diketahui bertujuan untuk 

menghantar lamaran kepada Guru atas diri Kak Cemani. 

Kami saat itu benar-benar gembira dan bahagia apalagi saat


tiga hari kemudian sang pangeran sendiri datang secara 

pribadi untuk meminta restu memboyong kak cemani ke 

tempat kediaman sang Pangeran di Magelang. Hari itu juga 

kemudian dilaksanakan acara akad nikah yang 

dilangsungkan secara sederhana di tempat kediaman kami di 

Pantai selatan. Keesokan harinya dengan alasan banyak 

tugas dan pekerjaan yang harus diselesaikan Pangeran 

Banowo langsung memboyong Kak cemani ke tempat 

kediamannya di magelang..” Panji ateleng sesaat 

menghentikan ceritanya dengan pandangan mata 

menerawang. Sementara itu sembari mendengarkan cerita 

Panji ateleng, Mahesa Edan nampak sibuk menggulung daun 

jagung kering berisi tembakau dan batang cengkeh untuk 

kemudian disulutnya dan dihisap dalam dalam sebelum 

kembali asyik mendengarkan penuturan Lanjutan Panji 

Ateleng. “beberapa bulan sejak peristiwa perkawinan antara 

Kak cemani dan pangeran banowo aku dan guru beberapa 

kali datang menjenguk kediaman sang pangeran di magelang. 

Kami pada saat itu mendapat sambutan yang cukup baik oleh 

sang pangeran dan kak cemani walaupun pada saat itu kami 

melihat ada sesuatu yang tidak wajar pada raut muka 

kakakku tersebut. Aku pernah menanyakan perihal tersebut 

kepada Guru namun guru hanya tertawa dan mengatakan 

bahwa hal itu kemungkinan besar karena Kakakku cemani 

saat itu mungkin sedang mengandung sehingga terlihat 

pucat. Aku saat itu pun berpikiran sama dan tidak pernah


lagi memikirkannya. Namun dua bulan setelah kedatangan 

kami yang terakhir, kami mendapatkan berita yang 

mengejutkan yang dibawa oleh seorang Prajurit utusan 

Pangeran Banowo…” Panji ateleng kembali terdiam untuk 

beberapa saat. “prajurit itu menyampaikan kabar bahwa kak 

Cemani meninggal akibat sakit keras… aku dan guru benar-

benar terkejut dengan berita itu. Namun yang paling terpukul 

adalah guru. Beliau sampai menderita sakit dan terpaksa 

harus beristirahat di pembaringan. Aku pun kemudian diutus 

guru untuk menemui Pangeran Banowo di tempat 

kediamannya. Walaupun berat karena harus meninggalkan 

guru yang sedang sakit, namum aku pun kemudian pergi 

juga untuk menemui pangeran banowo di magelang namun 

alih-alih mendapat penjelasan mengenai perihal kematian kak 

cemani, pangeran keparat tersebut tiba-tiba dengan secara 

pengecutnya menangkap diriku dan menjebloskan diriku 

kedalam penjara…” ucap panji ateleng dengan suara bergetar 

sebelum kemudian kembali melanjutkan ceritanya. “pada 

saat diriku berada dalam penjara itulah baru aku mengetahui 

bahwa kakakku bukanlah meninggal akibat sakit keras 

melainkan dibunuh oleh pangeran keparat tersebut… 

Laknat…!” seru sang pemuda dengan tidak dapat 

mengendalikan amarahnya. “maafkan aku memotong 

penjelasanmu sobat, tapi apa tujuan sebenarnya dari 

pangeran tersebut dengan membunuh kakak perempuanmu 

dan menjebloskanmu ke dalam penjara?” Potong Mahesa


Edan sembari menatap tajam kearah murid eyang toh bagus 

kamandipa ini. “tujuan pangeran keparat tersebut mendekati 

dan menikahi kak cemani rupanya hanya untuk 

mendapatkan sepasang mutiara merah yang tertanam dalam 

tubuh kami berdua…” mendengar apa yang diucapkan panji 

ateleng, naga kuning dan setan ngompol serta mahesa edan 

nampak saling berpandangan. “apa yang kau maksud dengan 

mutiara merah kak? Dan apa khasiat mutiara tersebut 

sehingga pangeran itu sampai begitu tega membunuh istrinya 

sendiri?” kali ini naga kuning yang mengajukan pertanyaan. 

Panji ateleng nampak menggelengkan kepala sembari 

menghembuskan nafas berat. “aku juga tidak tahu apa 

kegunaan sepasang mutiara merah tersebut. Guruku eyang 

toh bagus kamandipa yang menanamnya kedalam tubuh 

kami masing-masing saat kami berdua masih kecil…” ucap si 

pemuda “lalu bagaimana kau bisa tahu kalau sepasang 

mutiara itulah yang menjadi pangkal musabab malapetaka 

yang menimpa kalian berdua kakak beradik?” Tanya setan 

ngompol sembari memperbaiki letak duduknya. “selama 

dalam penjara tersebut pangeran gila dengan dua orang anak 

buahnya yakni Lor randuwali dan Seno Kalimurti itu tidak 

henti-hentinya menyiksa diriku baik secara halus maupun 

dengan cara kasar agar aku mau menyerahkan mutiara 

merah yang kumiliki kepadanya. Dari situlah aku mengetahui 

bahwa mustika milik kak cemani pasti telah jatuh ke 

tangannya… dari bibir mereka berdua juga aku mengetahui


bahwa nyawa kakakku cemani dihabisi oleh dua keparat 

tersebut atas perintah Pangeran Banowo…” tutup sang 

pemuda. “lalu bagaimana dengan mustikamu sendiri kak? 

Masih adakan? Tidak kau serahkan kepada pangeran itu 

kan?” Tanya naga kuning. Panji ateleng nampak tersenyum 

sembari menggeleng kepalanya pelan. “mutiara itu sudah 

kuberikan kepada orang lain adik kecil…” setan ngompol yang 

mendengar apa yang dikatakan oleh panji ateleng sampai 

terlonjak kaget dan menepuk kedua pahanya. ‘walah…! Kamu 

kasih mutiara itu ke orang lain? Kamu sudah gila ? barang 

yang jadi penyebab meninggalnya kakak perempuanmu itu 

kau beri begitu saja kepada orang lain? Alamak! Pasti orang 

itu gadis cantik..!!! iya toh…? Kalau tidak aku tidak percaya 

kau mau memberikannya begitu saja…” Panji Ateleng nampak 

menundukkan kepalanya dan memandang kearah air yang 

mengalir di hadapannya. 

* * *


TIGA


Betapapun kerasnya Panji Ateleng mencoba untuk 

bertahan untuk tidak tersenyum namun akhirnya sang 

pemuda tersenyum juga. “kau benar kek, orang yang 

kuberikan mutiara merah itu memang seorang gadis cantik, 

tapi…” belum sempat panji ateleng meneruskan ucapannya 

Sang Kakekkembali memotong ucapannya. “nah… kan? 

Betulkan apa yang ku bilang…? Kalau begini, ceritanya jadi 

lain lagi….betul tidak ning..?” ucap si kakek sembari terkekeh 

sementara Naga Kuning nampak mengiyakan apa yang 

diucapkan oleh Sang Kakek. “semuanya tidak seperti yang 

kau bayangkan kek…! Aku memberikan mutiara itu kepada 

Gadis itu karena dia membebaskanku saat seluruh Tubuhku 

dipantek oleh seorang Warok dari Hutan Roban yang ternyata 

adalah saudara seperguruan Pangeran Banowo…” mahesa 

edan yang sebelumnya nampak hanya diam mendengarkan 

tiba-tiba memotong ucapan Panji ateleng. “apakah yang kau 

maksud dengan warok hutan roban itu adalah seorang pria 

tinggi besar bersenjatakan paku dan martil besar dan 

menyebut dirinya dengan panggilan Suro Gledek…?” Panji 

Ateleng nampak terhenyak dan memandang kearah Mahesa


Edan. “Apakah kerabat Mahesa mengenal manusia sesat 

itu…?” Tanya Panji Ateleng, namun mahesa nampak 

menggeleng lemah. “sejujurnya aku tidak begitu mengenal 

atau pernah bertemu muka dengan manusia bernama Suro 

Gledek itu, namun aku sangat mengenal dan punya urusan 

yang cukup runyam dengan gurunya Si Jenazah Kubur Batu 

Watu Selirang, Ki Buyut Pocong Mayit…” Panji Ateleng 

Nampak terhenyak mendengar penuturan Mahesa Edan 

“astaga…! Apakah yang kau maksud dengan ki buyut pocong 

mayit itu adalah kakek bungkuk berpakaian layaknya pocong 

dengan kalung tiga buah pocongan kecil dilehernya itu sobat 

Mahesa…?” Mahesa Edan nampak mengangguk mengiyakan. 

“Orang itu adalah Guru Pangeran Banowo…! Dia adalah 

orang yang mengunci ilmu dan tenaga dalamku dengan ilmu 

tatapannya yang aneh sehingga aku terpaksa harus lari dan 

dikejar-kejar Pangeran Banowo hingga sampai ke kali ini…! 

kakek aneh itu Pula yang kemudian kuketahui belakangan 

secara mati-matian berusaha untuk mendapatkan sepasang 

mutiara merah pemberian guru…” tutup Panji Ateleng sambil 

menatap kearah Pendekar dari liang kubur ini. mahesa edan 

nampak kembali menyalakan api pada rokoknya. “kakek itu 

adalah seorang yang amat berbahaya…! Aku ditugaskan oleh 

guruku untuk mengambil kembali suatu barang milik guru 

yang pernah dicuri oleh makhluk celaka tersebut namun aku 

tidak pernah mendengar kabarnya lagi setelah peristiwa 

pencurian itu sampai pada hari ini…” ucap si pemuda.


“apakah barang yang kau maksud adalah milik gurumu si 

Kunti Kendil…?’ Tanya Setan Ngompol. Mahesa edan sembari 

mengebulkan asap rokoknya kembali nampak menggeleng. 

“bukan, barang yang dicuri oleh Kakek setan itu adalah milik 

guruku yang satunya, Suko Ingil…” setan ngompol kembali 

terlonjak kaget. “apa yang kau maksud gurumu yang satunya 

itu Suko Ingil, Si Pendekar Muka Tengkorak…?” kini gantian 

Mahesa yang memandang heran kearah Setan Ngompol. “kau 

juga mengenal guruku yang itu kek?” Setan Ngompol baru 

hendak berucap membalas pertanyaan Mahesa Edan 

manakala mendadak dari seberang sungai nampak berkelebat 

puluhan bayangan hitam yang secara ganas menyambar 

kearah mereka! “Paku Kayu iblis Jati Roban…! Awas…! 

Semua menghindar…!” teriak Panji Ateleng kala melihat jelas 

wujud puluhan bayangan yang menderu deras kearah mereka 

berempat! Keempat orang yang duduk diatas batu masing-

masing bergerak secepat kilat begitu menyadari adanya 

bahaya yang datang. Satu gerakan yang amat indah 

ditunjukan oleh Sang Pendekar dari liang kubur manakala 

menghadapi ratusan pasak kayu yang turun dari langit. 

Dengan menggunakan jurus silat Diatas Kubur Badai 

Mengamuk sang pendekar terlihat dengan begitu lincahnya 

mengelak serangan pasak yang datang bertubi-tubi. Sembari 

bergerak kesana-kemari memainkan jurus silat hebat 

pemberian eyang kunti kendil ini, kedua tangan mahesa juga 

tidak hanya diam terpaku, tangan kanan sang pendekar yang


memegang senjata andalannya yaitu papan nisan kayu hitam 

ini nampak mengebutkan papan sakti tersebut berulang kali 

hingga menimbulkan hembusan angin serangan yang 

menggebubu laksana badai! Sementara tangan kiri sang 

pendekar nampak berulangkali mengeluarkan pukulan sakti 

andalannya yakni Api Geledek Menggusur Makam dan 

Pukulan Makam Sakti Meletus! Apa yang dilakukan oleh murid 

pendekar muka tengkorak ini benar-benar mengagumkan! 

Angin serangan yang keluar dari papan nisan kayu hitam dan 

jalur-jalur pukulan sakti yang dilepaskannya ini terbukti 

mampu meluluhlantakkan puluhan pasak kayu yang datang 

bagaikan hujan tercurah! Sementara itu Panji ateleng dan 

Naga Kuning juga nampak sedang sibuk mengeluarkan 

pukulan sakti masing-masing untuk menghadapi hujan 

serangan pasak kayu. Hanya setan ngompol yang nampak 

adem ayem duduk mendekam di balik sebuah batu besar. 

Memang saat terjadi hujan serangan kebetulan tempat duduk 

si kakek tepat berada dekat sebuah batu besar yang memiliki 

cerukan cukup dalam sehingga sang kakek tinggal melompat 

kedalam cerukan tersebut kala Panji ateleng berteriak keras. 

namun si kakek tidak bisa lama-lama bersembunyi, satu 

hempasan angin keras dibarengi lesatan cahaya merah 

memaksa sang kakek pontang-panting keluar dari 

persembunyiannya. Dengan nafas terengah-engah setan 

ngompol berpaling kearah batu besar tempat dimana semula 

dirinya bersembunyi. Sang kakek langsung menenggak


ludahnya manakala melihat batu besar tersebut nampak 

sudah hancur berkeping-keping! “bukan main…! Kalau saja 

aku lebih lama mendekam di balik batu itu bukan mustahil 

aku juga bakalan bernasib sama seperti batu itu…” desis 

setan ngompol sembari menyeka keringat didahinya. Sang 

kakek kemudian memalingkan wajahnya kearah depan dan 

melihat dihadapannya telah berdiri seorang pemuda berbaju 

dan berdestar hitam berdiri dengan angkuhnya sembari 

berpangku tangan. “cepat Juga kau kek…” desis sang 

Pemuda dengan senyum pongah. “anak muda…! Siapa kau 

sebenarnya? Aku merasa tidak memiliki silang sengketa 

dengan dirimu hingga kau menyerangku sedemikian rupa…?” 

ucap si kakek sembari mengerutkan kening. Naga kuning 

setelah berhasil menyampok jatuh serangan paku yang 

menyerang dirinya kemudian terlihat melompat kearah Setan 

Ngompol. “kau kenal pemuda berdestar hitam itu kek? 

Serangannya sangat mematikan…! Kau pernah apakan dia 

kek sampai nampaknya dia begitu mendendamnya pada 

dirimu…?” Tanya naga kuning. Setan ngompol nampak 

berpikir serius. “seingatku aku tidak pernah memiliki silang 

sengketa dengan anak ini… memang aku punya banyak 

musuh karena semua perbuatanku dalam menegakkan 

kebenaran, tapi aku benar-benar tidak ingat kalau pernah 

berurusan dengan pemuda ini…” ucap si kakek rada-rada 

sombong! “jangan takabur kek…! Coba kau Tanya baik-baik 

kepada pemuda itu kenapa kau dijadikan sasaran


serangannya barusan…”ucap naga kuning sembari menepuk 

pundak si kakek. “aku memang tidak punya silang sengketa 

apa-apa dengan dirimu kek…” ucap si pemuda sembari 

mengeluarkan sebuah bumbung bambu kecil. Begitu 

bumbung bambu kecil tersebut dibuka sumbatnya oleh si 

pemuda maka tersiarlah bau harum luar biasa! “aku juga 

tidak punya dendam yang harus kutagih atas dirimu…. aku 

menyerangmu semata-mata hanya karena dari semua yang 

ada disini kaulah orang yang paling bau…” ucap santai si 

pemuda sembari menuangkan isi bambu yang ternyata 

adalah minyak wangi ini ke seluruh badannya! Mendengar 

apa yang di ucapkan oleh sang pemuda, wajah sang kakek 

langsung berubah merah sementara Naga Kuning tidak bisa 

lagi menahan ledakan tawanya! “akuur..! setuju…! Kau betul 

kak! Kalau mau bunuh orang, memang harus cari yang paling 

bau…!” tawa naga kuning. Setan ngompol dengan muka 

masam langsung mencoba menjitak kepala naga kuning. 

“setan kau ning…! Teman mau di pateni kau malah enak-

enakan tertawa…” sungut setan ngompol. Naga Kuning yang 

kepalanya hendak dijitak cepat mengelak dan kembali tertawa 

terbahak-bahak. namun Tawa sang bocah tiba-tiba hilang 

layaknya direnggut setan manakala tiba-tiba satu angin 

panas bersiur kencang kearah dirinya! “Naga Kuning…! Awas 

Serangan…!” teriak setan ngompol kala melihat pemuda yang 

berada didepannya secara tiba-tiba bergerak dengan 

kecepatan luar biasa meluruk deras kearah naga kuning


dengan cakar terpentang! Kita tinggalkan dahulu Naga 

Kuning yang saat itu sedang menghadapi bahaya besar, 

Sementara itu ada baiknya jika Kita untuk sejenak 

menengok keadaan Mahesa Edan dan Panji Ateleng. Bagitu 

hujan serangan pasak paku mulai mereda, anak murid 

pendekar wanita gunung iyang ini langsung melompat kearah 

Panji Ateleng. Disitu telah nampak berdiri satu sosok tinggi 

besar yang menyeramkan yang mengenakan sebuah jubah 

hitam menutupi hampir sebagian besar tubuhnya. Pria yang 

nampak memegangi sebuah martil raksasa ini nampak 

mengeram gusar kearah Panji Ateleng. “Pemuda keparat…! 

sekarang kau tidak akan bisa lari lagi…! Cepat serahkan 

Mutiara merah itu sekarang atau kucabut nyawamu saat ini 

juga…!” bentak si pria yang memiliki wajah dipenuhi 

cambang dan kumis yang meranggas ini. Panji ateleng baru 

hendak berucap manakala secara tiba-tiba Mahesa edan 

menepuk pundaknya dan langsung berdiri menghadapi Si 

tinggi besar yang sedang memegang martil raksasa ini. 

Sebelum berbicara pemuda edan satu ini masih sempat-

sempatnya menyalakan rokok dan menghembuskan asap 

rokoknya kearah lelaki tinggi besar ini. “Numpang Tanya… 

apa sampeyan yang tadi melempar paku-paku pedati ini 

kearah kami…?” mendengar pertanyaan Mahesa Edan yang 

terkesan begitu merendahkannya kemarahan Pria inipun 

meledak tak terhingga! Dengan diiringi teriakan keras pria ini 

dengan sekuat tenaga menghantamkan martil di tangannya


kearah Kepala Mahesa! “hati-hati Sobat! Orang inilah Suro 

Gledek murid Ki Buyut Pocong Mayit orang yang kau cari 

itu…” teriak Panji ateleng memperingatkan. “sangat 

menarik…! Aku ingin melihat bagaimana cara Pocong Pencuri 

itu mengajar muridnya bermain silat…!” ejek Mahesa Edan 

membuat Suro Gledek semakin bertambah murka! Kali ini 

bukan hanya martil besar yang mengayun deras kearah 

Mahesa Edan, Sebuah Paku besar yang digenggam di tangan 

kirinya juga dihujamkan dengan keras kearah tenggorokan 

murid eyang kunti kendil ini! Benar-benar satu serangan 

yang amat dahsyat! Namun tidak percuma pendekar kita ini 

digodok selama delapan belas tahun lamanya di Pegunungan 

Iyang, hanya sekejapan mata lagi martil besar dan paku 

raksasa akan menghujam dan meluluhlantakkan tubuhnya, 

tiba-tiba pendekar kita ini melakukan satu gerakan aneh, 

tubuhnya nampak terhuyung kebelakang seakan hendak 

terjatuh sehingga serangan kedua senjata maut yang 

dilancarkan oleh warok dari hutan roban ini hanya meleset 

beberapa jengkal dari kulit muka Sang Pendekar! Tidak 

hanya sampai disitu, dalam keadaan terhuyung, Sang 

pendekar dari liang kubur ini masih sempat melakukan aksi 

yang mencengangkan! Tangan kirinya dengan cepat bergerak 

menggapai dan meremas jakun Warok bertubuh tinggi besar 

ini dan melemparnya kearah belakang! Akibat gaya 

serangannya sendiri yang teramat dahsyat ditambah 

cengkraman dan hempasan tiba-tiba yang dilancarkan


Mahesa, Tubuh tinggi Besar Suro Gledek sontak melesat jauh 

dan jatuh berdebam laksana pohon Rubuh! Inilah Jurus Si 

Buta Terjatuh Menggapai Karang dan jurus Si Buta 

Mencengkram Langit yang merupakan salah Satu dari 

beberapa jurus dahsyat yang terdapat dalam ilmu Silat Orang 

Buta yang didapat sang pendekar dari seorang tokoh silat 

sakti bergelar Gembel Cengeng Sakti Mata Buta! (untuk lebih 

mengenal Kisah perjalanan Mahesa Edan dan ilmu-ilmu yang 

dimilikinya, Silahkan baca Serial Mahesa Edan, Pendekar 

Dari Liang Kubur karangan Bastian Tito) Mahesa edan 

kembali berjalan mendapati Panji Ateleng dengan Santainya. 

“ternyata warok satu ini tidak ada apa-apanya… yang hanya 

bisa dilakukannya hanya melempar paku dan menakuti anak 

kecil… sayang sekali Pocong Keparat itu ternyata tidak pandai 

mendidik murid…” ucap Pendekar satu ini sembari 

menghembuskan asap rokoknya. “apa benar begitu…? Kau 

rupanya benar-benar memandang remeh padaku anak 

muda…” ucap satu suara berat secara tiba-tiba ditelinga 

Mahesa! Sungguh kejut bukan kepalang Pendekar kita satu 

ini hingga dia dengan refleksnya membalikkan mukanya. 

“Tidak…! Jangan berbalik…! Bahaya…!” teriak Panji Ateleng 

mengingatkan namun terlambat! Nampak Mahesa Edan Sang 

Pendekar Dari Liang kubur terlihat berdiri terpaku dengan 

mata membeliak dan mulut terbuka lebar memandang satu 

sosok mengerikan yang berdiri diatas batu tidak jauh dari 

tempat dirinya berdiri. “Tu… Tubuhku…! Aku tak mampu


menggerakkan tubuhku…!” desis Sang Pendekar panik, 

Sementara di depannya nampak berdiri sosok seorang kakek 

bungkuk yang memakai pakaian layaknya seorang pocong 

bangkit dari kubur! Kain kafan kotor berselimut debu dan 

Lumpur nampak melilit tubuhnya Sementara tiga buah kain 

berbentuk pocongan kecil nampak tergantung di leher kakek 

yang bahkan di hidungnya ini masih terlihat kapas 

penyumbat! Bau busuk menghantar keluar dari tubuh sang 

kakek kala kakek ini berjalan perlahan mendapati Mahesa 

dan Panji Ateleng yang berdiri kaku akibat tatapan yang 

dilepas oleh Kakek sesat ini! 

* * *


EMPAT


Kakek berdandan aneh menyerupai pocong ini 

sebenarnya merupakan salah satu dari sekian banyak 

tokoh sesat yang selama ini mengasingkan diri dan tidak 

pernah keluar untuk membuat kekacauan dalam dunia 

persilatan. Terakhir kali kakek ini terdengar kabarnya kala Si 

Kakek yang bertempat tinggal dalam sebuah kubur batu di 

Watu Selirang ini mencuri sebuah Bokor Emas sakti Milik 

Pendekar Muka Tengkorak yang juga merupakan guru dari 

Mahesa Edan belasan tahun yang lalu. Setelah peristiwa itu 

sang kakek sudah tidak pernah lagi terdengar kabar 

beritanya. jika hari ini kakek satu ini sampai menampakkan 

dirinya di tanah jawa tentu akan ada satu kejadian luar biasa 

yang akan terjadi! Sang kakek berjalan namun tubuh 

Pendekar Dari liang kubur nampak dilewatinya, Sang kakek 

berjalan terus dan berhenti dihadapan Panji Ateleng! “anak 

muda, kali ini kau tidak akan bisa lagi lolos dengan 

mudahnya seperti tempo hari… Ilmu Tatapan Penggetar 

Sukmaku kali ini tidak akan ada lagi yang akan 

menghalangi…” sang kakek kemudian nampak membuka 

matanya lebar-lebar menatap kearah Panji Ateleng apa yang


dilakukan oleh sang kakek ternyata benar membuat Pemuda 

murid Eyang toh bagus kamandipa ini benar tersiksa! 

Sekujur tubuhnya yang tak mampu bergerak terasa seakan 

ditusuk ribuan jarum panas kala sinar mata sang kakek yang 

memancarkan cahaya biru masuk kedalam mata dan terus 

menjalar keseluruh sel dalam tubuhnya! Inilah salah satu 

ilmu sesat yang hampir punah pada masa itu yakni Ilmu 

Tatapan Penggetar Sukma! Konon dengan ilmu ini seseorang 

dapat membunuh orang dengan hanya mengunakan tatapan 

mata! Benar-benar ilmu yang sangat menakutkan! “hemm… 

ternyata mutiara itu memang sudah tidak berada lagi dalam 

tubuhmu… “ desis sang kakek seraya memicingkan matanya. 

“cepat atau lambat dengan bantuan bokor emas sakti milik si 

keparat Suko ingil itu aku pasti dapat menemukan mutiara 

merah satunya itu… kau sudah tidak berguna lagi bagiku… 

jadi lebih baik kau mati saja…!” jengek sang kakek secara 

tiba-tiba sembari menghantamkan cakarnya kearah dada si 

pemuda guna membetot keluar jantung pemuda murid Toh 

Bagus Kamandipa ini! Sesaat lagi pemuda ini akan meregang 

nyawa tanpa berbuat apa-apa, tiba-tiba saja dari dalam dada 

pemuda bernama panji ateleng ini keluar satu tangan yang 

dengan cepat dan tidak masuk akal menghantam cakar yang 

dilepas oleh Ki Buyut Pocong Mayit…! “AAargh…..!” sang 

Pocong berteriak keras dalam keadaan terjengkang hebat 

mana kala hempasan tenaga dalam maha kuat menghantam 

cakar dan seakan meremukkan tangannya dari tangan yang


secara ajaib keluar dari dada pemuda dari kuto gede ini! 

Berulangkali kakek ini mengibaskan tangannya menahan 

sakit. Saat sang kakek menengadahkan kepalanya di situ 

dilihatnya di samping Panji Ateleng berdiri seorang kakek 

yang memakai sorban hitam yang dililit sehelai kain sutra 

putih. Wajah si kakek terlihat menyeramkan manakala 

sepasang kuping yang seharusnya berada di samping kiri 

kanan kini nampak bertengger di dahi! Dan bukan itu saja, 

bibir yang seharusnya berada di bawah hidung kini nampak 

terlihat menempel di leher. “Iblis Hitam Kepala Putih…!” desis 

ki buyut pocong mayit kala melihat sosok kakek yang tadi 

menolong panji ateleng dengan cara yang menakjubkan itu. 

Kakek yang bukan lain adalah Ajengan manggala Waneng pati 

itu terlihat menggeleng lemah. “kau terus saja berbuat dosa 

dan tidak mau bertobat Jayengrana… tidak cukupkah kau 

sesatkan bekas muridku itu hingga kini kau hendak lagi 

mencabut nyawa pemuda tidak berdosa ini… berbaliklah 

jayengrana… umur manusia tidaklah abadi… kita sudah 

sama-sama tua… sudah saatnya buat kita untuk bersiap 

menghadap Sang Khalik…” ucap Manggala wanengpati seraya 

mengusap ubun-ubun Panji Ateleng dan Mahesa edan hingga 

kedua pemuda ini pulih dari sirapan yang dilepas oleh si 

kakek pocong. Kakek berpakaian layaknya pocong ini 

memandang dengan penuh kebencian kearah Ajengan 

Manggala Wanengpati namun begitu nampak jelas tersirat 

kalau kakek satu ini sangat jerih memandang Ajengan


Manggala Wanengpati. “sesukamulah Wanengpati…! Anggap 

saja aku yang sial bertemu denganmu hari ini…” dengus sang 

kakek sembari berjalan kearah suro gledek dan dengan 

entengnya menaruh pria tinggi besar itu ke pundaknya yang 

bungkuk. Sebelum berlalu dari tempat itu sang kakek masih 

sempat berbalik dan mengeluarkan sumpah serapah. “ingat 

baik-baik Wanengpati…! Suatu hari akulah yang akan 

berbalik mencarimu dan membalaskan semua sakit hati yang 

pernah kau berikan padaku… camkan hal ini baik-baik dan 

tunggu hari itu tiba…!” ucap sang kakek sembari membuang 

ludahnya ketanah dan melesat cepat kearah barat. Panji 

ateleng yang sudah bisa menggerakkan tubuhnya berjalan 

mendapati sang kakek dan mengucapkan terima kasih. 

Sementara Mahesa nampak bersungut-sungut. “mengapa kau 

melepaskan Manusia Satu itu Kek…? Dia akan menjadi 

momok yang berbahaya dan menakutkan dalam dunia 

persilatan, disamping itu aku masih harus merampas bokor 

mas milik guru yang dirampasnya…” Ajengan MAnggala 

wanengpati tersenyum dan menatap Mahesa. “kakek satu itu 

sangat sakti…! Apakah kau merasa mampu mengalahkan 

Tatapan Penggetar sukmanya…?” Mahesa Nampak terdiam 

sesaat. “sudahlah… ayo kita lihat kedua sahabat kalian 

disana… hemm… nampaknya orang yang kutunggu-tunggu 

sudah datang di tempat ini membantu kedua temanmu itu…” 

ucap Sang ajengan membuat Mahesa dan Panji Ateleng 

Sontak sama memandang kearah jurusan dimana Setan


Ngompol dan Naga Kuning berada. Dan disana tidak jauh dari 

tempat mereka berdiri terlihat Setan Ngompol dan Naga 

Kuning berdiri sembari sesekali berjingkrak kegirangan 

memperhatikan pertarungan yang terjadi antara pemuda 

berdestar hitam dan seorang gadis berbaju biru. “Dewi…!” 

seru Panji Ateleng dengan girang kala melihat siapa yang 

menjadi lawan pemuda berdestar hitam itu. Sebenarnya apa 

yang terjadi? Seperti di ceritakan sebelumnya Naga Kuning 

yang sedang menertawai Setan Ngompol menjadi tidak 

waspada dan tidak menyadari manakala pemuda yang 

sebelumnya berniat membunuh Setan Ngompol secara tiba-

tiba menyerangnya dengan ganas dan dengan kecepatan yang 

luar biasa! Hanya dalam hitungan sepersekian detik cakar 

panjang sang pemuda yang tidak dikenal ini sudah akan 

sampai ke leher si bocah! “air adalah sumber kehidupan, 

hapuskan dahaga hilangkan angkara…” satu suara merdu 

tiba-tiba terdengar di barengi hempasan air laksana 

gelombang yang menghantam dengan tepat tubuh Pemuda 

yang berkelebat cepat hendak menghantam Naga Kuning ini! 

Akibatnya sungguh diluar dugaan! Bukan saja serangan 

berupa hempasan air laksana gelombang ini dapat 

menyelamatkan Naga Kuning, namun juga hempasan ini 

mengakibatkan tubuh pemuda berdestar hitam ini terhempas 

keras menghantam bebatuan yang ada di pinggir kaliprogo! 

“Dewi Dua Musim…!” girang Setan Ngompol saat melihat 

sosok seorang gadis sedang berdiri berpangku tangan diatas


sebuah sampan kecil di tengah kali yang mengalir pelan. Sang 

gdis nampak tersenyum kearah Setan Ngompol sebelum 

kemudian melesat dariats sampan dan berdiri tegak di 

samping Naga Kuning. “kakak Cantik…! Terima kasih kau 

sudah menyelamatkan ku…!” ucap Naga Kuning sembari 

memegang tangan Dewi Dua Musim dan melompat-lompat 

kegirangan. Dewi dua musim tertawa kecil melihat tingkah 

naga kuning. “adik kecil kau menyingkirlah dahulu biar 

kakak bereskan dulu orang dimuka ini…” ucap Dewi dua 

Musim seraya berjalan perlahan kearah Pemuda yang tegak 

diantara bebatuan dengan mata merah menahan amarah. 

“Dasar Wanita keparat…! Lagi-lagi kau menghalangiku…! Apa 

maumu sebenarnya…?” bentak sang pemuda dengan berapi-

api. ”Maafkan aku Merak Jingga… aku tidak bisa 

membiarkanmu begitu saja menyakiti orang yang tidak 

berdosa… apalagi kedua orang ini adalah sahabat-

sahabatku… tidak…! Aku tidak bisa membiarkan hal itu 

terjadi…!” ucap gadis berbaju biru ini dengan tegas. 

“nampaknya aku memang tidak bisa berpanjang cakap 

dengan orang seperti dirimu… biarlah hari ini aku melupakan 

semua budi yang kau tanam atas diriku dan guruku…! 

Jangan salahkan aku yang akan bertindak kejam…!” Dewi 

dua Musim nampak menghela nafas berat. “aku menolong 

dirimu dan gurumu Sang Penyesat Iman bukan karena ingin 

menanam budi, tapi memang itu merupakan kewajibanku 

saat itu untuk menolong siapapun yang membutuhkan


pertolongan… buat aku budi dan dendam itu sama saja… 

tidak berarti dan berwujud jadi sudah seharusnya jika kau 

tidak mengungkit-ungkit masalah itu lagi…” mendengar apa 

yang dikatakan oleh gadis ini pemuda bernama Merak Jingga 

ini perdengarkan suara tawa keras. “baguslah kalau begitu…1 

aku jadi tidak perlu sungkan-sungkan lagi…!” ucap si 

pemuda sembari melesat dengan sepasang cakar terkembang 

kearah dada dewi dua musim! Gadis berbaju biru yang 

diserang dengan secara kurang ajar ini nampak mengerutkan 

keningnya. “ nampaknya kau memang jenis orang yang harus 

diberi pelajaran terlebih dahulu…!” ucap sang gadis sembari 

menggerakkan tangan kirinya menepis serangan sang 

pemuda. gerakan tangan si gadis sebenarnya hanya biasa 

saja, namun dari tangan kiri tersebut nampak menyala redup 

sebuah tanda seperti tanda air mengalir dan begitu tangan itu 

bergerak maka arus air kali progo seakan bergolak tanpa 

henti dan satu gelombang kecil nampak melesat kearah 

Merak Jingga seakan mengikuti gerak tangan si Gadis 

berbaju biru! Sang Gadis dengan cara yang amat mustahil 

dan menganggumkan menunjukan kepandaiannya 

menguasai air dan mengendalikan air sebagai senjatanya! 

Namun pemuda yang menyerang gadis ini rupanya juga 

bukanlah lawan yang enteng. Dengan melesat keatas Sang 

pemuda berhasil menghindari serangan ombak dan membalas 

dengan menggunakan serangan jarak jauh berupa lesatan 

sinar berwarna merah yang keluar dari sepasang cakarnya.


Inilah jurus Sepasang Cakar Mengeruk Bumi yang kekuatan 

serangannya juga cukup mematikan. Orang yang terkena 

serangan ini dapat dipastikan akan hancur lebur tak 

berbentuk. Namun sebagaimana Pemuda ini, gadis berbaju 

biru ini juga bukanlah lawan yang dianggap enteng. Dengan 

kembali menggerakkan tangan kirinya keatas dan kebawah 

dengan satu alur yang terlihat sangat indah sang gadis 

kembali menarik satu gulungan air dari kaliprogo dan 

menggunakannya sebagai satu perisai dalam menahan arus 

serangan jarak jauh yang dilepaskan oleh sang pemuda! Satu 

pertarungan yang dahsyat dan indah benar-benar 

dipertunjukkan oleh gadis ini membuat semua yang ada 

sampai berdecak kagum. “benar-benar kemampuan yang 

amat hebat… Mungkin selain dirinya hanya nenek gurunya 

yaitu Sekar Kedaton Ratu Randang yang mampu 

menunjukkan kemahiran mempermainkan dan 

mengendalikan air sedemikian rupa…” ujar Ajengan Manggala 

Wanengpati yang saat itu sudah bergabung bersama-sama 

dengan PAnji Ateleng dan MAhesa Edan berjalan bersama-

sama mendapati Setan Ngompol dan Naga Kuning. Begitu 

melihat kedatangan orang tua ini Setan Ngompol dan Naga 

Kuning nampak melengak Kaget. “astaga Ning Coba Lihat…! 

Orang tua ini punya wajah yang aneh…! Lihat kupingnya 

dua-duanya ada di jidat…!” bisik Setan Ngompol yang 

langsung dibalas bisikan juga oleh naga kuning. “iya kek…! 

Benar…! Dan bukan hanya itu saja… coba lihat kakek itu


tidak punya mulut…! eh ada kek… tapi ya ampun…! Mulut si 

kakek ada tapi adanya dileher…!” ucap Naga Kuning Pelan. 

Naga Kuning kemudian menjawil pundak si kakek. “apa yang 

kau pikirkan sama dengan jalan pikiranku kek..?” Tanya si 

bocah kepada setan ngompol yang langsung dibalas 

anggukan sang kakek. “sama ning…! lain kali kita jangan 

makan lagi di tempatnya yu Pinem, coba lain kali kita 

ngutangnya ke mbok Tukijem yang pasti nasi timbelnya enak 

juga…” belum selesai si kakek menyerocos Naga Kuning 

sudah lebih dahulu menendang pantat si kakek. “sialan kau 

ning…! Biar begini aku ini orqang tua! Hormat sedikit 

kenapa…?” sungut Setan Ngompol sembari mengusap 

pantatnya yang kena tending. “pikiranmu Cuma makanan 

melulu kek…! Yang kumaksudkan wajah kakek satu itu jadi 

begitu jangan-jangan hasil kerjaannya Wiro…! Ingat…! Cuma 

dia di tanah jawa ini yang bisa mengacak-acak barang orang 

seenak udelnya! Ingat apa yang diperbuat pada telingamu 

kek?” tanga naga kuning yang sontak membuat setan 

ngompol meraba telinganya yang terbalik sebelah. “bisa jadi 

ning… bisa jadi begitu…!” ucap lirih si kakek. “kalian tidak 

usah berbisik-bisik segala… aku bisa mendengar semua yang 

kalian ucapkan. Wajahku ini begini sejak lahir jadi bukan 

pekerjaan siapa-siapa…” ucap ajengan manggala wanengpati 

membuat wajah Setan Ngompol dan naga kuning memerah. 

“maafkan kakek temanku ini kek…! Dia kalo ngomong suka 

kurang ajar…! Maklum sudah tua jadi agak pikun sedikit…1”


ucap Naga Kuning sembari tersenyum malu. “sialan kau ning! 

Kau yang mulai duluan baru kau limpahkan salahnya ke 

aku…” omel setan ngompol sembari mencucuk pantat si 

bocah dengan jempol kakinya. Kontan si bocah menyumpah 

panjang pendek sembari mendekap pantatnya erat-erat. 

Sementara itu pertarungan yang berlangsung antara Dewi 

Dua Musim semakin berjalan seru. Merak Jingga yang terus 

dicecar oleh serangan air yang tidak berkeputusan oleh sang 

Dewi akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan 

pertempuran ini lebih lama lagi. “sialan…! Perempuan satu ini 

benar-benar tangguh…! Si pocong keparat itu juga 

tampaknya sudah duluan merat…! Tidak ada gunanya lagi 

aku berada disini…” sungut sang pemuda dalam hati. 

“Dewi…! Pertarungan hari ini kita sudahi saja sampai disini… 

lain kali kita lanjutkan lagi…! Tapi ingat! lain kali aku tidak 

akan melepaskanmu begitu saja…” ucap si pemuda sembari 

melompat terjun kedalam kali diikuti pandangan dewi dua 

musim. “pemuda itu sangat kuat…! Entah apa lain kali aku 

masih bisa mengimbanginya atau tidak…” keluh dewi dua 

musim dalam hati. 

* * *


LIMA


Gis berbaju biru ini kemudian berjalan kearah Setan 

Ngompol dan kawan-kawan. Sang gadis nampak 

kemudian menjura hormat kearah Ajengan Manggala 

Wanengpati. ”Salam hormatku Ajengan…” ucap si gadis 

seraya menundukan mukanya. “hormatmu kuterima Dewi… 

bagaimana keadaan gurumu…?” dewi dua musim nampak 

tersenyum mendengar pertanyaan kakek ini. “guru baik-baik 

saja ajengan, beliau juga menitipkan salam kepadamu…” 

ajengan Manggala Wanengpati terlihat menganggukkan 

kepalanya. “ aku sebelumnya menyangka bahwa kita tidak 

akan bertemu sesuai perjanjian kita sebelumnya dewi, Aku 

bahkan telah terlebih dahulu menyuruh dua muridku yang 

bodoh itu untuk pulang dahulu ke sumenep… aku tidak 

menyangka kita akhirnya bisa juga bertemu di tempat ini. 

Dan amat kebetulan disini juga kita bertemu dengan sahabat-

sahabat ini. ini benar-benar merupakan satu anugerah…” 

ucap ajengan Manggala wanengpati. “maaf kek sebelumnya 

kalau boleh tahu kakek ini siapa yah? Dan juga mengenai 

perihal teman kami pendekar dua satu dua yang sedang kami 

cari itu yang katanya akan kakak dewi bicarakan dengan


kami itu bagaimana…?” ucap Naga Kuning seraya menatap 

bolak-balik kearah Dewi dua Musim dan Ajengan Manggala 

Wanengpati. Mendengar pertanyaan ini dewi Dua Musim 

nampak tersenyum kecil sementara Ajengan manggala 

Wanengpati nampak terkekeh. “hei bocah yang bukan bocah, 

mengenai siapa diriku sesungguhnya bukanlah merupakan 

sesuatu yang penting untuk ditanyakan. Namun mengenai 

perihal Pendekar Dua Satu Dua sahabatmu itulah menjadi 

alasan kehadiran kami di tempat ini…” Naga Kuning dan 

Setan Ngompol saling berpandangan dengan pandangan 

bingung. “maksudmu apa kek? Jangan berputar-putar…!” 

kami tidak mengerti dengan apa yang kau maksudkan…?” 

ucap setan ngompol yang langsung diiyakan oleh naga 

kuning. “apa kalian saat ini sedang mencari keberadaan 

pendekar dua satu dua..?” setan ngompol dan naga kuning 

nampak mengangguk kompak. “dan apa kalian sudah 

menemukan keberadaan pendekar itu…” mereka berdua 

kembali menggelengkan kepalanya. Ajengan Manggala 

Wanengpati kemudian saling memandang kearah Dewi Dua 

musim dan mengeluarkan sebuah benda di tangannya. Dewi 

dua musim juga nampaknya mengeluarkan benda yang 

nyaris serupa dalam genggaman tangannya. “bencana besar 

sebentar lagi akan turun dan meluluhlantakkan tanah jawa 

jika kita tidak mampu menemukan pendekar dua satu dua! 

Dan satu satunya petunjuk mengenai keberadaan pendekar 

itu hanya ada pada sepasang batu segitiga ini…” ucap si


kakek seraya menunjukkan barang yang dipegangnya yang 

ternyata adalah sebuah batu putih berbentuk segitiga yang 

tertuliskan angka dua dan sebuah garis di pinggirnya. Batu 

yang sama juga nampak ditunjukkan oleh dewi Dua Musim. 

“batu ini merupakan batu amanat yang diturunkan secara 

turun temurun oleh guru kami…” ucap dewi dua musim yang 

dibalas dengan anggukan oleh Ajengan Manggala wanengpati. 

“kau bilang tadi bencana besar dan keberadaan wiro hanya 

tergantung pada batu ini bagaimana bisa begitu kek?” Tanya 

Naga Kuning penasaran. “baiklah untuk membuktikannya 

kita coba saja menyatukan batu ini… kau siap dewi…?” ucap 

ajengan manggala wanengpati yang langsung dibalas 

anggukan oleh dewi dua musim. Ajengan Manggala 

Wanengpati kemudian bergerak bersama-sama dengan dewi 

dua musim untuk menyatukan batu putih berbentuk segitiga 

yang diatas nya terukir deretan angka dua satu dua tersebut, 

Beberapa saat berlalu namun tidak nampak sesuatu terjadi 

atas sepasang batu yang dipegang oleh kakek bersorban 

selendang putih dan gadis berbaju biru yang dipanggil dengan 

dewi dua musim ini. Setan ngompol yang penasaran beranjak 

mendekat untuk mengamati batu yang dipegang oleh 

Ajengan Manggala Wanengpati dan dewi dua musim ini, 

namun baru saja sang kakek hendak pentangkan mata 

jerengnya dan berkomentar, tiba-tiba dari angka satu yang 

berada ditengah-tengah batu yang terbelah ini mendadak 

keluar satu sinar berupa lingkaran putih yang berputar


kencang diatas batu! “Lihat sinar itu berputar dan 

mengambang diatas batu…!” teriak Naga Kuning sembari 

menunjuk kearah sinar putih berbentuk lingkaran yang 

berputar di depan Ajengan Manggala Waneng Pati dan Dewi 

dua musim ini. “diam sedikit! Kita lihat dulu apa yang akan 

terjadi…” ucap Mahesa Edan sembari menarik tangan Naga 

Kuning agar tidak menghalangi pandangannya. Semua orang 

kemudian menahan nafas dengan tegang sembari tak lepas 

memperhatikan putaran sinar yang berputar bergeredepan 

diatas batu putih berbentuk segitiga ini. Namun setelah 

beberapa saat menunggu dalam kesunyian, tidak ada lagi 

sesuatu yang terjadi atas sinar yang masih berputar kencang 

itu. “ini maksudnya apaan? Kok yang ada Cuma sinar putih 

ini melulu…? Sebenarnya kita ini sedang menunggu apa” 

gerutu setan ngompol. Sementara itu kakek dengan mulut 

dileher yang sedang memegang batu kini juga nampak 

menggumam pelan. “aneh, kenapa jadinya begini? 

Seharusnya batu ini menjadi satu-satunya petunjuk 

mengenai keberadaan Pendekar Dua Satu Dua dan perihal 

bencana dahsyat yang akan melanda Seluruh Negeri! Tidak 

mungkin Kiai Manding Saroka salah berucap!” ucap ajengan 

manggala wanengpati dengan kening berkerut. sementara itu 

Mahesa Edan si pendekar dari liang kubur nampak berjalan 

mendekat kearah Ajengan Manggala wanengpati dan dewi dua 

musim yang memegang batu dimana diatasnya berpendar 

sinar putih yang berputar kencang. Setelah memperhatikan


sekilas, Pendekar satu ini nampak menghembuskan asap 

rokoknya sembari berujar kecewa. “tidak ada yang istimewa 

pada batu dan sinar ini! Mungkin batu ini hanyalah semacam 

lelucon kurang kerjaan dari orang pandai pada masa lalu…” 

ucap Sang Pendekar sembari kembali menghembuskan asap 

rokoknya yang kali ini tanpa disengaja mengarah pada 

lingkaran sinar yang berputar diatas batu putih dua satu 

dua. “Astaga! Coba Lihat! Sesuatu nampak didalam sinar 

putih itu…! coba Mahesa kau hembuskan lagi asap rokokmu 

itu…!” ucap Setan Ngompol dengan mata jerengnya sembari 

terus memperhatikan cahaya bulat yang berputar kencang. 

“matamu kek yang mungkin lamur… salah liat…!” ucap si 

pemuda asal-asalan sembari kembali menghirup rokok 

kawung di bibirnya. “sudah lakukan saja! Jangan banyak 

ngomong!” ucap Setan Ngompol sembari delikkan mata 

jerengnya kearah Mahesa Edan. “saudara Mahesa, ada 

baiknya saudara lakukan saja apa yang dikatakan oleh Kakek 

Setan Ngompol, aku juga tadi sekilas melihat sesuatu dalam 

gulungan sinar ini..” ucap dewi Dua musim sembari 

tersenyum kearah Sang Pendekar. Mahesa Edan kemudian 

sembari mengangkat bahu kembali mengisap rokoknya 

dalam-dalam lalu menghembuskan kearah lingkaran sinar 

yang berputar. “Astaga…! Coba Lihat disana…! bukankah itu 

Wiro yang sedang naik kuda lumping sambil melesat 

diangkasa! ada seorang anak kecil lagi! dan… Buseet… 

kenapa Juga Nenek Bau Pesing itu ikut Gelantungan…?”


teriak Setan Ngompol kala melihat dalam lingkaran sinar tiba-

tiba nampak bayangan berpendar membentuk bayangan jelas 

Wiro, Ni Gatri dan Sinto Gendeng yang melesat diangkasa 

dengan menggunakan sebuah Kuda Lumping. (untuk lebih 

jelas silahkan baca episode: Ksatria Panggilan) mendengar 

apa yang dikatakan oleh setan ngompol, semua yang ada di 

tempat itu sontak maju dan memperhatikan dengan seksama 

kedalam sinar yang berputar diatas batu dan benar saja! Di 

dalam sinar yang dihembusi oleh asap rokok oleh mahesa 

edan nampak terbayang sosok orang yang mereka semua 

sama kenali sebagai Wiro Sableng Sang Pendekar dua satu 

dua dan gurunya Sinto Gendeng! rupanya dalam batu 

tersebut tersimpan sebuah pesan tersembunyi berupa 

bayangan yang hanya bisa dilihat jika sinar putih yang keluar 

dari dalam batu tersebut diberi asap! “astaga! Mau kemana 

Wiro dan Nenek Gendeng itu Pergi? Tapi anak kecil di 

belakangnya itu cantik montok! Hik hik hik mau aku kalau 

bisa main kuda lumpingan juga sama dia…!” kekeh naga 

kuning yang langsung disambut jitakan Setan Ngompol. 

“dasar Bocah Mesum…! tidak Lihat apa kalau mereka terbang 

menembus angkasa? Sebenarnya mau kemana mereka 

pergi?” ucap Setan Ngompol penasaran. saat semuanya 

menjadi tegang karena memperhatikan dengan serius, 

bayangan didalam sinar tiba-tiba menghilang! Rupanya asap 

rokok yang dihembuskan oleh Mahesa Edan sudah pupus 

tertiup angin “yaaaa…. Bagaimana sih? Cepat hembuskan


lagi asap rokoknya Mahesa…!” ucap Naga Kuning penasaran. 

Mahesa Edan buru-buru menyulut kembali rokok Kawungnya 

sebatang lalu menghembuskan asapnya ke tengah Lingkaran 

Cahaya diatas Batu. Lalu kemudian nampak bagaimana 

sebuah bayangan kembali terbentuk dalam lingkaran cahaya. 

Kali ini terlihat bagaimana nampak banjir air berwarna merah 

pekat meluluh lantakkan areal persawahan dan pemukiman. 

Nampak juga mayat-mayat bergelimpangan dan orang-orang 

yang terbujur merintih dengan benjolan-benjolan besar diatas 

kepala. “astaga! baru seumur-umur ini aku melihat ada yang 

namanya banjir darah! Benar-benar mengerikan! Dan itu juga 

apa? Kenapa semua orang punya benjolan diatas keningnya? 

Apa yang sebenarnya terjadi?” ucap Panji Ateleng dengan 

kening berkerut. Naga Kuning yang berada paling dekat 

dengan Setan Ngompol nampak beringsut kearah telinga si 

kakek “kek, mungkin seperti saat kita terpesat ke 

latanahsilam tempo hari, wiro kembali terpesat lagi ke negeri 

aneh! Ke negeri dimana orang-orang bijinya tumbuh di jidat!” 

bisik naga kuning kurang ajar. Setan Ngompol langsung 

menyikut si bocah namun tidak urung terkekeh juga. 

“pendekar sahabatmu itu dikirim ke Tanah Mataram Kuna 

delapan ratus Tahun yang lalu oleh orang-orang sakti atas 

suruhan Raja Mataram kala itu yakni sri maharaja Rakai 

Kayuwangi dyah Lokapala…” ucap Ajengan Manggala 

wanengpati tiba-tiba membuat semua orang langsung 

menatap si kakek dengan pandangan heran. “darimana kau


tahu semua itu kek?” ucap Naga Kuning penasaran. Si kakek 

nampak terkekeh sembari tetap memegang batu bercahaya. 

“soal itu nanti bisa dijelaskan, sekarang ada baiknya kita 

perhatikan kembali apa yang akan ditunjukkan oleh batu 

mustika ini atau mungkin kau mau bijimu itu dipindahkan ke 

jidat seperti orang-orang yang kau bilang tadi?…” ucap si 

kakek yang sontak membuat Naga Kuning beringsut mundur 

ke belakang setan ngompol. “Kakek itu bisa mendengar 

bisikanku kek! Pendengarannya sangat tajam…!” bisik naga 

kuning sembari melirik ajengan manggala waneng pati dari 

balik punggung setan ngompol. “makanya jadi orang jangan 

suka ngomong yang aneh-aneh! Sudah…! Lebih baik kamu 

diam saja …!” balas setan ngompol. semua orang kemudian 

kembali menatap kearah cahaya putih diatas batu yang 

kembali berpendar saat mahesa edan kembali meniupkan 

asap rokoknya. “astaga Ning, Lihat..! Bukankah pemuda yang 

bertarung melawan Wiro itu pangeran Matahari! Tapi 

bukankah bangsat satu itu sudah menemui ajal di tangan 

Sinto Gendeng tempo hari? Bagaimana bisa dajal satu itu 

bisa terpesat juga bersama dengan wiro…?” teriak Setan 

Ngompol keras membuat asap di tengah sinar terpencar 

akibat udara yang keluar dari mulut dan hidung si kakek. 

“dasar kakek sialan! Lihat asapnya jadi buyar kan? Bikin 

susah orang saja…!” umpat naga kuning sembari menarik 

tangan setan ngompol agar menjauh. Mahesa kemudian 

kembali menghembuskan asap rokoknya. Beberapa saat


kemudian nampak bayangan sesosok makhluk berupa 

jerangkong hitam membara nampak berdiri mencuat keluar 

dari tubuh satu makhluk tinggi besar yang memiliki mata 

mencuat dari kedua rongganya! Makhluk ini nampak 

memberi perintah pada ratusan anak buahnya yang 

mengendarai satu makhluk berwujud jin putih untuk 

menyerang wiro dan beberapa orang yang nampak bertempur 

mati-matian di samping wiro! Semua orang yang 

menyaksikan nampak terpaku dengan tegang manakala 

melihat adegan demi adegan yang terpampang di atas batu 

putih yang bercahaya tersebut. “Astaga kek! Lihat…! 

bukankah itu Lakasipo…! Demi Tuhan…! Lihat apa yang 

dilakukannya terhadap Wiro…!” teriak naga Kuning keras 

sembari meremas tangan Setan Ngompol manakala melihat 

orang yang dikenalinya Sebagai Lakasipo alias Hantu Kaki 

Batu saudara angkat mereka di latanah silam ini nampak 

menikam Wiro dari belakang! Sementara itu Setan Ngompol 

yang diremas tangannya oleh si bocah hanya bisa terdiam 

dengan mata membeliak besar! bulir air mata tanpa disadari 

menetes dari sudut mata sang kakek!


ENAM


Beberapa saat kemudian bayangan diatas sinar 

nampak kembali berpendar dan berganti menjadi 

bayangan dimana Sosok Wiro tiba-tiba terlihat berada di 

belakang Lakasipo sembari mengarah telapak tangannya 

kearah pundak hantu kaki batu ini. “Lihat kek…! Coba kau 

Lihat…! Wiro tidak mati kek..! kau lihat bukan…!” girang 

naga kuning bukan kepalang. Sementara Setan ngompol 

nampak mengusap air matanya yang tadi nampak menetes di 

pipi sang kakek. “Dasar Anak Sableng…” ucap sang kakek 

lirih. Sementara pemandangan diatas batu kembali berputar 

silih berganti. disatu saat terlihat bagaimana Wiro nampak 

bertarung keras melawan sosok tengkorak berapi di dalam 

lamunan badai di empat penjuru! Gambar bergerak diatas 

batu kembali berganti, kemudian terlihat bagaimana sebuah 

cahaya laksana bintang jatuh meluruk dengan dahsyatnya 

mengantam tubuh manusia jerangkong! “bukan main…!” 

desis mereka yang melihat peristiwa ini dengan berdecak 

kagum. Bersamaan dengan desisan mereka asap diatas batu 

kembali sirna! “yaaaa… mahesa…! Bagaimana ini…? Ini lagi 

seru-serunya jadi tolong asapnya jangan sampai putus…!


Penonton kecewa nih…!” sembur Naga Kuning. “ya benar…! 

Balikin cepat karcisnya…!” sambung Setan Ngompol kumat 

gilanya “anak Setan! Gendeng semuanya! Kalian pikir ini 

nonton ludruk apa…? Tidak lihat kalau bibir sudah jontor 

dari tadi! Nih! Bantuin isap! Jangan Cuma bisa enak-enakan 

perintah orang…!” sembur Mahesa Edan sembari mengusap 

matanya yang merah berair akibat terlalu lama terkena asap 

rokok. Sang Pendekar kemudian melemparkan bungkusan 

Kain Hitam berisi daun jagung kering dan tembakau kearah 

Setan Ngompol dan Naga Kuning. Setan Ngompol kemudian 

membuka bungkusan yang berisi lintingan rokok kawung 

milik sang pendekar dari pegunungan iyang ini lalu 

membaginya dengan Naga Kuning dan mulai menyulut rokok 

kawung pemberian sang pendekar dengan gayanya! akan 

halnya Naga Kuning yang baru hendak menyulut rokok yang 

baru dilintingnya dikejutkan manakala dengan cepat Panji 

Ateleng mengambil rokok yang terselip dibibirnya! “anak Kecil 

tidak boleh Merokok! Tidak baik untuk kesehatan!” ucap Sang 

Pemuda yang langsung menyulut rokok dan bersama-sama 

dengan Setan Ngompol dan Mahesa Edan bergantian 

Menghembuskan Asap Rokok Kawung yang berbau 

menyengat tersebut kearah Lingkaran Cahaya Putih. Setelah 

asap rokok yang terkumpul cukup banyak maka kemudian 

kembali terlihat deretan gambar-gambar peristiwa 

terpampang di atas sinar yang berpendar. Nampak bagaimana 

sebuah beringin raksasa melayang dan jatuh tepat dimana


bintang bercahaya sebelumnya jatuh. Lalu dari dalam pohon 

beringin tersebut keluar seorang pemuda berpakaian hitam 

bersulam kain tanjung. “Astaga kek! Itu Suma Mahendra…” 

desis Naga Kuning kepada Setan Ngompol yang sedang sibuk 

menghirup hembus asap rokok. “suma Mahendra Siapa…? 

Aku tidak kenal…!” sambung si kakek. “Suma Mahendra… 

Penjaga Pohon beringin di dasar kawah Gunung Bromo… dia, 

ah sudahlah… di bilangin juga kakek gak bakalan 

ngerti…”Lanjut si bocah membuat setan ngompol delikkan 

matanya besar-besar. (mengenai perihal Suma Mahendra 

silahkan baca episode: TOPAN GURUN TENGGER) gambar 

kembali berganti, kali ini nampak diatas batu bercahaya 

bayangan seorang gadis yang bergerak cepat laksana angin 

membopong tubuh pendekar dua satu dua yang berwarna 

merah bagaikan bara. “kecepatan Gadis itu benar-benar luar 

biasa…” ujar Dewi Dua Musim memecah kesunyian. “iya, 

kecepatan gadis itu memang luar biasa, tapi kenapa dia 

harus berlari secepat itu? Apa ada seseorang yang 

mengejarnya? Lalu kenapa anak sableng itu tubuhnya 

berwarna merah seperti kepiting rebus begitu…?” ucap setan 

ngompol. “aku menduga sahabatmu pendekar dua satu dua 

itu terkena racun yang amat ganas kek, wanita yang berlari 

laksana kilat itu tampaknya sedang berusaha untuk 

menyelamatkan sahabatmu itu kek…” sambung Panji ateleng 

seraya menyeka matanya yang berair akibat asap rokok. 

Setan Ngompol hanya bisa mengangguk mendengar apa yang


diucapkan oleh Panji Ateleng. Selayaknya mahesa dan panji, 

mata kakek ini juga bengkak merah berair akibat terkena 

asap rokok terlalu lama. Namun sang kakek terlihat yang 

paling parah keadaanya. Mulut berasap sementara mata atas 

bawah bercucuran! “bertahanlah kek…!” ucap mahesa edan 

sembari menepuk punggung sang kakek, Kontan si kakek 

terbatuk kepayahan! “ Sialan kau mahesa…! Aku sudah tidak 

kuat…!” keluh si kakek sembari menyeka air matanya. 

“bersabarlah kek…! Kita harus mengetahui rahasia yang 

tersimpan dalam batu ini sampai akhir…! Ini aku tambahkan 

lagi rokoknya…! Satu orang satu batang lagi…” seru Mahesa 

Edan seraya mengangsurkan tiga batang rokok yang terselip 

di balik telinganya! Ternyata banyak tempat simpanan juga 

Pendekar kita yang satu ini! “Tobaat…! Biyung…!” keluh 

Setan ngompol namun toh tangannya tetap menerima rokok 

pemberian Mahesa dan kembali menyulutnya walau dengan 

kepayahan! Alhasil kemudian nampak ketiga orang ini 

kembali dengan masing-masing dua batang rokok kawung 

dibibir saling bahu membahu mengebulkan asap rokok 

kearah batu berpendar! walaupun sudah sangat kepayahan 

namun ketiganya terus berjuang untuk menjaga agar asap 

rokok yang mengebul tidak jadi padam, Sungguh perjuangan 

yang benar-benar layak dipuji… Sementara itu melihat 

Mahesa edan, setan Ngompol dan Panji Ateleng yang nampak 

begitu tersiksa dengan nafas yang kembang kempis dan mata 

merah bercucuran akibat asap rokok, Ajengan Manggala


Wanengpati beberapa saat kemudian nampak menggunakan 

tangan kirinya merogoh saku jubahnya dan mengeluarkan 

sesuatu dalam genggaman tangannya. Barang dalam 

genggaman tangannya ternyata adalah segenggam bijih 

kemenyan dan kulit kering Kayu Gaharu. Begitu sang kakek 

meremas kemenyan dan kayu gaharu tersebut maka 

nampaklah asap tebal mengepul dari tangan kakek sakti 

tersebut. ”Huuh…! Dari Tadi Keek…!!!!” sembur Mahesa 

Edan, Setan Ngompol dan Panji Ateleng Kompak. Setan 

Ngompol yang paling kepayahan langsung duduk merosot di 

tanah “Kenapa nggak dari kemaren-kemaren saja sekalian 

Keluarin asapnya? Bibir atas bawah udah jontor kayak gini…! 

Baru dikeluarin…! Coba dari tadi, kan kita-kita gak harus 

termonyong-monyong isap rokok bulukan kayak gini…!” omel 

setan ngompol sambil membanting rokok yang terselip di 

jarinya! Sambil mengomel panjang pendek, bibir “bawah” 

sang kakek juga mengucur panjang pendek! “Kampret 

Sialan…! Bibirmu itu yang bulukan kek! Jangan salahin 

rokokku…!” sembur Mahesa Edan menimpali ucapan si kakek 

bau pesing. Melihat hal ini Naga Kuning dan dewi dua Musim 

nampak terkikik geli. “kakek ini lucu ya kak? Yang lainnya 

sudah mau semaput baru turun tangan buat asap… 

Hik.hik.hik” tawa geli si bocah sembari memegang perutnya. 

Sementara itu Ajengan manggala Wanengpati tanpa merasa 

salah dan berdosa terlihat meniup kepulan asap yang keluar 

dari genggaman tangan kirinya kearah batu bersinar di


tangan kanannya. Begitu kepulan asap kembali mengenai 

cahaya diatas batu maka kembali nampak sebuah 

pemandangan didalam bayang-bayang sinar putih. “astaga…! 

Bukankah yang ada di dalam sinar itu adalah gambar Candi 

Prambanan…? Kalian semua Lihat…? Ada awan merah 

berbentuk naga bergulung diatas kepundan candi…!” seru 

Panji Ateleng membuat semua yang ada terperangah! “betul… 

itu candi prambanan kak! Gadis itu membawa wiro kedalam 

Candi Prambanan…!” ujar Naga Kuning menimpali “sesuatu 

telah terjadi di dalam Candi…” desah Ajengan Manggala 

wanengpati dengan kening berkerut membuat sepasang 

telinga yang menempel di dahi sang kakek nampak bergerak 

aneh. Baru saja sang kakek selesai berujar tiba-tiba 

gambaran diatas batu berubah dan memancarkan cahaya 

terang! Dengan memicingkan mata semua yang ada berusaha 

melihat menerobos cahaya untuk melihat apa yang 

sesungguhnya terjadi, maka kemudian nampaklah bagaimana 

cahaya diatas batu yang berpendar menampakkan bagaimana 

sosok wiro yang duduk bersila diatas lantai candi perlahan 

berubah menjadi batu manakala tubuhnya dikelilingi oleh 

sosok melayang seseorang yang memancarkan cahaya putih 

dan sebuah patung yang juga memancarkan cahaya terang! 

“Demi Tuhan…! Apa yang mereka lakukan…? Lihat Ning? 

Orang dan patung itu merubah Wiro menjadi batu…!”panik 

Setan ngompol sambil menjambak dan meremas rambut 

jabrik Naga Kuning. Naga Kuning yang juga sebenarnya


terkejut akhirnya jengkel juga dan menendang tulang kering 

si Kakek. “Dasar kakek sialan…”sungut si bocah. Sementara 

itu empat orang lainnya yang ada disitu nampak 

menunjukkan raut muka terkejut manakala melihat apa yang 

terjadi “Sabda Pandita Ratu…!” Ujar Ajengan Manggala 

Wanengpati, Panji Ateleng dan Mahesa Edan secara 

bersamaan. “Apa sih yang kalian maksud dengan Sabda 

Pandita Ratu…? Lalu apa hubungannya dengan Tubuh Wiro 

yang menjadi batu…?” Tanya setan ngompol sembari meringis 

memegangi tulang keringnya yang ditendang naga kuning. 

Dewi Dua Musim yang kebetulan berada di samping Setan 

Ngompol nampak tersenyum mendengar pertanyaan si kakek. 

“Kau pernah mendengar cerita tentang Legenda Patung Loro 

Jonggrang dan candi prambanan kek?” Tanya si gadis 

membuat sikakek cengengesan. “ya jelas tahu cah ayu… Loro 

jonggrang itu kan putri cantik yang dikutuk jadi batu oleh 

Bandung bondowoso kan? He.he.he kalau cerita itu yang 

pasti semua orang juga tahu…! Tapi yang paling tahu ya aku 

ini…!” ucap si kakek sembari membusungkan dada 

kerempengnya. “nah patung yang kau sebutkan itu adalah 

patung yang tadi terlihat di dalam gambaran tadi kek…! 

Sementara orang yang satunya pasti adalah Sri Raja Mataram 

yang sedang mengeluarkan Sabda Pandita Ratu untuk 

membuat sahabatmu itu menjadi Batu… sabda yang sama 

yang juga jatuh atas diri Nyi Loro Jonggrang…” sambung 

Sang Dewi. “jadi…? Maksudnya Wiro sudah…?” Setan


Ngompol tak kuasa melanjutkan ucapannya. “sabarlah kek… 

kita perhatikan saja terus perkembangannya seperti apa… “ 

ucap Mahesa edan enteng sembari kembali menyalakan rokok 

kawungnya! “semuanya diam…! Lihat sesuatu terjadi pada 

batu ini…!” ujar Ajengan Manggala Waneng Pati tiba-tiba 

seraya melepaskan pegangannya pada batu itu manakala 

merasakan batu yang dipegangnya bergetar keras. Dewi dua 

musim juga nampak melepaskan pegangannya atas batu 

tersebut manakala merasakan hal yang sama, Satu keanehan 

kemudian terjadi! Batu yang seharusnya jatuh ke tanah saat 

dilepaskan dari genggaman kini nampak melayang diudara! 

Sinar benderang semakin berputar kencang lalu didalamnya 

terlihat satu pemandangan yang amat mengerikan! Terlihat 

bagaimana ratusan bahkan ribuan orang bergelimpangan 

dimana-mana! Api dan petir menyambar-nyambar dari 

angkasa sementara gulungan kabut pekat nampak menyebar 

laksana air bah menghempas semua yang terlihat dalam 

pandangan mata…! “demi Tuhan…! Inikah bencana yang 

akan menimpa Tanah Jawa seperti yang di sebut oleh Kiai 

Manding Saroka…?” desis Ajengan Manengpati dengan suara 

bergetar manakala melihat pemandangan yang terpampang 

dihadapan mereka. “apakah ini masa depan yang akan terjadi 

di tanah jawa dwipa… Tuhan Beri Hambamu ini Petunjuk…” 

sambung sang kakek sembari memejamkan mata. “Hey 

ning…! Lihat…! Ada seorang bocah yang mirip dengan dirimu 

dalam pendaran cahaya…” ucap setan ngompol tiba-tiba


sembari menunjuk kearah lingkaran cahaya. Mendengar apa 

yang dikatakan oleh Setan Ngompol semua kembali 

memperhatikan dengan seksama kejadian yang terjadi di 

dalam lingkaran cahaya. Didalam lingkaran cahaya tersebut 

terlihat seorang bocah bertelanjang dada dengan rambut 

jabrik berwarna putih sedang menangkupkan kedua 

tangannya di telinga berdiri gagah didepan sebuah surau 

dengan gaya layaknya seorang yang sedang 

mengumandangkan adzan! ”hei…! Aku kenal surau kecil 

itu…! Letaknya tidak jauh dari sini…! Aku beberapa hari yang 

lalu masih sempat singgah sebentar di surau kecil itu untuk 

Sholat dan melepas lelah…” ucap Mahesa Edan tiba-tiba. 

Baru saja sang pendekar hendak kembali membuka suara 

tiba-tiba saja lingkaran sinar yang berputar diatas batu 

meredup dan akhirnya hilang sama sekali. Bersamaan 

dengan hilangnya sinar diatas batu, maka batu yang 

sebelumnya melayang diudara kontan jatuh terhempas keatas 

tanah! Ajengan Manggala Wanengpati kemudian memungut 

batu yang terjatuh dan memasukkannya kedalam saku 

bajunya. Sang kakek kemudian langsung memandang kearah 

Mahesa Edan. “anak muda, seperti turut apa yang kau 

sebutkan barusan, apakah kau benar-benar mengetahui letak 

surau yang ditunjukan oleh sinar dalam batu tadi?” Tanya 

Sang kakek yang langsung dibalas dengan anggukan oleh 

sang pendekar. Ajengan manggala wanengpati kemudian 

nampak menganggukan kepalanya berulangkali. “turut apa


yang disampaikan oleh guruku kiai manding saroka 

sebelumnya, kekacauan besar dan musibah yang tak 

terelakkan akan menimpa seluruh tanah Jawa dwipa hingga 

jauh keseberang hingga tanah bali dan pulau Andalas. Masih 

menurut penuturan sang kiai, Satu-satunya orang yang bisa 

mencegah semua itu terjadi adalah Pendekar Dua Satu Dua 

Wiro Sableng, oleh karenanya mau tidak mau dan dengan 

cara apapun! kita harus menemukan pendekar tersebut…! 

“ucap sang kakek dengan nafas berat. “kalau bencana itu 

memang benar akan terjadi bagaimana cara si anak sableng 

itu dalam menghadapinya? Terlebih kita tidak tahu 

keberadaan anak setan itu dan apa benar dia kini betul-betul 

menjadi batu seperti yang tadi ditunjukkan dalam lingkaran 

cahaya tersebut…” ucap Setan Ngompol yang dibalas oleh 

Dewi Musim. “satu-satunya petunjuk yang mungkin bisa kita 

dapatkan dan kita peroleh mungkin hanya ada di dua 

tempat…” ucap si gadis sambil mengacungkan dua jarinya 

sembari tersenyum. “… yaitu Istana Mataram…” sambung 

Mahesa Edan. ”…. dan Candi Prambanan…” sambung pula 

Panji Ateleng. “Tepat…!” ucap Dewi dua Musim sembari 

melemparkan senyumnya kepada kedua orang tersebut. “dan 

jangan kalian lupakan bocah kecil dan surau diatas bukit…” 

sambung setan ngompol sambil membetulkan letak 

celananya. “tumben hari ini kau pintar kek…?” goda naga 

kuning. Sementara itu dewi dua musim dan ajengan 

manggala wanengpati nampak saling pandang dan


mengaggukkan kepala. “para sahabat, bencana besar sudah 

ada di depan mata… aku membutuhkan pertolongan kalian 

semua untuk menemukan Pendekar Dua Satu dua dan 

mencegah sebisa mungkin agar bencana ini jangan sampai 

terjadi… aku dan dewi dua musim masih ada satu masalah 

yang harus diselesaikan di satu tempat… jikalau tidak 

keberatan baiklah kita saling berbagi tugas, biarlah urusan 

mengenai kerajaan mataram menjadi bagianku dengan dewi 

dua musim, sementara urusan bocah kecil disurau dan 

masalah candi prambanan ku serahkan kepada kalian… 

apakah kalian setuju…?” naga kuning, Setan Ngompol serta 

Mahesa Edan saling berpandangan. “kami berdua tidak 

merasa keberatan untuk menjalankan tugas ini kek 

disamping kami memang diutus oleh Kiai Gede tapa 

Pamungkas untuk menemukan Anak sableng itu… entah 

bagaimana dengan Sobat Mahesa dan Sobat Panji…” ucap 

Setan Ngompol. “aku sih ikut ramenya saja…!” ucap Mahesa 

edan sembari memainkan rokok di bibirnya. Sementara itu 

Panji Ateleng juga terlihat menganggukkan kepalanya, namun 

pandangan matanya tak lepas dari sosok dewi dua musim 

dihadapannya. ”baiklah kalau begitu. Satu purnama 

kemudian kita kembali bertemu di tempat ini untuk 

membahas perkembangan yang terjadi... selamat jalan…!” 

ucap Ajengan Manggala Wanengpati sembari melesat kearah 

utara diikuti oleh Dewi Dua Musim yang sempat melirik dan 

melepaskan senyumnya kearah Panji Ateleng. “ahh…” desis


Panji Ateleng sedih. “Surau yang tadi terlihat dalam 

penampakan cahaya letaknya tidak terlalu jauh dari sini… 

bagaimana kalau kita kesana dahulu melihat situasi baru 

kita beranjak menuju Prambanan?” Tanya Mahesa Edan yang 

dibalas anggukan oleh yang lainnya. Maka kemudian keempat 

orang inipun mulai beranjak meninggalkan kaliprogo dengan 

pikiran masing-masing. Setan ngompol dan naga kuning 

memikirkan nasib sahabat mereka Wiro Sableng si pendekar 

dua Satu dua, Panji Ateleng memikirkan Dewi dua Musim, 

sementara Mahesa nampak sibuk memikirkan dimana 

warung terdekat. Tangannya kiri kanan nampak sibuk 

menggeledah sekujur tubuhnya hingga mengucak-ngucak 

kedalam rambut gondrongnya Memeriksa kalau-kalau masih 

ada sebatang rokok yang terselip! Rupanya persediaan rokok 

sang pendekar sudah habis! “anak setan….!” Maki sang 

pemuda panjang pendek dengan bibir gatal! sementara itu 

sepeninggalnya mereka, tanpa disadari oleh keempatnya satu 

bayangan putih dan bayangan hitam nampak melesat 

kencang mengejar dan kemudian memotong arah menuju 

ketempat dimana surau kecil yang menjadi tujuan keempat 

pendekar kita ini melangkah! 

* * *


TUJUH


Ki Tanu Mangir menyeka lelehan keringat yang 

bercucuran didahi dengan ujung baju luriknya. Baju 

lurik tersebut nampak sudah basah dengan keringat dan 

nampak kotor oleh debu dan Lumpur sawah. Sang kakek 

kemudian beranjak dari dalam petak sawah dan berjalan 

menuju ke sebuah bale-bale kecil yang sering 

dipergunakannya untuk beristirahat sembari memperhatikan 

petak sawah kecil miliknya tersebut. Udara sore yang 

berhembus saat itu cukup menyegarkan tubuh renta yang 

kala itu baru saja selesai mencangkuli petak sawah kecil 

yang terletak tidak jauh dari Surau kecil tempat tinggalnya 

selama ini. Sang kakek terlihat tersenyum, mana kala melihat 

seorang bocah kecil yang terlihat sedang berlari-lari sembari 

tertawa di tegalan sawah miliknya. Bocah ini hanya 

bertelanjang dada, namun di kepalanya terlihat sebuah 

mahkota terbuat dari untaian daun jati dan daun pisang yang 

dijalin sedemikan rupa. Saat itu si bocah tidak sedang 

sendirian, ada dua orang anak lelaki sebayanya yang juga 

sedang bermain bersama sama dengan bocah berambut jabrik 

ini. “Nah Jenar…! Kau tertangkap…! Giliran kamu sekarang


yang jadi kucing ayo…!” ucap si bocah berambut jabrik 

sembari melepas mahkota daun jatinya dan memasangkan ke 

kepala bocah bernama jenar yang berhasil di tangkapnya. “ah 

kau curang Jabrik! Tubuhmu kan kecil, sedangkan aku 

gemuk begini! Ya pasti gampang kamu tangkap! Mana bisa 

aku menangkap kalian berdua! Tidak mau ah! Aku tidak mau 

jadi kucing! ” sungut si bocah bernama jenar yang memang 

bertubuh gempal ini. Sementara itu seorang lagi bocah 

nampak berjalan mendekat dan mendorong bahu jenar. “tidak 

bisa begitu jenar! Kan aturannya siapa yang tertangkap harus 

jadi kucing, nah aku dan jabrik kan sudah giliran jadi kucing, 

sekarang kan giliran kamu apalagi kamu yang duluan 

tertangkap. Kamu tuh yang curang! Pokoknya sekarang kamu 

harus jadi kucing! Titik…!” ucap si bocah dengan sengit. 

Sementara itu Bocah yang tidak lain adalah Jabrik Sakti 

Wanara ini nampak mengambil kembali mahkota pelepah 

daun jati dari kepala jenar. “sudahlah Wirat, biar saja… tidak 

mengapa kalau aku jadi kucing lagi, asal kalian jangan 

berantem ya? Ayo kita mulai, awas ya aku pasti bisa 

menangkap kalian…!” ucap Si bocah sembari tertawa lepas. 

Namun tawa sang bocah mendadak lenyap manakala 

dilihatnya dua orang temannya tersebut tidak mendengar apa 

yang diucapkannya melainkan nampak berdiri kaku dengan 

mata membeliak memandang kearah belakang Jabrik Sakti. 

“Wirat…? Jenar…? Ada apa dengan kalian? Ayo kita main 

lagi… aku…” sang bocah berucap sembari menyentuh bahu


kedua sahabatnya tersebut namun betapa kagetnya 

manakala begitu kedua tangannya memegang kedua bahu 

sahabatnya tersebut, tubuh kedua bocah kecil itu langsung 

jatuh ambruk ketanah! Tubuh kedua bocah malang tersebut 

nampak berubah kebiruan sementara darah nampak 

merembes dari sudut mata, telinga serta hidung dan mulut 

kedua anak malang tersebut. “Astaga! Wirat… Jenar…! Kalian 

kenapa?” ucap Jabrik Sakti seraya mengguncang-guncang 

kedua pundak kedua sahabatnya tersebut bergantian. “Kalau 

mereka berdua tidak mau jadi kucing, bagaimana kalau Aki 

saja yang jadi kucingnya? He.he.he dan kau yang jadi 

tikusnya… he.he.he…” ucap satu suara berat dari balik 

punggung Jabrik Sakti yang tentu saja mengagetkan si bocah. 

Si bocah kontan berbalik untuk mencari tahu siapa yang 

berbicara di belakangnya dan itu merupakan satu kesalahan 

fatal! Begitu sang bocah menatap sosok yang berdiri di 

belakangnya tubuh sang bocah sontak menegang kaku! 

Kedua mata si bocah nampak membeliak besar sementara 

mulutnya terbuka lebar! Dihadapan Jabrik Sakti Wanara 

berdiri seorang kakek bungkuk mengerikan yang 

mengenakan kain berbentuk pocongan! Kain kafan yang 

dikenakan oleh kakek ini penuh dengan robekan dan kotoran 

tanah sementara itu nampak seutas tali yang terbuat dari 

sebangsa usus kering tergantung di lehernya. di kalung 

tersebut terlihat tiga buah kain putih yang juga berupa 

pocongan dan menebar bau busuk yang amat sangat! Siapa


lagi kalau bukan Ki Buyut Pocong Mayit, Guru Pangeran 

Banowo! kakek sesat ini kala itu Kembali mengeluarkan ilmu 

Tatapan Penggetar Sukma miliknya yang pernah di 

keluarkannya pada Panji Ateleng untuk melumpuhkan Jabrik 

Sakti Wanara dan kedua sahabatnya tersebut sehingga 

Betapa kerasnya Jabrik Sakti berusaha untuk menggerakkan 

badannya, tetap saja kedua kaki dan tangan serta seluruh 

tubuhnya terbujur kaku. “Orang Jahat…! Lepaskan anak 

itu…!” teriak ki tanu mangir sembari mengangkat cangkulnya 

tinggi-tinggi dan berlari memburu kearah dimana Jabrik sakti 

Wanara berdiri terpaku akibat sirapan Ki buyut Pocong Mayit. 

namun baru beberapa langkah berlari tubuh kakek tua ini 

tiba-tiba tersungkur deras ke tanah berlumpur! Dengan 

tubuh bergetar kakek tua penjaga surau ini berusaha 

beranjak bangkit namun tubuh rentanya kembali terbanting 

rubuh manakala sang kakek malang baru menyadari bahwa 

dia sudah tidak memiliki sepasang kaki lagi! “Ki Tanu…! “ 

seru Jabrik Sakti Wanara kala melihat apa yang menimpa 

Kakek Penjaga surau yang baik hati ini. Air mata menetes 

deras di pipi bocah polos ini kala melihat bagaimana seorang 

Pemuda berpakaian dan berdestar hitam berjalan sembari 

menyeret sepasang kaki yang di kenali si bocah Sebagai Kaki 

milik si Penjaga Surau! Sang pemuda nampak berhenti dan 

menatap Tubuh Ki Tanu Mangir yang nampak masih terus 

berusaha merangkak kearah tempat Jabrik Sakti berada. 

“Lari ki…! Cepat pergi dari situ…!” teriak si bocah keras


dengan air mata berlinang. Bocah kecil ini seakan-akan tidak 

menyadari kalau kakek penjaga Surau yang dikasihinya ini 

sudah tidak lagi memiliki kaki untuk beranjak kemana-mana! 

“kakek keparat…! cepat lepaskan tubuhku…!” teriak Jabrik 

Sakti dengan kalap sembari memandang dengan penuh 

kemarahan kearah Ki Buyut Pocong Mayit. Sementara itu pria 

yang bukan lain adalah Merak Jingga yang sebelumnya 

bertarung dengan Dewi Dua Musim ini kemudian dengan 

secara kejamnya menendang tubuh sang kakek yang kontan 

terhempas kedalam sawah dengan keadaan mengenaskan 

dan putus nyawanya saat itu juga! “ kakek…!” teriak Jabrik 

Sakti Wanara kencang entah dengan kekuatan apa tiba tiba si 

bocah mampu menggerakkan tubuhnya dan berlari kencang 

kearah tempat Ki Tanu mangir terhempas. Ki Buyut Pocong 

Mayit bahkan sampai terkejut dengan apa yang bocah itu 

lakukan. “Menakjubkan! Anak ini mampu lepas dari belenggu 

tatapan penggetar sukma…? Benar-benar bocah ajaib!” ucap 

sang kakek gegetun. Sementara itu Sang Bocah sudah berdiri 

di samping jenazah kakek malang penjaga Surau kala satu 

tangan terasa membetot tangannya.”ayo kau ikut aku anak 

kecil…” ucap Merak Jingga seraya meanrik tangan si bocah 

keras. Namun sibocah tidak bergerak rupanya di tangan 

satunya nampak Ki buyut Pocong mayit juga sudah 

menggengam tangan sang bocah keras. “he.he.he, aku 

menemukan anak ini duluan jadi dia harus ikut aku dulu…” 

kekeh si kakek. “kakek keparat…” maki Merak jingga sembari


berusaha menarik tangan sang bocah. Sementara itu hampir 

bersamaan dengan kedatangan kedua tokoh sesat itu, 

rombongan naga kuning juga sudah sampai di tempat itu dan 

melihat apa yang dilakukan oleh kedua tokoh sesat itu. 

“celaka…! Keduaorang jahat itu sudah menemukan bocah itu 

terlebih dahulu…1 bagaimana mereka bisa tahu…?” ucap 

naga kuning heran. “selamatkan dahulu bocah itu, lihat dia 

begitu tersiksa atas perlakuan mereka berdua…” ucap 

mahesa yang dibals angukan oleh yang lainnya. Namun baru 

saja hendak bergerak tiba-tiba ki buyut pocong mayit nampak 

membentak sembari mendelikkan matanya.”jangan ikut 

campur…!” teriak sang kakek. “jangan lihat matanya! Seru 

PAnji Ateleng dan Mahesa bersamaan. Namun mereka 

terlambat! “celaka ning! Aku… aku tidak bisa menggerakkan 

kakiku…!’keluh setan ngompol. “sama kek…! Aku juga tidak 

bisa kemana-mana…!” panik naga kuning. Sementara itu 

Tubuh bocah cilik tersebut mulai bergetar keras akibat 

betotan tangan Ki Buyut Pocong Mayit dan Merak Jingga yang 

saling berebut menarik kedua tangannya. Kedua tokoh 

tersebut tidak mempedulikan keadaan sang bocah yang 

mengenaskan. mereka baru tersadar kala satu kekuatan 

dahsyat yang dibarengi auman harimau dikejauhan melempar 

keduanya masuk kedalam tegalan sawah! Mata kedua tokoh 

hitam ini terbeliak tak percaya kala melihat bocah yang 

diperebutkan tersebut nampak melayang diudara dengan 

sepasang mata tampak memutih menakutkan sementara di


dada sang bocah yang kurus telanjang tampak bercahaya tiga 

guratan angka, angka dua satu dua! “astaga! Apa tidak salah 

mataku ini? Apa benar itu Wiro? Tapi kenapa…” seru Setan 

Ngompol sembari delikkan kedua mata kearah sosok 

bayangan yang berdiri mengambang di punggung bocah 

kurus berambut jabrik yang dipanggil dengan sebutan Jabrik 

Sakti Wanara itu, apa yang dilihat oleh Setan Ngompol juga 

dilihat oleh Mahesa Edan, Naga Kuning dan Panji Ateleng. 

Dibalik sosok melayang Jabrik Sakti Wanara berdiri 

mengambang satu sosok seorang kakek berbaju dan 

berdestar putih. Rambut dan janggutnya terlihat melambai 

berwarna putih keperakan sementara ditangan sang kakek 

tergenggam sebuah senjata yang amat ditakuti oleh para 

tokoh golongan hitam. Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua! 

“astaga…! Benar itu kapak milik Wiro…! Tapi kenapa 

orangnya bisa jadi tua begitu…? Alamak…! Pusing aku! Tidak 

mungkin…! Aku tak percaya kalau kakek itu benaran 

Wiro…!” seru setan Ngompol sembari mencengkeram bagian 

bawah perutnya yang kembali bocor! Sementara itu Ki Buyut 

Pocong Mayit yang sebelumnya terlempar jatuh kedalam 

Tegalan Sawah terlihat merutuk habis-habisan. Kakek satu 

ini kemudian setelah tersadar dari keterkejutannya akibat 

hempasan kekuatan dahsyat yang keluar dari dalam tubuh 

Jabrik sakti lalu kemudian nampak menggenggam seonggok 

Lumpur sawah dan mengoleskannya ke kedua matanya 

sembari mengucapkan sebuah rapalan, Hal yang sama juga


nampak dilakukan oleh Merak jingga. Begitu kedua orang ini 

membuka matanya maka nampaklah bagaimana sepasang 

mata kedua tokoh ini telah berubah menjadi merah semerah 

darah! Ki buyut pocong mayit dan merak jingga sama 

pentangkan mata lebar-lebar kearah tubuh Jabrik Sakti 

Wanara, kedua tokoh ini kemudian sama melihat bahwa 

selain sosok kakek berdestar putih yang memegang kapak 

nampak pula sosok seorang Nenek yang memakai kain 

tanjung putih memegang sebuah pedang tipis berkepala naga 

menyatu dalam diri si bocah! Namun bukan Nenek dan 

pedang yang dipegang olehnya yang menjadi perhatian dua 

orang tokoh sesat ini melainkan sebuah bayangan samar 

berbentuk sebuah keris berlekuk delapan yang nampak 

bersemayam di dekat jantung si bocah kecil! “ternyata benar 

apa yang dikatakan Nyai ratu junjungan tempo hari! Bocah 

berambut jabrik itu kemungkinan besar merupakan 

perwujudan kasar dari Keris Naga Sanjaya Dua Satu Dua 

yang ada dalam legenda! Sebuah keris hasil perkawinan 

sepasang senjata sakti Kapak Maut Naga Geni dan Pedang 

Naga Suci Dua Satu Dua! Keparat…! aku harus merebut Keris 

itu sebelum kedahuluan Yang Lainnya…!” sehabis berpikir 

begitu Kakek berdandan layaknya Pocong ini melesat secepat 

kilat dengan tangan terpentang mengarah ke dada sang 

Bocah! Hal yang sama kembali juga dilakukan oleh Merak 

Jingga, melihat Ki buyut Pocong Mayit bergerak melabrak 

Jabrik Sakti yang saat itu masih dalam keadaan melayang


diudara, Pemuda ini juga bergerak secepat kilat dengan cakar 

terpentang mengarah kedada sang Bocah yang didalam 

tubuhnya tersimpan tiga buah senjata sakti ini! “anak itu 

dalam bahaya…!” teriak naga kuning yang akhirnya bisa 

membebaskan diri dari sirapan si kakek pocong sambil 

melesat sembari melepaskan satu pukulan tangan kosong 

kearah Merak Jingga yang berada paling dekat dengan 

dirinya. Seolah-olah sejalan dengan pemikiran sang bocah, 

setan ngompol yang saat itu sudah bisa membebaskan diri 

dari sirapan ilmu Tatapan Penggetar sukma yang sebelumnya 

dilepas oleh Ki Buyut Pocong Mayit saat itu juga nampak 

sedang berjibaku melancarkan jurus andalannya yaitu Setan 

Ngompol Mengencingi Pusara kearah kepala Ki Buyut Pocong 

Mayit! Kakek Penghuni Kubur Batu Watu Selirang ini 

keluarkan suara tercekik kala angin tendangan yang 

dibarengi titik-titik air berbau pesing menghantam wajahnya. 

“jahanam…!” rutuk sang kakek seraya memutar cakarnya 

menyambut tendangan dua kaki setan ngompol. Hebatnya 

sembari membalas serangan setan ngompol, kakek ini masih 

sempat melancarkan serangan jarak jauh berupa satu sinar 

pukulan berwarna kuning kearah dada jabrik sakti wanara! 

Setan ngompol terjengkang keras manakala kibasan cakar Ki 

buyut pocong mayit melabrak kedua kakinya. Tidak jauh 

berbeda dengan apa yang terjadi pada diri Naga Kuning, 

serangan tangan kosong si bocah ini di mentahkan dengan 

begitu mudahnya dengan satu kibasan tangan merak jingga


yang dilembari aji kesaktian Watu Cadas andalannya. 

kemudian Begitu berhasil menjatuhkan naga kuning, Merak 

jingga kembali melanjutkan serangannya. Kedua telapak 

tangannya yang berbentuk cakar dihantamkan kedepan 

kearah tubuh Jabrik Sakti dengan menggunakan salah satu 

ilmu ajaran gurunya Sang Penyesat Iman yaitu ilmu 

Sepasang Cakar Mengeruk Samudera. akhirnya kemudian 

nampaklah bagaimana Dua jalur ilmu pukulan mematikan 

yang dilepaskan oleh Ki Buyut Pocong Mayit dan Merak 

Jingga bergerak dengan kecepatan luar biasa saling 

berkejaran hendak meluluh lantakkan tubuh Jabrik Sakti! 

Panji Ateleng dan Mahesa Edan yang melihat keadaan yang 

berbahaya ini berseru keras sembari melesat hendak 

memapaki dua serangan ilmu kesaktian yang berbahaya ini, 

Nampak Mahesa Edan bergerak hendak memutar Papan Kayu 

Hitam senjatanya kearah kedua sinar yang hendak melabrak 

tubuh sang bocah! Begitu juga dengan Panji Ateleng, 

sepasang telapaknya yang berwarna kebiruan baru saja 

hendak melepaskan pukulan Membalik Puncak Menyingkap 

Mega yang di dapatnya dari Eyang Toh Bagus Kamandipa 

namun kedua pemuda ini akhirnya urung bertindak 

manakala nampak dua bayangan lain melesat secepat kilat 

dari balik tubuh sang bocah secara tiba-tiba melabrak 

langsung serangan Ki Buyut Pocong Mayit dan Merak Jingga! 

Bayangan pertama adalah bayangan kakek berbaju putih 

yang memegang kapak maut naga geni dua satu dua yang


sedari tadi berdiri menggantung di balik pungung sang bocah, 

sementara bayangan lainnya adalah bayangan seorang Nenek 

berkain tanjung yang juga berwarna Putih. Namun beda 

dengan kakek yang memegang kapak, Nenek satu ini nampak 

melesat dari dalam dada si bocah kurus sembari 

mengacungkan sebilah pedang! Pedang Naga Suci Dua Satu 

Dua! suara ledakan keras terdengar membahana manakala 

pukulan Sepasang Cakar Mengeruk Samudera yang dilepas 

oleh Merak Jingga dan pukulan Wisa Kuning yang dilepas 

oleh Ki Buyut Pocong Mayit dipunahkan oleh sepasang 

senjata sakti Kapak Maut Naga Geni dan Pedang Naga Suci 

Dua Satu Dua! Naga Kuning dan Setan Ngompol yang saat itu 

sama-sama rebah ditanah akibat hantaman merak jingga dan 

ki buyut pocong mayit perdengarkan sorak kegirangan mana 

kala melihat bagaimana dua serangan yang dilancarkan oleh 

dua orang tokoh sesat ini bisa dipunahkan oleh dua orang 

kakek dan nenek penjaga Bocah aneh berambut jabrik 

dihadapan mereka dengan menggunakan senjata yang 

mereka kenali sebagai kapak maut naga geni dan pedang 

naga suci dua satu dua ini. Namun kegirangan mereka 

sontak berubah mana kala tiba-tiba terlihat segulungan asap 

berbentuk kabut pekat bergulung membuntal secara cepat 

melibat tubuh dan tangan Nenek yang memegang Pedang 

naga suci dua satu dua! Tidak hanya sampai disitu, kabut 

tebal yang entah datang darimana itu dengan kecepatan luar 

biasa juga melibat dan membungkus erat tubuh semua orang


yang ada di tempat itu dengan tidak terkecuali! “kakek setan 

ngompol! Tolong aku! Aku tidak bisa bergerak!” teriak naga 

kuning panik seraya berusaha membebaskan diri dari libatan 

kabut yang mengikat erat tubuhnya. “sama ning! Aku juga 

tak bisa bergerak! Celaka! Kabut apaan nih buset! Pakai 

masuk dalam celana segala! Aduh… aduuhh” teriak setan 

ngompol tak kalah paniknya! “Arya Segoro! selamatkan Jabrik 

Sakti! Jangan sampai Naga Sanjaya direbut oleh mereka!” 

teriak sang nenek pemegang pedang naga Suci dua satu dua 

keras kearah kakek berambut perak yang serta merta 

meloncat mundur kearah tubuh jabrik sakti wanara 

manakala melihat hal yang terjadi pada si Nenek. “Kintani 

Saraswati…!” seru si kakek yang dipanggil dengan sebutan 

Arya Segoro ini sembari berusaha menghalau kabut yang 

hendak menyelimuti dirinya dan jabrik sakti dengan 

mengebutkan Kapak Maut Naga Geni kearah kabut yang 

menjalar dengan cepat. terdengar suara laksana ribuan tawon 

mengamuk manakala kapak maut naga geni berputar 

kencang menyelubungi tubuh sang kakek dan jabrik sakti 

wanara yang masih dalam keadaan tak sadarkan diri 

mengambang diudara! Sementara itu dalam keadaan 

sedemikian rupa mendadak dari langit turun sebuah cahaya 

kemerahan melesat dengan kecepatan tinggi kearah Tubuh 

sang Kakek dan Jabrik Sakti Wanara! “Astagfirullah! Jangan 

Kau sesat wahai Putera Langit! Yang kau ingin bunuh itu 

adikmu sendiri Naga Sanjaya!” teriak Si nenek keras kala


melihat cahaya merah yang meluncur dengan derasnya dari 

atas langit tersebut! sosok yang meluncur deras tersebut 

ternyata adalah sosok seorang kakek yang memegang sebuah 

pedang merah yang bercahaya terang! Pedang tersebut 

bergetar keras dalam genggaman kakek yang tidak jelas 

terlihat akibat cahaya silau yang menebar dari dalam badan 

pedang. Dengan kecepatan yang luar biasa Pedang merah ini 

menukik dengan derasnya dengan sasaran yaitu bayangan 

keris berlekuk delapan yang membayang samar di dada 

Jabrik Sakti Wanara! “Demi Allah! Naga Geni, Naga Suci! 

Selamatkan Putera Kalian…!” teriak Nenek yang dipanggil 

dengan sebutan Kintani Saraswati ini seraya melemparkan 

pedang naga suci dua satu dua ke udara! Mendengar teriakan 

sang nenek, Sang Kakek berdestar putih yang bernama Arya 

Segoro ini juga langsung melemparkan Kapak yang di 

genggamnya kearah cahaya merah laksana mega yang datang 

menyongsong dari langit! “astaga…! Ning…! Lihat…! 

Bukankah kakek yang memegang pedang itu Kiai Gede Tapa 

Pamungkas…! atau apa mataku yang salah ya…?” teriak 

setan ngompol dengan pandangan melotot kearah kakek 

pemegang pedang merah yang menukik deras ke bawah. “iya 

kek…! matamu tidak salah! Biar jereng tapi benar tidak salah! 

Itu benaran Sang Kiai…! Itu guru kek…!” ucap Naga Kuning 

dengan mata sama melotot! Sementara itu kejadian luar biasa 

kembali terjadi manakala sepasang senjata yang ditakuti di 

seluruh penjuru negeri ini dilemparkan keudara


menyongsong datangnya cahaya merah! Sosok pedang dan 

kapak tiba-tiba saja sirna berganti wujud menjadi sepasang 

naga raksasa! Yang satu adalah seekor naga jantan berwarna 

putih dengan sebuah batu permata besar berwarna merah 

melekat dikeningnya sementara satunya lagi adalah seekor 

naga betina yang juga memiliki sebuah permata berwarna 

hijau yang melekat diatas kening sang naga. Dua ekor naga 

raksasa ini nampak mengaum gusar menyambut datangnya 

cahaya merah yang mereka kenali sebagai cahaya buah hati 

mereka, Buah hati tak berdosa yang terlahir akibat cinta 

terlarang, buah hati Yang kini datang dengan dendam 

membara hendak membunuh adiknya sendiri Keris Naga 

Sanjaya Dua Satu Dua! Dialah Pedang Naga Merah Dua Satu 

Dua, Sang Putera Langit! 


T A M A T 


Episode Berikut: 


“Keris Naga Sanjaya 212”


Cuplikan episode berikutnya: 

“ Naga Dewantara semakin mempererat dekapan Pedang 

Naga Merah yang perlahan namun pasti mulai menembus 

dada bidangnya yang dipenuhi sisik kuning ini. Tubuh pemuda 

berambut panjang menjulai yang lebih dikenal dengan 

sebutan Naga Hantu dari Langit Ketujuh ini mulai bergetar 

keras! Sepasang matanya yang juga berwarna Kuning nampak 

membeliak besar kala merasakan bagaimana panasnya hawa 

pedang yang mulai memasuki tubuhnya sedikit demi sedikit! 

sungguh sukar nian dibayangkan penderitaan yang dialami 

oleh pemuda perwujudan naga pelindung bocah Naga Kuning 

ini. bahkan Kiai Gede Tapa Pamungkas seorang yang 

dianggap manusia setengah dewa pun sampai meneteskan air 

matanya melihat penderitaan Sang Naga! Sang Kiai nampak 

perlahan membisikkan kalimat suci yang dengan susah payah 

diikuti oleh Sang Pemuda, Begitu Selesai berucap maka 

menggelegarlah teriakan dari mulut Sang Raja Naga Tanah 

Jawa! Tubuh sang pemuda mulai dari dada hingga ke ujung 

rambutnya dilamun kobaran api yang sangat besar! Inilah 

akhir hidup dari Tetua Para Naga Tanah Jawa yang selama 

hidupnya diabdikan untuk menjaga kelangsungan hidup 

seorang Bocah dan harus mengakhiri hidupnya guna 

melindungi hidup bocah lainnya. Hanya dia seorang yang 

mampu melakukan semua itu, Dialah Sang Naga Dewantara, 

alias Naga Hantu Langit ke Tujuh…!” (^0^)!


0 komentar:

Posting Komentar