BTemplates.com

Blogroll

Senin, 06 Januari 2025

PENDEKAR BLOON EPISODE MANUSIA PEMBURU SETAN


matjenuh khairil

 

PENDEKAR BLO'ON

Karya : D. Affandy

EPISODE I PEMIKAT IBLIS

EPISODE II IBLIS BETINA DARI NERAKA

EPISODE III MEMBURU MANUSIA SETAN

Cerita ini adalah fiktif

Persamaan nama, tempat dan ide hanya 

kebetulan belaka.

MEMBURU MANUSIA SETAN

Oleh : D. AFFANDY

Diterbitkan oleh : Mutiara, Jakarta

Cetakan Pertama : 1994

Sampul : Ken Bangun

Setting Oleh : M. Yohandi

Hak penerbitan ada pada penerbit Mutiara

Dilarang mengutip, mereproduksi 

dalam bentuk apapun tanpa ijin 

tertulis dari penerbit.


SATU


Di dalam ruangan bawah tanah itu 

pemuda bertampang tolol berambut hitam 

kemerah-merahan sedang bingung. Ia sudah 

mencoba segala cara untuk keluar dari 

perangkap yang dibuat oleh Mustika Jajar 

alias Betina Dari Neraka. Untuk lebih 

jelasnya (dalam episode Betina Dari 

Neraka). Namun semua cara yang telah 

ditempuhnya tidak menghasilkan sesuatu 

yang berarti.

Pemuda berpakaian biru muda dengan 

ikat kepala warna biru belang-belang 

kuning itu akhirnya hanya duduk ter-

menung. Tidak jauh dari pemuda tampan itu 

duduk seorang laki-laki berambut putih 

berjenggot dan berkumis putih. Tubuhnya 

pendek tidak sampai setengah meter. 

Dialah Wiro Suryo alias Tenggiling Kedil.

"Kau harus ikut mencari jalan 

bagaimana caranya agar kita bisa keluar 

dari kubangan lintah ini, Tenggiling 

Kedil!?" dengus pemuda berbaju biru muda 

yang tidak lain adalah Suro Blondo atau 

lebih dikenal dengan julukan Pendekar 

Blo'on sambil garuk-garuk kepala.

"Aku... ha ha ha...! Apakah tidak 

keliru. Percuma kau dijuluki si anak 

ajaib. Ingatkah kau ketika menjelang 

kelahiranmu banyak tokoh-tokoh sakti di 

rimba persilatan datang berduyun-duyun ke


Gunung Bromo untuk mendapatkanmu. Lalu 

mana keajaiban itu?" sindir Wiro Suryo 

sinis.

"Kau memang seorang kawan tidak 

punya guna, kawan yang membosankan yang 

telah membawaku terjerumus ke dalam 

perangkap gila ini!" maki Pendekar Blo'on 

berang.

"Hei... tidak perlu menyesali 

nasib. Semua yang terjadi sudah ada dalam 

surat hidupmu, juga hidupku."

"Suratan nasibmu dan nasibku mana 

bisa disamakan. Aku tetap aku, sedangkan 

kau sampai tua tetap seperti bayi, bayi 

bangkotan berkumis dan berjenggot putih. 

Huh betapa memalukan!"

"Tidak perlu menghina. Lihatlah, 

lintah-lintah celaka ini terus menghisap

darah kita. Kalau terus bertengkar, kapan 

kita dapat menemukan jalan keluar dari 

sini?!" kata Wiro Suryo. 

Pendekar Blo'on terdiam. Rasanya 

memang tidak ada gunanya bertengkar saat 

itu. Mereka telah terjebak di ruangan 

bawah tanah tersebut selama tiga hari, 

berarti hukuman yang akan dijatuhkan oleh 

Mustika Jajar si gadis sesat tersebut 

sekitar empat hari lagi. Otaknya yang 

cerdik segera memikirkan jalan keluar 

yang memungkinkan bagi mereka. Lalu saat 

ia memperhatikan dinding-dinding kamar di 

sekelilingnya. Maka terlihatlah olehnya


sebuah saluran air. Suro mendekatinya, 

kemudian segera melakukan pemeriksaan.

Tuk! Tuk! Tuk!

Diketuknya dinding di samping 

saluran air tersebut. Ternyata saluran 

air yang cukup jernih dan telah 

dipergunakan untuk menghilangkan dahaga 

selama beberapa hari ini berongga. Pemuda 

tampan bertampang ketolol-tololan itu pun 

tersenyum.

"Kakek Suryo! Kemarilah sebentar!" 

panggil Suro Blondo dengan wajah berseri-

seri.

"Ada apa lagi? Kau telah menemukan 

lubang kubur untuk kita berdua?" ejek 

Tenggiling Kedil.

"Tentu saja. Mudah-mudahan jalan 

ini untuk keselamatan kita!"

"Kurasa saluran air ini menuju ke 

neraka!" sahut Wiro Suryo.

Tidak lama kemudian ia mulai 

mengetuk-ngetuk dinding di sebelah 

saluran. Ternyata di balik dinding batu 

itu memang berongga.

"Aku harus melepaskan pukulan untuk 

membuktikan apakah di balik dinding ini 

ada jalan keluar atau tidak!" tegas 

pemuda berambut hitam kemerahan tersebut.

"Jangan! Pukulanmu hanya akan 

membuat dinding ini runtuh. Mati yang 

paling tidak menyenangkan adalah bila 

kita tertimbun longsoran tanah!" ucap


Wiro Suryo. 

"Lalu...?"

"Kita gali dinding ini!" kata kakek 

berbadan pendek ini tegas.

Tanpa bicara apa-apa lagi kedua 

laki-laki yang sama konyolnya itu mulai 

melakukan penggalian. Setelah sampai 

sepemakan sirih, maka dinding batu di 

samping saluran air telah selesai mereka 

gali.

"Lihat! Ada sebuah terowongan di 

sini! Kita bisa bebas...!" seru Pendekar 

Blo'on sambil berjingkrak-jingkrak 

kegirangan.

"Mudah-mudahan terowongan ini 

menuju ke dunia bebas! Ingat! Kau 

sekarang yang mencari jalan keluar. Jika 

ada malapetaka menghadang di depan sana, 

jangan lagi salahkan aku!" ujar Wiro 

Suryo.

"Kalau tidak setuju sebaiknya 

jangan ikut aku! Sekarang aku akan masuk 

ke dalam terowongan ini!" tegas Suro 

Blondo.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, 

Pendekar Blo'on mulai memasuki terowongan 

tersebut. Ia terpaksa merangkak karena 

terowongan di samping saluran air yang 

menghubungkan ke kolam lintah ternyata 

agak sempit. Bagi Wiro Suryo yang 

berbadan kerdil tentu terowongan tersebut

cukup lebar. Ia bahkan dapat berjalan


tegak. Karena tinggi tubuhnya tidak lebih 

hanya setengah meter.

"Betapa untungnya mempunyai 

badan sepertiku. Aku tidak perlu 

merangkak seperti seekor babi yang 

terjebak perangkap!"

"Kau menyindirku!" dengus Suro 

Blondo kesal.

"Tidak usah marah-marah, aku bicara 

dengan diriku sendiri!"

"Dasar orang gila!" sahut Pendekar 

Blo'on.

Tidak lama mereka sampai di ujung 

terowongan. Tetapi di ujung terowongan 

itu terdapat dua buah terowongan pula. 

Yang satu ke arah selatan sedangkan yang 

satunya lagi ke arah utara.

"Sekarang bagaimana, kita akan 

menelusuri terowongan yang mana?" tanya 

Pendekar Blo'on sambil menggaruk-garuk 

kepalanya.

"Terserah kau! Aku kan hanya ikut 

kemana kau pergi."

"Kurasa otakmu lebih kecil dari 

otak semut. Tenggiling Kedil. Diajak 

bertukar pikiran saja kau tidak bisa." 

gerutu si pemuda sambil menyeka keringat 

yang membasahi wajahnya.

"Otakku memang kecil, tetapi 

pikiranku seluas jagad. Aku tidak mau 

kasih pendapat, sebab aku takut salah 

lagi. Kau tahu orang yang paling jelek di


dunia ini bila sedang marah adalah kau!" 

ejek Wiro Suryo.

"Dan manusia yang paling menye-

balkan kaulah orangnya!" jawab Pendekar 

Blo'on tidak mau kalah.

Lalu mereka saling diam lagi. Suro 

kemudian memutuskan untuk menelusuri 

terowongan yang menuju ke arah selatan. 

Sedang Wiro Suryo terus mengikuti di 

belakangnya. Di ujung lorong sebelah 

selatan tersebut ternyata terdapat sebuah 

sungai. Rupanya air sungai itulah yang 

mengairi kolam lintah di ruangan bawah 

tanah.

"Kita sudah bebas, benar-benar 

bebas. Kau lihat ada langit, pohon dan 

suara gemuruh air!" desis Pendekar 

Blo'on. Wiro Suryo tidak langsung 

menjawab. Hidungnya kembang kempis seakan 

sedang mengendus-endus sesuatu.

"Aku seperti mencium bau bangkai!" 

kata Wiro Suryo, matanya melirik pada 

kawannya yang tampak sedang mengagumi 

keindahan alam.

"Apa...?"

"Aku membaui sesuatu yang busuk!" 

tegas kakek berbadan kerdil seperti bayi 

dengan ketus.

Wiro Suryo malah tersenyum. Tatapan 

matanya tetap memandang lurus ke depan. 

Tepatnya ke permukaan air. Sungai yang 

lebar itu memang sepi, tetapi sekejab


tadi ia melihat ada bayangan-bayangan 

putih berkelebat.

"Kurasa kolam lintah itu berisi 

tinja. Kotorannya Mustika Jajar. Tahu 

tidak walaupun gadis itu cantik. Tetapi 

kotorannya tetap bau. Sebentar lagi kita 

bisa mandi." jawab Pendekar Blo'on.

Bau busuk semakin menusuk, sehingga 

membuat Tenggiling Kedil jadi curiga. 

Tetapi ia terus mengekor di belakang 

Pendekar Blo'on ketika pemuda berpakaian 

biru muda tersebut keluar dari tero-

wongan. Pemuda bertampang ketolol-tololan 

itu segera menarik nafas sedalam-

dalamnya.

"Hemm, lega rasanya! Tetapi... 

eh...!" Suro mendesis kaget. Ternyata ia 

juga mencium bau sesuatu yang sangat 

busuk. Tiba-tiba saja ia menoleh pada 

Wiro Suryo.

"Ada kau cium bau sesuatu?" tanya 

si pemuda.

"Kurasa kupingmu benar-benar tuli. 

Sudah kukatakan sejak tadi bahwa aku 

mencium bau yang teramat busuk!" sahut 

kakek berbadan super pendek sinis.

"Bau bangkai?"

"Tepat! Bau orang yang sudah 

mampus!" jawab Wiro Suryo.

Suro berjalan ke arah pinggiran 

sungai. Tetapi langkahnya tiba-tiba saja 

terhenti ketika melihat ada mayat yang


telah membusuk tidak jauh di depannya. 

Ketika ia melakukan pemeriksaan, ternyata 

mayat itu adalah mayat seorang gadis 

memakai baju warna putih.

Ia tersentak kaget, sebab tadi ia 

juga sempat melihat ada bayangan putih 

seperti menari-nari di permukaan air yang 

deras arusnya itu. Bayangan itu tiba-tiba 

lenyap ketika Tenggiling Kedil 

mengajaknya bicara.

"Kau lihatlah ini...!" seru Suro.

"Disini juga ada mayat." kata Wiro 

Suryo pelan.

Setelah mereka mengitarkan pan-

dangan matanya, ternyata banyak sekali 

mayat-mayat bergeletakan disitu. Dan 

mereka semuanya terdiri dari kaum 

sejenis.

"Siapa yang telah melakukan 

perbuatan keji ini?" tanya Suro.

"Mana aku tahu! Tetapi mayat-mayat 

ini sedikitpun tidak terluka. Cuma 

sekujur tubuh mereka membiru seperti 

keracunan!" gumam Tenggiling Kedil.

Mereka segera menyingkir menjauhi 

mayat-mayat tersebut karena tidak tahan 

dengan baunya yang busuk. Sekitar lima 

belas batang tombak mereka melangkah. 

Tiba-tiba terdengar suara seorang 

perempuan. Suaranya itu mirip ratapan 

seorang gadis yang sedang dirundung duka.

"Bertanya pada orang kaya, langit,


bumi, udara, tumbuhan dan makhluk punya 

jiwa siapa yang punya? Bertanya pada 

nafsu, amarah dendam, iri dengki, tamak 

dan sombong kemana perginya? Bertanya 

pada hati, cinta kasih sayang untuk 

siapa? Hidup tujuh puluh tahun entah buat 

apa? Orang-orang jujur mati terbujur. 

Manusia banyak dosa panjang umurnya. 

Lihatlah bangkai yang berserakan, mereka 

korban angkara murka! Lalu aku si tua 

bangka bisa apa? Aku tidak bisa apa-apa. 

Hik kik hik! Betapa menyedihkan!"

Pendekar Blo'on dan Wiro Suryo 

saling pandang dan sama-sama membasahi 

lidah.

"Siapa dia?" tanya Suro.

"Hemm, aku hidup hampir sembilan 

puluh tahun. Tetapi aku tidak pernah 

mendengar tentang orang ini. Barangkali 

Kuntilanak, wewe air atau penyair picisan 

sedang bersenandung" sahut Tenggiling 

Kedil seenaknya.

"Sudahlah buat apa kita pikirkan. 

Sekarang aku harus kembali mencari 

Mustika Jajar. Perempuan itu mempunyai 

dosa selangit tembus. Dan lagipula dia 

telah membunuh Pematung Kelana, selain 

itu manusia jelmaan patung batu itu harus 

kumusnahkan!" tegas Pendekar Blo'on. 

(Untuk lebih jelasnya siapa Pematung 

Kelana, dalam episode Pemikat Iblis).


"Apa kau pikir hanya kau saja yang 

punya kepentingan. Betina Dari Neraka 

sangat sakti sekali. Aku tidak ingin 

melihatmu mati konyol di tangannya. Jadi 

aku harus ikut!" kata Wiro Suryo.

Pendekar Blo'on baru saja ingin 

mengatakan sesuatu. Namun ucapannya 

tertunda karena tiba-tiba saja air sungai 

yang deras itu bergolak hebat. Lalu 

terdengar suara menderu-deru seperti air 

bah. Kedua sahabat tersebut tercengang. 

Mereka menjadi kaget ketika melihat ada 

sesuatu bergerak-gerak di dalam pusaran 

air itu. Sampai kemudian tampak dua sosok 

bayangan putih melesat ke udara. Lalu 

mendarat lagi di permukaan air sambil 

menari-nari.

"Han... hantu...!" desis Pendekar 

Blo'on.

"Goblok, mereka bukan hantu. Kurasa 

kalau tidak salah mereka inilah Dewi 

Kehidupan!" ujar Wiro Suryo yang ternyata 

memang mempunyai pengalaman lebih luas 

dibandingkan Pendekar Blo'on.


DUA



Ternyata dugaan Pendekar Blo'on 

meleset. Kedua sosok berpakaian serba 

putih ini memang manusia. Tepatnya 

seorang nenek tetapi memiliki wajah


cantik dan seorang gadis berparas jelita. 

Pendekar Blo'on sempat tercengang karena 

gadis itu wajahnya sangat mirip sekali 

dengan Dewi Bulan. Untuk lebih jelasnya 

(Dalam Episode Bayang-Bayang Kematian). 

Setelah melakukan gerakan seperti orang 

menari di atas air tanpa basah barang 

sedikit pun. Maka kedua perempuan itu 

langsung melayang ke daratan.

Jliik!

Keduanya menjejakkan kaki tanpa 

menimbulkan suara sama sekali. Sekejab 

gadis dan nenek cantik itu memperhatikan 

Suro Blondo dan Wiro Suryo silih 

berganti.

"Hari ini kulihat lagi sebuah 

kesedihan di balik duka yang kurasakan 

atas meninggalnya beberapa orang muridku! 

Kau siapakah pemuda tampan bertampang 

bego?" tanya si nenek tanpa 

memperkenalkan dirinya.

"Aku.... Aku Suro Blondo...! 

Sedangkan kawanku yang pendek tetapi 

sudah tua bangka ini namanya Wiro Suryo." 

sahut pemuda berambut hitam kemerahan itu 

setengah mendongkol.

"Kalian orang-orang konyol hendak 

kemanakah?" tanya si nenek cantik.

"Aku tidak mau menjawab jika kalian 

tidak memperkenalkan diri!" desis Suro 

bersunggut-sungut.

"Aku juga...!" timpal Tenggiling



Kedil tidak mau kalah.

"Jika kau bicara seperti itu pada 

saat aku tidak sedang berduka. Mungkin 

aku masih bisa maklum. Tetapi sekarang 

jangan coba-coba membantah. Kalian berada 

di daerah kekuasaanku! Menolak permintaan 

berarti mati!" dengus si nenek cantik 

berang.

"Ha ha ha...! Kau dengar itu, bocah 

tolol. Ancamannya sungguh membuat tubuhku 

semakin bertambah kecil. Apakah kau mau 

menjawab pertanyaan nenek sinting ini?" 

ejek Tenggiling Kedil. Suro Blondo 

pencongkan mulutnya. Lalu keluarkan 

siulan panjang seperti suara kera.

"Hidup dan mati tidak pernah 

kutakutkan! Kalau tidak bersalah tentu 

aku bisa mati tertawa!"

"Bagus! Tertawalah kau sepuas-

puasnya!" dengus si nenek cantik.

Sedangkan gadis yang menyertainya 

sejak tadi hanya diam saja sambil 

memperhatikan Suro Blondo.

"Bunuh! Bunuh!" teriak si nenek 

tidak jelas perintahnya itu ditujukan 

pada siapa.

Byur!

Tiba-tiba saja air di dalam sungai 

bergolak kembali. Lalu terdengar suara 

deru angin kencang disertai semburan air 

yang dingin. Sebuah kekuatan yang dahsyat 

telah menyeret tubuh Suro dan Wiro ke


tengah-tengah pusaran air tersebut.

"Haup...! Haup!"

Hanya dua kali saja kedua laki-laki 

ini tampak timbul tenggelam. Kemudian 

mereka lenyap dan tersedot ke dalam 

pusaran air tersebut. Wiro Suryo adalah 

tokoh kawakan dari Gunung Sembung. 

Sedangkan Pendekar Blo'on adalah seorang 

pendekar yang mempunyai ilmu olah 

kanuragan sangat tinggi. Jika keduanya 

tidak mampu melepaskan diri dari daya 

tarik pusaran air tersebut. Ini merupakan 

pertanda bahwa nenek cantik itu mempunyai 

keahlian yang sangat hebat.

Setelah lima belas menit Suro dan 

Wiro tenggelam, tidak lama kemudian 

mereka tampak muncul kembali. Tapi tubuh 

mereka sudah sangat lemas seakan tidak 

punya daya. Nenek cantik menyeret 

keduanya ke pinggir sungai. Kemudian 

menelentangkannya di atas pasir.

"Seandainya kalian tadi mati, 

apakah menurut kalian kematian itu 

enak...?" tanya si nenek.

"Apa sebenarnya keinginanmu, Ni

sanak? Sehingga berani mempermainkan kami 

yang tidak punya salah apa-apa padamu?" 

protes Wiro Suryo geram.

"Aku sedih, hik hik hik...! Jangan 

berani macam-macam, jawab dulu perta-

nyaanku!"

"Jangan tanya aku dan kawanku! Kami


belum pernah mati, lagi pula engkau sedih 

apakah aku juga harus ikut sedih, huk huk 

huk!" sahut Suro sambil tertawa.

Rupanya gadis jelita yang mendam-

pingi si nenek cantik akhirnya tidak 

sabar juga melihat ulah si nenek cantik.

"Guru, tidak pantas menyiksa 

mereka. Lagipula kita tidak tahu apakah 

dia berada di pihak perempuan setan itu 

atau tidak. Sebaiknya kita tanya langsung 

pada persoalan yang kita hadapi!" saran 

si gadis. Si nenek cantik tidak langsung 

menjawab, melainkan kibaskan jubahnya 

yang menjela.

"Dewi Arimbi muridku, terlalu 

banyak manusia palsu di dunia ini. Ter-

lalu banyak pula keanehan yang terjadi. 

Apakah mereka mau mengaku bila kita tanya 

tentang saudara-saudaramu yang sudah 

tewas!"

"Benar salahnya tergantung nanti! 

Yang penting kita tanya dulu kedua 

manusia konyol ini."

"Hemm, ucapanmu ada benarnya juga. 

Baiklah, sekarang aku akan menanyai 

mereka!" kata si nenek cantik, seraya

melangkah maju beberapa langkah.

"Kalian lihat mayat-mayat itu?" Si 

nenek menuding salah satu mayat yang 

tergeletak tidak jauh di pinggir sungai.

"Hanya orang buta saja yang tidak 

melihatnya!" sahut Suro sambil garuk


garuk kepala.

"Bagus! Kalian tahu mereka adalah 

korban perempuan yang berjuluk Betina 

Dari Neraka!" jelas si nenek cantik.

"Kami juga sedang memburu Manusia 

Setan itu beserta kaki tangannya!" tegas 

Wiro Suryo.

"Heh... benarkah begitu?" desis si 

nenek cantik Tambel Nyawa.

"Kawanku tidak berdusta. Kalau 

tidak percaya tanya saja pada para hantu, 

setan, jin, burung-burung yang sedang 

terbang atau iblis itu sendiri. Kami 

bahkan baru saja meloloskan diri jebakan 

Iblis Betina Dari Neraka." Suro Blondo 

menimpali.

Nenek cantik sebenarnya maklum 

dengan ucapan pemuda yang tampak rada-

rada miring itu. Tetapi mungkinkah pemuda 

bertampang tolol seperti itu punya urusan 

dengan Betina Dari Neraka?

"Untuk sementara waktu aku terpaksa 

mempercayaimu! Tetapi awas jika kelak di 

kemudian hari kalian berdusta padaku. 

Maka aku akan membuat perhitungan dengan 

kalian!" kata si nenek cantik.

"Kalau percaya ya percaya, jangan 

harus terpaksa. Lagipula siapa yang 

memaksamu, nenek? Aku tidak memaksa 

apalagi kawanku?"

"Diam kau pemuda ceriwis! Sekarang 

kalian harus memejamkan mata!" perintah


Dewi Arimbi.

Walaupun hati mereka dipenuhi 

dengan tanda tanya, namun Suro dan Wiro 

Suryo terpaksa memejamkan matanya. Tidak 

lama setelah mata mereka terpejam. Suro 

Blondo merasa tubuhnya terangkat menuju 

ke sebuah tempat yang serba asing. Sampai 

kemudian terdengar sebuah suara....

"Buka matamu!"

Pendekar Blo'on membuka matanya. 

Kemudian pemuda berambut hitam kemerah-

merahan itu memperhatikan keadaan 

disekelilingnya. Ternyata ia sudah tidak 

berada di pinggir sungai lagi.

"Kawanku dimana? Siapa yang telah 

membawaku ke mari?" tanya Suro dengan 

bingung.

"Kami yang telah membawamu kesini. 

Sedangkan kawanmu sekarang sedang di 

pinggir sungai sana!" sahut gadis berbaju 

putih tenang.

"Apa keinginan kalian sehingga 

membawaku ke tempat yang sama sekali 

belum kukenal ini?" tanya si pemuda 

sambil menggaruk-garuk kepalanya.

"Lembah Tidak Bernama! Aku Dewi 

Kehidupan membawamu kemari tentu saja 

ingin bertukar pikiran denganmu?!" tegas 

si nenek Tambel Nyawa.

"Mengapa kawanku tidak kalian bawa 

serta?"

"Karena aku hanya ingin bicara


padamu!" sahut si nenek cantik.

"Ha ha ha...! Tindakan kalian hanya 

membuat aku kehilangan kesempatan untuk 

menghancurkan Iblis Betina Dari Neraka!" 

dengus Suro Blondo.

"Jangan banyak bertingkah dihadapan

ku! Sekarang kau diam dan dengarkan apa 

yang ingin kukatakan!!" tegas Dewi 

Kehidupan.

"Cepatlah! Karena aku tidak ingin 

berlama-lama berada disini!" kata 

Pendekar Blo'on.

"Baiklah," desah Nenek Tambel 

Nyawa. "Beberapa hari yang datang seorang 

perempuan cantik dan seorang laki-laki 

tinggi besar yang cuma memakai cawat...!"

"Itu pasti Si Perkasa. Manusia 

patung yang telah dihidupkan oleh gurunya 

perempuan itu!" potong Suro.

"Bocah gendeng! Jangan kau potong 

ucapanku!" dengus nenek berbaju putih itu 

marah.

"Kalau begitu teruskan!" sahut Suro 

Blondo serius.

"Perempuan itu mengatakan dirinya 

sebagai Iblis Betina Dari Neraka. Ia 

mengajakku agar mau bergabung dengan 

mereka. Waktu yang diberikan padaku hanya 

sepekan saja untuk berpikir. Ketika waktu 

yang ditentukan telah sampai masanya. 

Maka aku memutuskan tidak ingin bergabung 

dengan perempuan itu. Aku tahu dia


perempuan iblis yang ingin menaklukkan 

rimba persilatan. Ia ingin mendirikan 

sebuah kerajaan persilatan yang paling 

besar di negeri ini. Akibat penolakanku, 

kau tentu sudah dapat menebak apa yang 

terjadi!"

"Dia membunuh murid-muridmu dengan 

serangan beracunnya?!" sahut Pendekar 

Blo'on.

"Tepat! Itulah sebabnya ketika 

kalian datang ke sungai itu aku merasa 

curiga. Kau tahu seumur hidupku, baru 

kali ini aku Dewi Air merasa kecolongan." 

ujar si nenek cantik.

"Apa yang dicolong, nenek?" tanya 

Suro Blondo.

"Nyawa murid-muridku, tolol!" maki 

perempuan itu sengit.

"Lalu apa yang kau inginkan 

dariku?"

"Jika memang benar kau bukan anak 

buahnya Betina Dari Neraka. Aku ingin 

minta bantuanmu untuk menangkap perempuan 

iblis itu!" tegas Dewi Kehidupan.

"Apakah engkau dan muridmu tidak 

dapat melakukannya sendiri?" pancing 

Pendekar Blo'on.

"Kau memang manusia menyebalkan. 

Tentu saja aku sanggup, aku hanya ingin 

membuktikan benarkah kau mau membunuh 

perempuan itu? Jadi apa salahnya jika aku 

sekalian menitipkan sebuah tugas


untukmu!"

"Engkau tidak usah khawatir. Sudah 

lama aku memburu Iblis Betina Dari Neraka 

berikut patung itu. Sekarang aku harus 

pergi dari sini!" tegas Pendekar Blo'on.

"Eiit... tunggu dulu. Untuk 

meyakinkan kebenaran niatmu itu, sekarang 

muridku Dewi Arimbi harus ikut denganmu! 

Kalau apa yang kau lakukan nanti 

menyimpang dari apa yang kau ucapkan. 

Maka muridku ini akan mencincang 

tubuhmu!" tegas Dewi Kehidupan.

"Aku tidak melarang dia ikut 

denganku, kalau nenek cantik juga ingin 

turut serta, aku juga tidak larang!" ejek 

Pendekar Blo'on sambil mengusap-usap 

keningnya.

"Tidak...! Untuk sekarang ini 

sebaiknya muridku saja yang menjadi 

saksi...!" tegas Dewi Kehidupan.

Pendekar Blo'on walaupun belum 

pernah mengenal Dewi Arimbi. Namun ia 

merasa yakin gadis yang tidak banyak 

bicara itu baik hatinya. Tentu saja ia 

merasa senang pergi bersama Dewi Arimbi 

dibandingkan dengan nenek bawel seperti 

Dewi Kehidupan itu.

"Baiklah, kalau guru memerintahkan 

aku untuk mengawasi pemuda bertampang 

tolol ini. Sekarang aku mohon diri...!** 

kata Dewi Arimbi.

"Pergilah muridku! Ini adalah


pertama kalinya kau berada di rimba 

persilatan. Kau harus berhati-hati 

menghadapi tipu muslihat musuh-musuhmu. 

Termasuk juga terhadap pemuda ini...!" 

tegas Dewi Kehidupan alias Si Nenek 

Cantik Tambel Nyawa.

"Guru tidak usah khawatir, kalau 

pemuda ini bertingkah macam-macam tentu 

aku akan membunuhnya...!" 

Suro Blondo sebenarnya mendongkol 

juga mendengar ucapan si gadis. Tetapi ia 

tidak ingin bertindak macam-macam. 

Sebagai pelampiasan kekesalannya Suro 

Blondo hanya menggaruk-garuk kepalanya. 

Tidak lama kemudian kedua muda-mudi itu 

segera meninggalkan Lembah Tidak Bernama.


TIGA



"Kedua tawanan kita meloloskan 

diri, Junjunganku!" Lapor Perkasa begitu 

kembali dari dalam ruangan bawah tanah. 

Mustika Jajar alias Iblis Betina Dari 

Neraka jelas tampak terkejut sekali. Ia 

sama sekali tidak menyangka Pendekar 

Blo'on dan Wiro Suryo dapat meloloskan 

diri;

"Bagaimana hal itu dapat terjadi, 

kekasihku? Kita telah menjebak mereka. 

Jangankan manusia, seekor tikus pun tidak


mungkin dapat meloloskan diri!" desis 

Mustika Jajar sengit.

"Ada sebuah lubang besar dekat 

saluran air. Lubang itu pasti mereka yang 

membuatnya. Lubang itu cukup besar, 

jangankan tikus. Babi pun pasti dapat 

meloloskan diri!" jelas Perkasa.

"Kau sudah mencarinya, kekasihku?" 

tanya si gadis.

"Sudah! Orang tolol dan orang 

pendek tidak ada di situ!"

"Kalau begitu kita harus segera 

bertindak. Kita harus membangkitkan 

orang-orang yang sudah mati untuk menjadi 

anak buah kita! Setelah itu kita 

kumpulkan orang-orang yang memiliki 

kepandaian tinggi untuk membantu kita. 

Pendekar Blo'on itu adalah murid 

sekaligus cucu Malaikat Berambut Api. 

Guruku telah memberi perintah padaku 

untuk membunuh pemuda itu dan juga 

Malaikat Berambut Api. Kau tahu 

Perkasa... mata guruku menjadi buta 

karena perbuatan Malaikat Berambut Api. 

Untuk menghadapi kedua manusia keparat 

itu sekaligus, kita harus mempunyai 

kekuatan yang sangat besar!" tegas Iblis 

Betina Dari Neraka.

Perkasa belum sempat menanggapi 

ucapan majikannya. Ketika tampak seorang 

laki-laki dengan langkah terhuyung-huyung 

bergerak mendatangi.


"Wiku Palawa...!?" desis Mustika 

Jajar terkejut.

Seperti sama-sama kita ketahui 

dalam (Episode Iblis Betina Dari Neraka)

Wiku Palawa sempat tidak sadarkan diri 

karena mendapat serangan telak dari Wiro 

Suryo. Sekujur tubuhnya dipenuhi dengan 

luka, bahkan wajah laki-laki bersenjata 

Tongkat Maut itu juga hancur.

"Apa yang terjadi dengan dirimu, 

Wiku? Wajahmu hancur, siapa yang telah 

melakukannya?"

"Maafkan aku ketua. Wajahku menjadi 

begini karena perbuatan Wiro Suryo. 

Manusia super pendek sahabatnya pemuda 

tolol itu!" dengus Wiku Palawa sengit.

"Tidak usah khawatir. Aku dapat 

mengembalikan wajahmu yang rusak itu 

menjadi seperti sediakala. Tetapi kau 

harus menjalankan tugas dahulu. Setelah 

tugasmu selesai. Maka obat penyembuhan 

itu akan kau dapatkan dariku!" tegas 

Mustika Jajar.

Wiku Palawa sadar betul ketuanya 

memiliki kesaktian yang sulit tertan-

dingi. Jika patung batu buatan Pematung 

Kelana dapat dihidupkan menjadi manusia. 

Mengobati luka-lukanya tentu tidak akan 

sulit! pikirnya.

"Ketua apakah engkau tidak menyem-

buhkan aku sekarang juga?" tanya sang 

Wiku pelan.


"Hik hik hik...! Aku ketua di sini, 

kau tidak berhak memerintahku! Sekarang 

kau kerjakan apa yang menjadi tugasmu!" 

tegas Mustika Jajar serius. Wiku Palawa 

mana berani membantah. Walaupun hancur 

dan menimbulkan rasa perih bukan main. 

Akhirnya ia bangkit berdiri dan bermaksud 

segera pergi. Tetapi....

"Tunggu dulu, Wiku. Kita akan 

pindah ke Bukit Cadas Siluman. Kalau kau 

nanti dapat mengumpulkan anggota baru, 

maka bawalah ke Bukit Cadas Siluman. 

Sekarang kau bawalah ini! Gunanya adalah 

untuk membuat musuh-musuhmu pingsan dalam 

beberapa waktu lamanya. Bila musuhmu 

sudah pingsan. Tentu akan mudah bagimu 

melaksanakan tugas!" ujar gadis cantik 

berpakaian ketat tersebut. Ia kemudian 

menyerahkan sepuluh benda bulat berwarna 

hitam. Benda sebesar kepalan tangan ini 

segera dimasukkan di balik bajunya.

"Ingat, Wiku. Pada saat engkau 

melemparkan benda-benda ini. Maka kau 

harus menutup indera penciumanmu!" tegas 

Mustika Jajar. Wiku Palawa menganggukkan 

kepala. Setelah itu ia segera 

meninggalkan Mustika Jajar dan pengawal 

pribadi merangkap kekasihnya di tempat 

itu. Setelah Wiku Palawa sudah tidak 

terlihat lagi. Maka Mustika Jajar segera 

berpaling pada Perkasa.

"Kau tahu kuburan terdekat dengan


tempat kita ini, kekasihku?" tanya si 

gadis dengan manja.

"Tentu saja tahu, Junjunganku." 

sahut Perkasa.

"Mari kita ke sana!" ajak Betina 

Dari Neraka.

Keduanya berjalan beriringan menuju 

ke kuburan terdekat.

* * *

Kuburan yang sangat luas tersebut 

terletak di tengah-tengah hutan belan-

tara. Tempatnya tidak terurus dan 

ditumbuhi semak belukar. Ketika itu hari 

sudah menjelang senja. Suasana di seke-

lilingnya mulai bertambah gelap. Sesekali 

terdengar suara lolongan serigala hutan. 

Burung-burung hantu mengepakkan sayapnya, 

kemudian terbang menjauh. Seakan tidak 

sudi melihat apa yang akan terjadi di 

tempat itu.

Tidak lama kemudian di tanah 

pekuburan itu muncul seorang gadis cantik 

memakai baju warna ungu. Pakaiannya ketat 

tembus pandang. Sehingga bagian-bagian 

auratnya yang seharusnya dilindungi malah 

terlihat bertonjolan dengan jelas. Di 

samping gadis itu tampak pula seorang 

pemuda berbadan kekar, tegap. Dadanya 

bidang ditumbuhi bulu-bulu halus. Ia 

hanya memakai cawat. Wajahnya tampan dan


rambutnya agak panjang. Dialah Perkasa 

dan Mustika Jajar. Gadis yang mempunyai 

seribu ambisi dan selalu haus dengan 

permainan asmara.

"Kurasa ada seratus kubur di sini. 

Orang-orang yang telah mati akan menjadi 

berguna bila kita mampu membangkitkan 

mereka seperti sediakala." desis Iblis 

Betina Dari Neraka.

"Bagaimana caranya, Junjunganku?" 

tanya Perkasa.

Pemuda yang cuma memakai cawat ini 

mengerutkan keningnya.

"Caranya...? Hik hik hik...! Aku 

punya ilmu Pembangkit Mayat. Dengan 

permainan cinta dan tentu saja atas kuasa 

iblis kita dapat membangkitkan mereka!" 

sahut si gadis disertai tawa mengikik 

macam setan.

"Aku kurang mengerti apa maksudmu?" 

ucap Perkasa berterus terang.

"Hi hi hi...! Kau memang selalu 

tidak mengerti, kekasihku! Tetapi aku 

tetap mencintaimu. Cinta luar dalam, 

terlebih-lebih pada bagian luar itu. Hmm, 

kau benar-benar sangat luar biasa!" puji 

Mustika Jajar. Matanya yang genit 

mengerling nakal. Lalu ia tersenyum pula, 

senyuman yang selalu mendebarkan hati. 

"Sekarang duduklah... jangan pernah 

bicara apa-apa. Karena aku akan membaca 

mantra-mantra permulaan." pesan si gadis


serius,

Perkasa seperti monyet kudisan 

hanya mengangguk sambil menggaruk-garuk 

kepalanya. Setelah Perkasa duduk, maka 

gadis baju ungu juga ikut duduk dengan 

bertumpu pada kedua kakinya. Kemudian 

tanpa disangka-sangka Iblis Betina Dari 

Neraka menyentuh kancing-kancing bajunya. 

Barulah kancing-kancing itu dibukanya 

satu persatu. Perkasa walaupun sudah 

berulangkali bergumul dengan gadis ini. 

Namun sekarang ketika melihat dada si 

gadis yang putih menantang itu ia jadi 

ingin meremasnya, melumat atau 

mendekapnya. Namun ia tidak mungkin 

berani bertindak gegabah tanpa perintah 

Mustika Jajar. Setelah melepas habis 

seluruh penutup dadanya. Maka gadis itu 

tanpa malu-malu lagi segera melepas 

seluruh pakaian yang menempel di 

tubuhnya. Sehingga di lain waktu ia 

benar-benar dalam keadaan telanjang.

Perkasa memandangi semua ini dengan 

sorot mata tidak berkedip. Mustika Jajar 

adalah gadis yang sangat sempurna, 

pinggulnya ramping auratnya menonjol dan 

dadanya tegak menantang. Sayangnya ia 

adalah budak iblis yang salah kaprah 

dalam menentukan hidup. Perkasa sendiri 

merasa darahnya seperti panas terbakar, 

gelora di jiwanya tidak tertahankan lagi. 

Pada saat itulah terdengar suara lembut


dari bibir si gadis yang setengah 

terbuka....

Dalam kesendirianmu di alam Baka

Jasad terbujur tersia-sia....

Rohmu tersiksa karena didera

Sampai kiamat dunia nyata

Lebih enak di alam dunia

Kesenangan di dapat dengan suka 

cita

Lebih enak lagi sorga dunia

tiada tanding orang bercinta

Hei... para jasad dan roh yang 

merana

Dari pada berkubur di alam sana

Lebih baik kembali ke alam nyata

Iblis pembangkit raja Segala

Mari bercinta dengan sukarela....

Bangkit... dan bangkitlah....

Berkat kuat pembangkit jenazah,..!!

Sekejab setelah suara Mustika Jajar 

lenyap. Maka secara tiba-tiba angin 

berhembus dengan hebatnya. Hembusan angin 

itu disertai dengan gelegar suara petir 

sambung menyambung tiada henti. Pohon-

pohon di sekeliling tanah pekuburan 

bertumbangan sehingga menimbulkan suasana 

yang mencekam. Alam seakan menjadi murka. 

Hujan turun dengan deras seperti tercurah 

dari langit.

"Perkasa... sudah waktunya kita 

bercinta untuk menarik perhatian


mereka...!" ucap Betina Dari Neraka. 

Hanya beberapa saat setelah itu mereka di 

tengah-tengah derasnya hujan tampak 

saling rangkul dan berpelukan. Perkasa 

dengan rakusnya menjilati setiap kein-

dahan di tubuh Mustika Jajar. Sehingga 

membuat gadis itu menggelinjang, merintih 

sambil tetap memeluk lawan jenisnya 

dengan erat. Dalam kesempatan itu tanah 

di setiap pekuburan bergetar hebat. 

Kemudian terjadi keretakan disana-sini 

disertai suara aneh seperti rintihan.

Sementara itu tanpa menghiraukan 

derasnya hujan. Kedua sosok tubuh 

berlainan jenis ini telah berguling-

guling ke tanah. Nafsu setan tampaknya 

memang sudah menguasai jiwa mereka. 

Mustika Jajar bahkan mulai merentangkan 

kedua paha yang putih mulus itu selebar-

lebarnya. Sementara tangan kirinya telah 

bergerak liar ke bagian bawah perut 

Perkasa yang menegang.

"Aukh... ookh... aakh...!" gadis 

itu merintih-rintih. 

Tidak lama setelah itu tubuh bagian 

bawah mereka pun telah menyatu. Saat diri 

Perkasa memasuki Mustika Jajar. Ketika 

itu pula terlihat sinar putih memancar 

dari tubuh mereka. Sinar itu menerangi 

seluruh tanah pekuburan. Secara perlahan 

muncul tangan-tangan berlendir penuh 

darah. Tangan-tangan tersebut mencuat ke


permukaan tanah di susul dengan bagian-

bagian tubuh lainnya.

Sementara Perkasa terus bergerak 

teratur di atas tubuh Mustika Jajar. 

Sampai akhirnya terdengar suara lenguh 

dari bibir keduanya. Itulah puncak 

kenikmatan dari seluruh pendakian yang 

mereka lakukan.

"Auuckh... kau tetap hebat 

Perkasa...!" desis si gadis sambil 

mempererat pelukannya.

"Hemm." Perkasa menggumam tidak 

jelas.

Sedangkan raga mereka tetap 

dibiarkan menyatu untuk beberapa saat 

lamanya.

"Biarkan kita begini, kekasihku. 

Aku ingin melihat apakah ilmu Pembangkit 

Mayat masih dapat bekerja dengan 

baik...!" ucap si gadis lirih.

"Auk... kroaakh...!"

Tiba-tiba saja terdengar suara-

suara di sekeliling mereka. Selanjutnya 

terdengar suara yang lebih jelas lagi....

"Ladalah... kita hidup lagi... 

bagaimana ini... siapa yang menghidupkan 

kita...?!"

Mustika Jajar segera bangkit 

berdiri. Ia menyambar pakaiannya yang 

berserakan dan basah oleh air hujan. Ia 

mengenakan pakaiannya kembali. Sedangkan 

Perkasa segera memakai cawatnya yang



dibuka oleh kekasihnya tadi.

"Lihat Perkasa! Kita berhasil!" 

seru si gadis.

Mayat-mayat yang baru bangkit dari 

kubur tersebut kebanyakan di antaranya 

hanya tinggal tulang belulang. Hanya 

sebagian di antara yang mempunyai Ilmu 

Karang saja yang masih utuh. Mereka 

segera berkumpul di tengah-tengah tanah 

pekuburan itu.

"Kepada kalian semuanya, aku adalah 

majikan kalian sekaligus sebagai ketua 

yang bertanggung jawab. Karena akulah 

yang telah membuat kalian hidup lagi!" 

seru Iblis Betina Dari Neraka lantang. 

Sementara itu hujan sudah mulai reda.

"Kroakh... bagaimana bisa begitu?" 

protes salah satu mayat yang mempunyai 

rambut panjang dan kuku melingkar di 

tubuhnya.

"Atas bantuan iblis kalian hidup. 

Bagi yang tidak mau hidup silahkan 

kembali ke liang kubur."

"Kami tidak mau kembali ke kubur. 

Disana sangat sunyi, panas dan di siksa 

melulu! Kami ingin ikut dengan kau!" seru 

mayat-mayat hidup tersebut hampir 

serentak.

"Kalau itu keinginan kalian. Maka 

mulai saat ini harus menurut dan patuh 

kepadaku! Ingat setiap musuhku adalah 

musuh kalian juga. Karena itu harus di


bunuh!" tegas si gadis lagi.

"Kami mengerti dan selalu mematuhi 

perintahmu, Junjungan!" sahut mayat-mayat 

hidup tersebut.

Lalu mereka seperti dikomando 

langsung menghaturkan sembah. Sehingga 

Betina Dari Neraka menjadi girang.

"Kau lihat Perkasa! Sekarang kita 

mempunyai kekuatan yang dapat diandalkan. 

Mulai saat ini aku ingin mengutusmu untuk 

membantu Wiku Palawa dalam mencari 

anggota baru!"

"Jadi aku harus meninggalkanmu?!" 

tanya Perkasa seakan ragu-ragu.

"Kau tidak perlu cemburu atau 

khawatir aku menyeleweng. Tubuhku dan 

cintaku hanya milikmu, mengertikah 

kau...?"

"Aku mengerti Junjunganku!" sahut 

Perkasa.

"Aku akan membawa mayat-mayat hidup 

ini ke Bukit Cadas Siluman. Jika kau 

kembali, maka kembalilah ke bukit itu. 

Karena disanalah kita akan memulai segala 

sesuatunya!" tegas Mustika Jajar.

"Baiklah, aku mohon pamit dulu!" 

kata Perkasa. Kemudian pemuda yang cuma 

memakai cawat tersebut dengan langkah-

langkahnya yang kaku segera meninggalkan 

majikannya.

"Hemm, aku beruntung mendapatkan 

dia. Perkasa tidak pernah lelah melayani


keinginanku yang satu itu." pikir Betina 

Dari Neraka sambil tersenyum manis. Tidak 

lama ia segera berpaling pada mayat-mayat 

hidup di depannya.

"Sekarang kalian ikuti aku 

kemanapun majikanmu ini pergi!" perintah 

Mustika Jajar. Benar saja ketika Mustika 

Jajar bergerak meninggalkan tanah 

pekuburan tersebut. Maka mayat-mayat 

hidup tersebut langsung mengikutinya. Di 

sepanjang perjalanan menuju Bukit Cadas 

Siluman. Bau busuk tercium dengan nyata. 

Namun tampaknya si gadis sudah mulai 

terbiasa dengan bau-bauan seperti ini.


EMPAT


Laki-laki itu selalu menundukkan 

kepala setiap kali melangkahkan kakinya. 

Wajahnya tidak terlihat dengan jelas, 

karena tertutup topi caning terbuat dari 

bambu. Bajunya yang berwarna hitam penuh 

dengan debu. Tampaknya ia baru melakukan 

sebuah perjalanan yang sangat jauh. Tidak 

jauh di belakang laki-laki tersebut, di 

angkasa sana terlihat kawanan burung 

pemakan bangkai selalu mengawasi kemana 

dia pergi.

Sedemikian banyaknya burung-burung 

tersebut. Sehingga suaranya memekakkan


telinga. Namun orang bercaping itu 

bertindak acuh tidak acuh. Ia terus 

berjalan walaupun saat itu matahari 

seperti terasa memanggang batok kepala.

Dalam suasana yang cukup terik 

tersebut, tiba-tiba saja dari arah 

berlawanan tampak dua sosok tubuh 

berkelebat dengan cepat. Satu memakai 

baju warna biru, sedangkan yang satunya 

lagi seorang gadis cantik berkulit kuning 

langsat. Gadis itu memakai baju warna 

putih.

"Datuk Tabala Muka?" desis si gadis 

yang kiranya kenal begitu melihat seorang 

kakek tua menghadang di depannya. Yang 

memakai baju biru muda langsung hentikan 

larinya dan memandang pada kakek bertopi 

bambu di depannya.

"Kau mengenalnya?" tanya si pemuda 

yang tidak lain adalah Pendekar Blo'on.

"Dulu sekali dia pernah datang ke 

Lembah Tidak Bernama. Ia salah seorang 

datuk sesat yang tinggal di Pulau Pelebur 

Dosa." bisik gadis baju putih yang tidak 

lain adalah Dewi Arimbi. Mendengar nama 

tempat tinggal Datuk Tabala Muka. Suro 

Blondo langsung cengengesan.

"Ada-ada saja."

"Aku melihat dua calon bangkai di 

depanku. Perkenalkan nama kalian dan 

apakah kalian berdua termasuk anggota 

Betina Dari Neraka?" tanya si kakek.


Suaranya serak sember seperti baru habis 

memakan kodok.

"Lagakmu tengil, menurut kawanku 

namamu Datuk Tabala Muka! Aku jadi ingin 

lihat apakah wajahmu benar-benar

terbelah?" tanya Suro bersikap acuh tak 

acuh.

"Ha ha ha...! Berani benar kau 

membantah perintah! Kau sudah bosan hidup 

agaknya?" bentak Datuk Tabala Muka. Tanpa 

sadar saat ketawa tadi ia mendongakkan 

wajahnya ke atas. Astaga! Suro Blondo 

terkejut. Wajah yang tertutup topi caping 

tersebut ternyata benar-benar seperti 

terbelah. Sehingga sekilas terlihat ia 

memiliki dua hidung, dua mulut dan dua 

wajah.

"Wajahmu benar-benar jelek sekali. 

Pasti bundamu salah mengandung. Bunda 

seperti itu bagusnya di pentung!" kata 

Pendekar Blo'on sambil tertawa-tawa. Dewi 

Arimbi yang telah mengetahui kehebatan 

kakek berbaju hitam tersebut jelas 

menjadi gentar juga melihat ulah si 

pemuda. Apalagi setelah melihat di atas 

sana terlibat burung-burung bangkai 

terbang merendah.

"Jaga mulutmu! Dia dapat membunuh 

hanya dalam waktu sekedipan mata saja!" 

bisik Dewi Arimbi cemas.

"Mengapa takut mati, Rimbi? Hidup 

matinya seseorang hanya takdir yang


menentukannya!" sahut Suro Blondo.

"Baru pertama kali bertemu kau 

sudah banyak tingkah berani menghina. 

Kuulangi lagi pertanyaanku! Sebutkan 

siapa namamu sekalian kau punya gelar!" 

Bentak Datuk Tabala Muka sengit.

"Aku Suro Blondo! Sedangkan 

sahabatku ini namanya Dewi Arimbi!" Sahut 

si pemuda.

"Kau anak buahnya Betina Dari 

Neraka?" tanya Datuk Tabala Muka.

"Justru aku sedang mencari iblis 

itu. Apakah kau saudaranya, Datuk?" tanya 

pemuda itu sambil garuk-garuk kepala.

"Pemuda tolol! Aku ingin mengetahui 

kehebatan Betina Dari Neraka yang 

kabarnya ingin menguasai rimba persilatan 

itu!" tegas Datuk Tabala Muka.

"Apakah engkau merasa tersaingi?" 

ejek Suro Blondo.

"Jelas! Dia boleh menyebut dirinya 

apa saja. Tetapi untuk menjadi ratu rimba 

persilatan ia harus berhadapan dulu 

denganku!"

"Sangat kebetulan sekali. Aku juga 

ingin membunuh manusia setan itu. Jadi 

kita bisa sama-sama mencarinya!" ujar si 

pemuda berambut hitam kemerah-merahan 

dengan lugu.

Datuk Tabala Muka terdiam, alisnya 

mengernyit dalam. Lalu terdengar suara 

tawanya yang panjang menyakitkan telinga.



"Ha ha ha...! Kau bocah kemarin 

sore tahu apa! Kalian adalah calon 

bangkai yang tidak pantas berhadapan 

dengan perempuan itu!"

"Maksudmu?" tanya Dewi Arimbi.

"Kalian akan kubunuh dan sebentar 

lagi tentu menjadi santapan burung 

bangkai yang kelaparan di atas sana!" 

tegas Datuk Tabala Muka.

"Inilah kesempatan bagiku untuk 

melihat apakah kau mampu menghadapi datuk 

itu atau tidak!" bisik Dewi Arimbi 

ditujukan pada Pendekar Blo'on.

"Siapa di antara kalian yang ingin 

mati duluan?" tanya Datuk Tabala Muka.

"Aku...!" sahut Pendekar Blo'on.

Datuk Tabala Muka untuk sesaat 

lamanya memperhatikan Suro Blondo. Ia 

tersenyum sinis. Tiba-tiba saja Datuk 

Tabala Muka melepaskan topi capingnya dan 

langsung melemparkannya ke arah Pendekar 

Blo'on. Topi caping tersebut meluncur 

deras ke arah Suro. Sejengkal lagi topi 

bambu tersebut mengenai perut si pemuda. 

Maka Pendekar Blo'on segera menghindar 

dengan menggeser langkahnya ke samping 

kiri. Anehnya topi bambu tersebut terus 

bergerak mengikuti kemanapun Suro Blondo 

berusaha menghindar. Melihat bahaya 

susulan ini si pemuda terpaksa menge-

rahkan jurus 'Kacau Balau', yaitu salah 

satu jurus khusus menghindar warisan dari


Malaikat Berambut Api gurunya sekaligus 

merupakan kakek kandungnya sendiri.

"Hiya...!"

Pemuda itu kemudian meliuk-liukkan 

tubuhnya. Kakinya bergerak dengan cepat 

sementara kedua tangannya terkadang 

menangkis serangan lawan. Atau sesekali 

menggaruk-garuk kepalanya.

Wuess...!

"Huh...!" 

Si pemuda tiba-tiba berguling-

guling menghindar saat senjata milik 

lawan menyambar mukanya. Melihat pemuda 

konyol itu dapat menghindari serangan 

senjatanya. Maka diam-diam Datuk Tabala 

Muka merasa kagum. Belum pernah ada orang 

yang mampu menghindari serangan topi 

mautnya selama ini. Namun pemuda 

bertampang ketolol-tololan tersebut 

dengan baik dapat menyelamatkan diri.

"Kau boleh juga, anak muda! Tetapi 

coba kau terimalah yang ini!" dengus 

Datuk Tabala Muka. Tanpa diduga-duga 

tiba-tiba sang Datuk menjentikkan kedua 

jari tangannya ke arah Suro Blondo.

Set! Set!

Dua leret sinar hitam meluncur 

deras ke arah si pemuda. Sementara topi 

caping lawannya terus menyerang dari 

bagian atas. Pendekar Blo'on jadi 

kerepotan juga. Lalu dengan cepat ia 

berjungkir balik mirip dengan gerakan


kera. Secepat kilat ia bangkit berdiri 

dan....

"Pukulan 'Kera Sakti Menolak 

Petir'! Hiyaa...!"

Pemuda berambut hitam kemerah-

merahan ini langsung mendorongkan ke dua 

tangannya ke depan. Selarik sinar putih 

menderu disertai hawa panas yang sangat 

menyengat. Kedua kekuatan dahsyat itu 

akhirnya saling membentur di udara....

"Bumm...!"

"Wuaakh...!"

Pendekar Blo'on jatuh terguling-

guling. Ia menjerit kesakitan, tetapi 

dengan cepat ia bangkit berdiri. Tampak 

jelas dari sudut-sudut bibirnya 

meneteskan darah kental. 

"Sebentar lagi kau akan menjadi 

bangkai dan dimangsa oleh burung-burung 

itu!" dengus Datuk Tabala Muka.

"Ha ha ha...! Kau sedang melawak 

atau membanyol badut konyol!" sahut si 

pemuda.

"Hup...!"

Tanpa bicara lagi Datuk Tabala Muka 

langsung menerjang ke depan. Tangannya 

bergerak cepat ke lima jalan kematian 

bagi si pemuda. Suro tidak tinggal diam. 

Ia segera menggabungkan antara. 'Kacau 

Balau' warisan Malaikat Berambut Api 

dengan jurus 'Seribu Kera Putih Mengecoh 

Harimau' warisan Siluman Kera Putih



Barata Surya.

Tentu saja keadaan menjadi semakin 

runyam bagi lawannya. Sebab bukan gerakan 

silat si pemuda ini saja yang kacau serta 

konyol. Tetapi tingkahnya pun seperti 

seekor monyet. Namun di balik gerakannya 

yang tidak menentu tersebut tersembunyi 

sebuah kedahsyatan yang sewaktu-waktu 

dapat membahayakan diri lawannya.

Agaknya Datuk Tabala Muka mengalami 

hal ini. Terbukti serangan-serangan 

tangan kosongnya selalu mengenai angin. 

Ia segera melakukan tendangan berantai 

yang penuh dengan tipu-tipu. Pada waktu 

kakinya melayang mengancam lambung dan 

ulu hati Suro Blondo. Pemuda itu 

berjingkrakan. Lalu....

Tap!

Suro berusaha menangkis kaki 

lawannya dengan telapak tangan. Namun 

Datuk Tabala Muka menarik balik 

tendangannya. Kemudian segera melepaskan 

tinjunya.

Duuk!

"Hegk...!"

Dada Pendekar Blo'on tampak 

terguncang. Tampaknya ia menderita luka 

dalam yang tidak ringan. Merasa berada di 

atas angin, Datuk Tabala Muka tertawa 

membahak.


LIMA


Suro Blondo menyeringai kesakitan. 

Walaupun sambil menyeka darah yang 

menetes dari sudut-sudut bibirnya. Pemuda 

itu masih dapat tersenyum. Sementara itu 

Dewi Arimbi rupanya tidak tega juga 

membiarkan Suro menjadi bulan-bulanan 

Datuk Tabala Muka yang mempunyai 

kepandaian tinggi tersebut. Sehingga ia 

bermaksud ingin membantu, tetapi rupanya 

Pendekar Blo'on mengetahui niat baik si 

gadis. Tetapi anehnya ia malah 

menggelengkan kepalanya dengan keras.

"Jangan, Rimbi...! Aku ingin main-

main dengan Datuk berwajah jelek ini. Aku 

mau lihat dia punya kesaktian sebanyak 

apa?" dengus Suro Blondo.

"Pemuda sinting! Kau pandai sekali 

bergurau. Meskipun jiwamu hampir 

melayang!" dengus Datuk Tabala Muka. 

"Lihatlah serangan...!" teriaknya 

kemudian,

Sepuluh jari tangan Datuk Tabala 

Muka terpentang. Dewi mengetahui lawannya 

bermaksud melancarkan serangan 'Jari Maut

Bermata Satu'. Sehingga dengan gugup ia 

berteriak memperingatkan. 

"Awas Suro! Serangannya dapat 

membunuhmu!"

Pendekar Blo'on rupanya sadar betul 

dengan bahaya yang mengancam jiwanya.


Terlebih-lebih setelah melihat sepuluh 

leret sinar maut berwarna hitam bergerak 

ke sepuluh bagian di tubuh Suro. Merasa 

tidak punya pilihan lain lagi. Suro 

Blondo langsung mengerahkan jurus 'Tawa 

Kera Siluman'.

"Nguk! Nguk! Ha ha ha...!"

Sambil bergerak lincah atau 

terkadang berjingkrak-jingkrak. Mirip 

seperti gerakan kera. Pendekar Blo'on 

berputar-putar. Dari mulutnya terdengar 

suara desis dan tawa yang tidak ada 

putus-putusnya. Pada saat itu pula si 

pemuda mengerahkan dua pertiga dari 

seluruh tenaga dalam yang dimilikinya. 

Maka perubahan pun terjadi. Rambut si 

pemuda yang berwarna hitam kemerah-

merahan tersebut berubah menjadi merah 

seperti bara. Rambut tersebut berumbai-

umbai seolah terlihat bagai jilatan lidah 

api. Pada saat itu suara tawa si pemuda 

lenyap dan berganti dengan jeritan 

ketakutan yang seakan datang dari seluruh 

penjuru arah. Inilah Pukulan 'Neraka Hari 

Terakhir' yang Maha dahsyat tersebut.

"Hiyaa...!"

Si pemuda kemudian mengibaskan 

kedua tangannya ke depan. Terlihat sinar 

merah hitam menderu dan memupus habis 

sepuluh larik sinar yang menyerang ke 

sepuluh bagian tempat yang sangat 

berbahaya. Akibatnya....


Buummm!

"Aakh...!"

Untuk pertama kalinya Datuk Tabala 

Muka menjerit keras. Tubuhnya terhempas 

dengan keras di atas batu. Batu hancur 

sedangkan dari mulut dan hidung Datuk 

Tabala Muka mengucurkan darah kental 

berwarna hitam.

Walaupun tubuh Pendekar Blo'on cuma 

tergetar saja. Tetapi sebelumnya ia sudah 

terluka dalam. Akibat pengerahan tenaga 

yang berlebihan tadi membuat luka yang 

dideritanya menjadi bertambah parah. Ia 

pun tergelimpang roboh dan tidak sadarkan 

diri. Dewi Arimbi yang sempat tercengang 

melihat perubahan yang terjadi pada 

rambut si pemuda beberapa saat tadi. Kini 

berubah cemas, sebelum Datuk Tabala Muka 

sempat sadarkan diri. Ia segera memondong 

Pendekar Blo'on dan melarikannya ke 

sebuah tempat yang aman.

Kita lihat dulu Datuk Tabala Muka 

yang sempat tidak sadarkan diri akibat 

pukulan yang dilepaskan oleh si pemuda. 

Ketika sang Datuk pingsan. Maka ratusan 

burung pemakan bangkai langsung meluruk 

turun. Tetapi kawanan burung-burung 

menjijikkan tersebut tidak memangsa tubuh 

majikannya. Malah mereka menunggui Datuk 

Tabala Muka dengan tekunnya. Sampai 

kemudian terdengar suara rintihan sang 

Datuk,


"Ufh... pemuda itu, akh dimanakah 

dia...!" desis sang Datuk. Ia segera 

duduk, ia menjadi kaget ketika melihat 

disekelilingnya kawanan burung bangkai 

telah berkumpul dengan suaranya yang 

ribut memekakkan telinga. Datuk Tabala 

Muka mengedarkan pandangan matanya. Lalu 

ia memejamkan matanya untuk mengatur 

nafas setelah tidak melihat lawan berada 

di situ lagi. Tidak sampai sepemakan 

sirih, setelah nafasnya teratur dan luka 

dalamnya tersembuhkan kembali. Maka sang 

Datuk bangkit berdiri.

"Pemuda itu sungguh sangat luar 

biasa. Tampangnya saja yang ketolol-

tololan. Aku benar-benar tertipu dengan 

penampilannya! Mudah-mudahan dia belum 

mendahuluiku menemukan Betina Dari 

Neraka! Gara-gara pemuda itu, urusanku 

jadi tertunda!" gerutu Datuk Tabala Muka 

salah tingkah. "Burung-burungku. Kali ini 

majikanmu belum bisa mempersembahkan 

mayat untuk kalian. Mari teruskan 

perjalanan, mudah-mudahan pesta besar 

akan kalian dapatkan di depan sana!"

Kreaak! Kreaak...!

Dan burung-burung bangkai tersebut 

segera mengikuti kemanapun majikan Pulau 

Pelebur Dosa ini melangkah.

***


Kita ikuti Dewi Arimbi yang sedang 

berusaha menyelamatkan pemuda yang punya 

banyak keanehan itu. Gadis cantik berbaju 

putih ini terus berlari tanpa mengenal 

lelah sambil memanggul tubuh Suro Blondo 

di bahunya. Sampai kemudian ia 

mendapatkan sebuah tempat yang aman di 

pinggir sungai kecil berair jernih. Ia 

segera menurunkan Pendekar Blo'on dari 

bahunya.

Ternyata pemuda itu, masih dalam 

keadaan pingsan. Dewi Arimbi menjadi 

khawatir nyawa pemuda tampan itu tidak 

dapat diselamatkan.

"Aku harus membantu pernafasannya!" 

pikir si gadis.

Tiba-tiba ia menyentuh bibirnya 

sendiri. Dan wajahnya seketika berubah 

merah seperti tomat matang. Membantu 

pernafasan berarti ia harus menyentuh 

bibir si pemuda dengan bibirnya. Agar 

udara dapat masuk ke dalam mulut si 

pemuda. Padahal hal semacam ini belum 

pernah dilakukannya seumur hidup. Tetapi 

jika ia tidak menolong, tentu nyawa 

pemuda itu terancam. Akhirnya Dewi Arimbi 

memberanikan diri. Setelah memastikan 

tidak ada orang lain di tempat itu. Maka 

dengan cepat ia bergerak. Bibirnya yang 

kemerah-merahan itu menempel ke bibir 

Suro. Lalu ia menghembus dengan kuat.

Sesaat setelah itu ia mengangkat


kepala, lalu memperhatikan reaksi yang 

terjadi. Karena tidak ada perubahan dan 

tanda-tanda si pemuda akan sadar. Maka ia 

menempelkan bibirnya lagi. Dan....

Puuh...!

Demikianlah hal itu dilakukannya 

berulang-ulang. Karena tetapi tidak ada 

perubahan. Maka Dewi Arimbi lama kelamaan 

menjadi cemas. Padahal yang sesungguhnya 

Suro mulai sadar sejak hembusan pertama. 

Tetapi ia tetap menahan nafas dan 

berpura-pura pingsan terus. Di luar 

kesadaran si gadis. Ia merasa senang 

dicium oleh gadis secantik Dewi Arimbi. 

Sampai kemudian setelah puas membuat Dewi 

Arimbi cemas. Ia berpura-pura merintih.

"Aduh biyung... sakitnya dadaku 

ini...!"

"Akh... syukurlah kau sudah sadar, 

Suro...!" kata Dewi Arimbi tampak 

kegirangan.

"Ap... apa yang terjadi denganku? 

Apakah aku sudah mati?" tanya Suro dalam 

hatinya ia menjadi geli.

"Tidak... tidak! Kau belum mati, 

Suro. Kau hanya pingsan setelah melawan 

Datuk Sakti itu. Ach... tidak kusangka 

kau mampu membuatnya tidak sadar dan 

terluka! Kau hebat...!" puji si gadis.

"Dia pingsan, aku klenger. Berarti 

tidak ada yang kalah dan tidak ada pula 

yang menang!" desis si pemuda.


"Sudah jangan pikirkan! Aku harus 

menyembuhkan luka dalam yang kau derita. 

Sekarang duduklah...!" perintah si gadis 

akrab.

"Ohk... aku tidak sanggup...!" 

sahut Suro.

Dewi Arimbi terpaksa mendukungnya. 

Karena ia berada di belakang. Maka 

dadanya yang kenyal menyentuh punggung 

Suro Blondo. Pemuda konyol ini benar-

benar ingin menguji sampai di mana 

perhatian si gadis.

"Nah... tetaplah bertahan duduk 

seperti ini...!" perintah si gadis.

Tidak lama kemudian ia menyalurkan 

tenaga dalamnya ke bagian telapak tangan 

yang menempel di punggung si pemuda. Hawa 

hangat segera menjalar ke sekujur tubuh 

si pemuda. Tampak jelas keringat mengalir 

deras membasahi pakaian Dewi Arimbi. 

Sampai akhirnya si gadis menarik 

tangannya yang bergetar. Dewi Arimbi 

duduk bersila dan mengatur nafasnya yang 

tidak teratur. Setelah itu ia membuka 

matanya kembali. Di luar sepengetahuan si 

gadis. Tadi Suro sempat menelan obat 

pulung mujarab pemberian gurunya. 

Sehingga dalam waktu yang tidak lama luka 

yang dideritanya benar-benar telah 

sembuh.

"Bagaimana, Suro...?" tanya Dewi. 

Pemuda konyol itu tersenyum, senyumannya


benar-benar menggetarkan hati si gadis.

"Berkat pertolonganmu nyawaku tidak 

jadi melayang... Kalau tidak ada engkau 

mungkin aku sudah mampus!" sahut si 

pemuda.

"Ahk... kau ada-ada saja. Masalah 

nyawa adalah urusan Malaikat. Sebaiknya 

kau istirahat dulu! Aku ingin mencari 

buah-buahan untukmu!" ucap di gadis. 

Dengan dibantu Dewi Arimbi, Suro 

merebahkan tubuhnya di atas rerumputan 

kering. Sebentar saja si gadis telah 

berkelebat pergi. Mata pemuda berbaju 

biru muda ini berkedap-kedip. Pikirannya 

menerawang. Tiba-tiba saja ia teringat 

pada Wiro Suryo.

"Kemana bocah tua, Tenggiling 

Kedil. Apakah dia setelah terpisah dariku 

kembali ke Gunung Sembung? Atau mencari 

Betina Dari Neraka? Semakin banyak saja 

orang yang memburu Manusia Setan itu." 

batin si pemuda. 

Tiba-tiba ia mendengar suara 

gemerisik dedaunan tidak jauh dari 

sisinya. Lalu, tercium bau harum khas 

wanita. Pendekar Blo'on menyadari bahwa 

yang datang adalah Dewi Arimbi. Itu 

sebabnya ia langsung memejamkan matanya. 

Gadis itu kemudian muncul dengan membawa 

buah-buahan hutan yang enak dimakan.

"Ternyata dia tidur!" kata si gadis 

dengan suara perlahan saja.


Dewi Arimbi meletakkan buah-buahan 

di sisi Suro.

"Sebaiknya aku mandi dulu!" katanya 

seorang diri

Dewi Arimbi kemudian melangkah ke 

arah sungai sejarak dua tombak dari 

tempat Suro berbaring. Karena mengira si 

pemuda benar-benar tidur. Maka tanpa 

curiga ia menanggalkan seluruh pakaian-

nya. Sehingga terlihatlah sekujur 

tubuhnya yang berkulit kuning langsat 

itu. Dewi kemudian masuk ke dalam sungai. 

Ia berenang kian kemari sambil 

bersenandung kecil. Suro Blondo si pemuda 

nakal membuka matanya sedikit dan 

memandang ke jurusan sungai. Sehingga ia 

dapat melihat lekuk lengkung tubuh si 

gadis. Lalu ia memejamkan matanya 

kembali. Dadanya menggemuruh, jantungnya 

memukul-mukul dengan keras. Darahnya 

mendesir.

"Aku sih kuat melihat pemandangan 

apa saja, tapi si entong tidak bisa 

kompromi!" kata hati Suro

Tidak lebih dari sepemakan sirih. 

Dewi Arimbi segera naik kembali ke 

daratan. Ia mengenakan pakaiannya satu 

persatu. Pada saat itulah Suro terbatuk-

batuk.

"Suro jangan melihat kemari!" seru 

Dewi sambil memalingkan tubuhnya ke arah 

lain.


"Ada apa rupanya?" tanya si pemuda 

dengan lugu. 

"Ak... aku... aku sedang... 

ahk...!" Dewi Arimbi jadi gugup,

"Sedang apa...?" desak si pemuda 

konyol.

"Se... sedang berpakaian...!"

"Jangan takut. Aku bukan durjana 

pemetik bunga!" sahut Pendekar Blo'on 

seenaknya. Dewi Arimbi segera mempercepat 

segala sesuatunya. Setelah selesai 

berpakaian ia langsung menghampiri Suro 

Blondo.

"Kau... kau mengintipku...!" 

bentaknya gusar.

"Tidak!" tegas Suro.

"Katakan terus terang!!" desak si 

gadis dengan wajah memerah.

"Hanya sedikit."

"Ackh... kalau kau orang lain pasti 

sudah kubunuh!" dengus Dewi Arimbi. Tiba-

tiba tanpa sadar ia mencekik leher si 

pemuda. Suro Blondo hanya diam saja tanpa 

melakukan perlawanan.

"Kau yang telah menolongku, jika 

sekarang harus mati ditanganmu hanya 

karena kesalahan kecil aku tidak akan 

menangis!" kata si pemuda pelan. Seakan 

tersadar, Dewi cepat menarik tangannya.

"Kau menyebalkan sih...!"

"Sudahlah, kau tidak perlu gusar. 

Apa yang kulihat akan kurahasiakan.


Percayalah...!" Dewi Arimbi kemudian 

terdiam, ia memberikan buah-buahan pada 

Suro. Sikapnya biasa kembali, seakan 

tidak pernah terjadi apa-apa antara dia 

dan pemuda itu.

"Sekarang sudah sangat sore. Kita 

tidak mungkin meneruskan perjalanan. 

Sebaiknya kita melewatkan malam di sini 

saja!" tegas Dewi Arimbi. "Tapi ingat, 

jangan kau berani kurang ajar padaku."

"Mana aku berani bertingkah macam-

macam. Sedangkan satu macam saja rasanya 

aku tidak berani." sahut Suro Blondo.


ENAM


Mereka tidur di atas tumpukan daun 

yang ditata seadanya. Malam itu bulan 

bersinar cerah. Pendekar Blo'on yang 

memang sudah merasa letih sebentar saja 

sudah tertidur. Sementara itu Dewi Arimbi 

tampak gelisah. Sesekali ia melirik pada 

pemuda tampan yang tertidur tidak jauh di 

sampingnya. Beberapa hari ia mengenal 

Pendekar Blo'on, terus terang hatinya 

merasa tertarik. Apalagi bila mengingat 

pemuda itu mempunyai kepandaian sulit 

dijajaki. Selain itu ia suka dengan 

kepolosan pemuda itu, walau terkadang 

terkesan seperti pemuda bodoh yang tidak 

punya kepandaian apa-apa.


Hati gadis berbaju putih ini selalu 

tergetar bila memandang mata si pemuda. 

Setiap kali mata mereka bertemu pandang, 

ia tidak kuat melihatnya berlama-lama. 

Tetapi pada sisi lain ia mengkhawatirkan 

sesuatu. Gurunya, si Nenek Cantik Tambel 

Nyawa tidak menghendaki murid-muridnya 

jatuh cinta pada pemuda mana pun. Ia tahu 

Dewi Kehidupan tidak pernah mengenal 

laki-laki seumur hidupnya. Sebab menurut 

si nenek, mengenal seorang laki-laki 

hanya akan merusak kehormatan. Padahal 

kesucian harus selalu dijaga sampai ajal 

tiba. Agar ia dapat mewarisi seluruh ilmu 

yang dimiliki oleh gurunya.

Kini hatinya menjadi bimbang, 

haruskah ia mengesampingkan perasaannya 

terhadap laki-laki. Padahal anak-anak 

manusia terlahir karena cinta. Tetapi 

menurut gurunya, manusia terlahir karena 

nafsu dan perbuatan usil ayahnya, dan 

juga karena emaknya tidak pakai celana.

"Mengapa aku harus merasakan hal-

hal seperti ini! Guru pasti marah besar 

bila mengetahui aku jatuh cinta pada 

pemuda ini!" pikir Dewi Arimbi. Kenyataan 

ini membuat si gadis gelisah, sehingga 

tidak dapat memejamkan matanya.

"Uhuk...! Uhuk...!"

Suro Blondo terbatuk-batuk. Entah 

disengaja atau batuk sungguhan. Dewi 

Arimbi segera menghampiri.


"Masih sakitkah dadamu, Suro?" 

tanya si gadis dengan suara lirih.

"Tidak."

"Mengapa batuk?"

"Sebab aku ingin dekat denganmu, 

Kulihat kau gelisah, apa yang sedang kau 

pikirkan?" tanya Pendekar Blo'on.

"Memikirkan dirimu, tolol!" batin 

Dewi dalam hati. Namun yang keluar dari 

bibirnya tetap lain. "Tidak ada." Ketika 

mereka bicara wajah mereka sejarak dua 

jengkal saja, sehingga masing-masing 

dapat mendengar tarikan nafasnya.

"Kupikir kau sedang mengingat 

kekasihmu!" pancing Suro Blondo sambil 

menggaruk-garuk kepalanya.

"Pacar apa, kenal laki-laki saja 

baru kali ini!" sergah Dewi ketus.

"Kalau begitu kau pasti sedang 

memikirkan aku!" ujar Suro nakal.

Tiba-tiba direngkuhnya Dewi dalam 

pelukannya. Gadis itu jelas kaget dan 

langsung meronta. Suro menjatuhkan ciuman 

lembut di bibir si gadis.

"Kk... kau kurang ajar...!" maki 

Dewi.

Tiba-tiba ia menampar pipi Suro, 

hingga pemuda itu terjengkang. Dari sudut 

bibir si pemuda menetes darah segar.

"Rupanya ini pekerjaanmu pada 

setiap perempuan yang kau temui?" desis 

Dewi Arimbi sambil mengusap-usap bibirnya


bekas ciuman si pemuda. Setelah itu ia 

menendang perut Suro Blondo.

"Cepat mengaku!"

"Baru kali ini aku melakukannya! 

Itu kulakukan karena aku merasa berhutang 

nyawa padamu!" kata si pemuda sambil 

memegangi perutnya yang sakit.

"Kau bohong!"

"Aku tidak berdusta! Maafkan aku 

Dewi...!"

"Maafmu kuterima, tapi aku merasa 

muak melihat tampangmu! Kalau saja bukan 

karena guru memberi tugas padaku. Tentu 

aku telah kembali ke Lembah Tanpa Nama!" 

Dewi merajuk. Pendekar Blo'on akhirnya 

terdiam. Melihat si pemuda memegangi 

perutnya. Dewi merasa iba juga, amarahnya 

pun reda kembali. Ia segera datang 

menghampiri. Sesungguhnya Dewi Arimbi 

mempunyai hati yang lembut, tidak seperti 

Dewi Bulan yang ketus atau Dewi Kerudung 

putih yang misterius.

"Sakitkah?"

"Lumayan!" sahut si pemuda.

"Kau kurang ajar sih, kalau tidak 

mana begini jadinya?" kata si gadis. Ia 

kemudian seperti seorang tabib segera 

memeriksa perut si pemuda.

"Cuma luka sedikit, kurasa tidak 

apa-apa!" gumam Dewi pelan.

"Ssst...!"

Suro menempelkan jemari tangannya


ke bibirnya sendiri sebagai isyarat agar 

gadis di sampingnya diam.

"Aku mendengar ada orang menuju 

kemari!" bisik Pendekar Blo'on sambil 

berusaha memasang telinganya dengan baik.

"Dicari kemana-mana, tidak tahunya 

bersembunyi di sini!" kata sebuah suara.

Tidak berselang lama tampak seorang 

laki-laki muda perkasa bertelanjang dada 

dan cuma memakai cawat. Pemuda 

itu memandang tajam pada Suro Blondo dan 

Dewi Arimbi silih berganti.

"Perkasa!!" seru Pendekar Blo'on 

yang memang pernah melihat manusia 

jelmaan patung batu itu.

"Kau Pendekar Blo'on?" bentak 

Perkasa.

Si pemuda dan si gadis segera 

melompat berdiri untuk menjaga segala 

kemungkinan yang tidak diingini.

"Benar kau Pendekar Blo'on?" 

Perkasa mengulangi pertanyaannya.

"Ha ha ha...! Apa yang lucu dalam 

dunia ini, Perkasa? Ketika Pematung 

Kelana mengukir sebuah keindahan dan 

nilai seni yang tinggi. Dirimu hanyalah 

batu marmar hampir tidak berguna. Tetapi 

orang yang telah membuatmu, dibunuh oleh 

Betina Dari Neraka. Atas bantuan iblis 

Tua Tengkorak Mata Api membangkitkanmu. 

Sehingga kau hidup seperti sekarang ini! 

Dirimu bernilai lima kantong emas! Tetapi



setelah kau punya nyawa, engkau menjadi 

budak Betina Dari Neraka!" dengus 

Pendekar Blo'on sambil pencongkan 

mulutnya.

"Kau Pendekar Blo'on? Siapa 

kawanmu?"

"Kawanku adalah orang yang dekat 

dengan diriku!" sahut Suro tenang.

"Junjunganku memberi perintah untuk 

menangkapmu hidup atau mati!" tegas 

Perkasa.

"Begitu mudahkah, Perkasa? 

Menangkap nyamuk saja kau tidak becus. 

Yang pernah kulihat bisamu cuma 

menangkap, mendekap, membelai tubuh mulus 

majikanmu...!" ejek si pemuda rupanya 

sengaja memancing kemarahan lawannya.

Perkasa mendengus geram. Dengan 

langkah-langkahnya yang kaku bagaikan 

patung. Tangannya yang kokoh mencengkeram 

ke dada Suro. Dewi Arimbi jelas khawatir 

melihat keselamatan si pemuda. Sebab ia 

menyangka pemuda itu belumlah sembuh 

benar dari luka dalam yang dideritanya. 

Gadis itu tidak tahu, bahwa Suro adalah 

si bocah ajaib, yang apabila terluka 

tubuhnya segera sembuh.

Melihat tangan Perkasa terus 

terjulur memanjang. Maka Dewi Arimbi 

melepaskan pukulan jarak jauhnya.

Wuut!

Selarik sinar biru menderu dan


menghantam pergelangan tangan Perkasa. 

Laki-laki itu mendengus geram. Ternyata 

pukulan yang dilepaskan Dewi Arimbi tidak 

membawa akibat apa-apa bagi Perkasa. 

Gadis berbaju putih itu tentu kaget bukan 

main. Kini ia melepaskan pukulan lagi ke 

arah lawan. Pada waktu bersamaan Perkasa 

berbalik dan mengejar Dewi Arimbi.

"Kau membantu pemuda itu? Kalau 

begitu aku juga harus menangkapmu!" 

dengus pemuda tinggi besar yang hanya 

memakai cawat ini. Hanya dengan dua tiga 

kali langkah. Maka Perkasa berhasil 

mendekati lawannya. Namun Dewi Arimbi 

tidak tinggal diam, dengan mengandalkan 

ilmu meringankan tubuhnya yang sudah 

mencapai tahap sempurna. Maka Dewi Arimbi 

memper-gunakan jurus 'Bermain Di Atas 

Air'. Tiba-tiba saja tubuh gadis itu 

berputar-putar. Ia menggerakkan tangannya 

sebanyak tujuh kali. Di lain kesempatan 

pada setiap ujung jemarinya melesat 

seutas tali berwarna putih ke arah 

Perkasa. Sepuluh tali setipis kuku itu 

langsung membelit tubuh Perkasa. Pemuda 

itu meronta-ronta. Tetapi ternyata tali 

yang terdapat di ujung jari Dewi Arimbi 

ini ulet bukan main.

"Hiaa... keparat...!" teriak 

Perkasa marah. Perkasa meronta-ronta, 

demikian besar tenaga yang dimiliki oleh 

manusia jelmaan patung ini. Sehingga



membuat Dewi Arimbi kewalahan mengikuti 

kemana saja gerakannya.

"Pukulan Tali Arus'! Heaaa...!" 

teriak si gadis.

Dengan cepat ia melepaskan lima 

jemari tangannya yang memegang tali. 

Setelah itu tangan kanan ia kibaskan ke 

depan. Seleret sinar putih berkilau 

laksana perak meluncur deras ke arah 

Perkasa. Karena hanya lima tali yang 

mengikat tubuhnya. Maka dengan sekali 

berontak ia dapat membebaskan diri dan 

langsung memapaki serangan lawan.

Wut!

Ketika tangannya dihentakkan ke 

depan.

Maka dari telapak tangan Perkasa 

meluncur sinar merah seperti bara. 

Sinar itu membentur sinar putih yang 

dilepaskan oleh Dewi Arimbi. 

Glaar!

Terjadi ledakan dahsyat. Dewi 

Arimbi terpelanting sejauh tiga batang 

tombak. Sedangkan Perkasa sendiri, jangan 

bergetar sedangkan bergeming pun tidak. 

Dewi Arimbi merasa dadanya hendak pecah. 

Dari hidungnya tampak menetes darah 

segar. Ia mencoba bangkit berdiri. Namun 

kepalanya sakit berdenyut-denyut. Sedang-

kan pada waktu itu Perkasa telah 

menggerakkan kakinya menginjak-injak 

Dewi. Tapi gadis itu bergerak cepat



dengan cara berguling-guling.

Melihat bahaya mengancam jiwa Dewi 

Arimbi, Suro Blondo tentu tidak diam 

saja. Ia segera menerjang ke depan. 

Dengan turunnya pemuda itu di arena 

pertempuran. Tentu saja gerakan Perkasa 

untuk membunuh Dewi Arimbi jadi 

terhalang. Sementara itu Pendekar Blo'on 

dengan gerakan-gerakan kacau terus 

melancarkan serangan-serangan ke bagian 

tubuh lawannya.

"Ciaat...!"

Jtok!

"Heh...!"

Pendekar Blo'on terkejut. Telapak 

tangannya yang menghantam dada Perkasa 

seperti menghantam batu saja. Pemuda ini 

kesakitan, lalu melompat mundur sambil 

garuk-garuk kepala.

"Setan yang satu ini benar-benar 

alot. Aku harus mencari bagian-bagian 

terlemah di tubuhnya!" pikir si pemuda. 

Tiba-tiba ia melompat ke depan. Tetapi 

lompatannya seperti gerakan seekor monyet 

yang bergelantungan. Ketika kaki Perkasa 

menghantam perutnya. Dengan terhuyung-

huyung ia melompat mundur, tendangan kaki 

lawannya tidak mengenai sasaran. Suro 

menangkap kaki Perkasa yang lewat di atas 

bahunya. Kemudian jemari tangannya dengan 

sekuat tenaga meremas bola keramat milik 

lawan.


Blop!

"Akh...!"

Perkasa menjerit kesakitan. Suro 

Blondo tertawa membahak sambil seka 

keningnya.

"Ternyata kau punya bola bukan 

main-main besarnya. Dan kau punya pusaka 

gondal-gandil macam kentongan!" ejek 

Pendekar Konyol itu di sertai senyum. 

Perkasa tampak terpincang-pincang, ia 

memegangi perutnya yang terasa mulas.

"Haarrrgkh...!"

Di puncak kemarahannya, Perkasa 

menjerit keras. Suaranya menggetarkan 

dada. Kemudian kakinya bergerak cepat 

menendang apa saja yang ada di depannya. 

Batu-batu sebesar anak kerbau berpe-

lantingan menghujani Pendekar Blo'on dan 

Dewi Arimbi. Kedua muda-mudi itu tentu 

saja dibuat kalang-kabut. Mereka menghin-

dari hujan batu besar yang melayang 

akibat tendangan Perkasa. Rupanya manusia 

jelmaan patung ini kecewa melihat tidak 

satu batu pun yang mengenai sasaran. Ia 

kemudian mengangkat batu sebesar kerbau 

dan melemparkannya ke arah lawan.

"Menghindar Rimbi!" teriak Suro 

memberi peringatan.

Buum!

Batu jatuh berdebum tidak mengenai 

sasaran. Debu mengepul di udara. Perkasa 

mengamuk membabi buta.


TUJUH



"Bagus! Mengamuklah sesuka hati, 

kalau tenagamu sudah terkuras habis. 

Tidak lama lagi kau akan menjadi loyo!" 

kata Pendekar Blo'on sambil tersenyum 

mengejek.

"Aku akan membunuh kalian berdua!" 

teriak Perkasa.

Lagi-lagi ia melompat ke depan. 

Sebentar kemudian tangannya sudah 

terjulur menggapai leher Suro. Tetapi 

pemuda berambut hitam kemerah-merahan ini 

sudah menghindar ke samping. Serangan 

lawan tidak mengenai sasarannya. Pada 

saat itulah tanpa diduga-duga Perkasa 

menghantam ulu hati Suro dengan tendangan 

kaki kiri.

Duuk!

"Hegkh...!"

Suro Blondo keluarkan seruan 

tertahan. Ia jatuh terguling-guling. 

Bukan main sesaknya nafas si pemuda, ia 

cepat bangkit berdiri. Tetapi hal itu 

sulit dilakukannya. Sementara Perkasa 

telah menyerangnya kembali dengan sebuah 

pukulan yang mematikan.

Melihat selarik sinar merah 

meluncur deras ke arah si pemuda. Maka 

Dewi Arimbi segera kirimkan sebuah 

pukulan 'Benteng Kincir Air'. Seketika 

itu juga terdengar suara angin menderu


deru. Segelombang angin bercampur uap 

putih melesat deras dari telapak tangan 

si gadis. Tidak dapat dihindari lagi 

kedua pukulan dahsyat itu akhirnya 

bertemu di udara dan menimbulkan ledakan 

dahsyat.

"Blaam...!"

"Huukh...!"

Kali ini Perkasa tampak jatuh 

terduduk. Dewi Arimbi sendiri tampak 

terguling-guling. Sudut bibirnya 

mengucurkan darah. Gadis itu berusaha 

memperbaiki posisinya. Tetapi gerakannya 

ini malah membuat darah semakin banyak 

yang keluar.

Suro Blondo yang juga sudah terluka 

tidak mungkin membiarkan kenyataan ini 

terjadi. Ia segera bangkit berdiri. Lalu 

ia mengerahkan tenaga dalam ke bagian 

telapak tangan. Tiba-tiba ia melompat ke 

depan disertai seruan keras....

"'Ratapan Pembangkit Sukma' 

Hiyaa...!"

Pemuda berambut hitam kemerahan ini 

dengan serentak menghentakkan kedua 

tangannya ke arah Perkasa yang baru saja 

berusaha bangkit berdiri. Angin kencang 

bergulung-gulung laksana badai salju 

menderu. Tampak sinar putih memenuhi 

daerah tersebut. Pohon-pohon bertum-

bangan, pukulan tersebut menyapu apa saja 

yang berada di depannya. Melihat badai


topan yang mendayu-dayu ini. Perkasa 

mencoba melepaskan pukulannya. Tetapi apa 

yang dilakukannya sudah sangat terlambat. 

Kemudian....

Glaar!

"Aaaa...!"

Perkasa menjerit sambil memegangi 

dadanya. Tubuh laki-laki tinggi besar ini 

terguling-guling. Dari sudut-sudut bibir 

Perkasa tampak mengucurkan darah. 

Pendekar Blo'on tidak mau mengulur-ulur 

waktu lagi. Sekali lagi ia melepaskan 

pukulan 'Ratapan Pembangkit Sukma' ke 

arah lawan. Tetapi rupanya walau Perkasa 

telah terluka. Ia juga melepaskan pukulan 

andalannya.

Ketika tangannya ia kibaskan ke 

depan. Maka selarik sinar menebar hawa 

panas menderu ke arah Suro Blondo. Selagi 

pukulannya meluncur deras di udara. Maka 

Perkasa langsung berkelebat pergi.

Blaar!

"Hekh...!"

Suro Blondo jatuh terjengkang. 

Dadanya terguncang, isi perutnya bergetar 

sehingga menimbulkan rasa sakit 

berdenyut-denyut. Sebenarnya Suro Blondo 

sempat melihat lawannya melarikan diri 

tadi. Namun ia tidak sempat mencegah, 

karena pukulan Perkasa menghadang 

langkahnya.

"Benar-benar manusia kampret! Ia


melarikan diri di saat aku hampir 

mencapai sebuah kemenangan!" maki 

Pendekar Blo'on sambil golang-golengkan 

kepalanya.

"Sudahlah, cepat atau lambat kita 

pasti akan menemukannya lagi!" ujar Dewi 

Arimbi yang baru saja selesai mengobati 

luka dalam yang dideritanya.

"Kita harus memburu manusia setan 

itu!" tegas Pendekar Blo'on.

"Ya, kau sendiri bagaimana? Apakah 

sudah dapat meneruskan perjalanan 

kembali?" tanya Dewi Arimbi.

"Aku tidak apa-apa. Mari kita 

pergi...!" ajak Suro Blondo.

Tanpa berkata apa-apa lagi mereka 

segera berangkat ke arah matahari terbit. 

Tepatnya ke Bukit Cadas Siluman.

***

Setelah mengobrak-abrik tempat 

persembunyian Mustika Jajar yang lama. 

Kakek berbadan pendek tidak sampai satu 

meter itu segera membakarnya. Dalam waktu 

sebentar saja api pun telah berkobar-

kobar.

"Dia telah hengkang dari sini! 

Kemana perginya gadis iblis itu?" pikir 

laki-laki berkumis dan berjenggot putih 

ini. "Sekarang aku melakukan segala-

galanya seorang diri. Bocah gendeng itu


entah dimana rimbanya! Apa Dewi Kehidupan 

telah membunuhnya?" Wiro Suryo hanya 

menggelengkan kepalanya saja. Tidak lama 

setelah itu ia meneruskan perjalanannya 

kembali dengan hati kecewa.

Akan tetapi belum lama dia 

berjalan. Tiba-tiba saja dari semak-semak 

belukar bermunculan sosok tubuh meng-

hadang Tenggiling Kedil. Melihat 

penampilan mereka tampaknya orang-orang 

ini dari rimba persilatan. Cuma yang agak 

mencurigakan kelima laki-laki tersebut 

seperti orang linglung,

"Berhenti...!" perintah salah 

seorang di antaranya yang memakai baju 

hijau. Wiro Suryo alias Tenggiling Kedil 

menghentikan langkahnya. Kemudian ia 

tertawa membahak.

"Kau memerintahkan aku berhenti. 

Besar juga nyalimu!" bentak si kakek.

"Kau harus menyerah pada kami, 

Kisanak. Kalau engkau mau bergabung, 

tentu ketua kami tetap membiarkan engkau 

tetap hidup!"

"Ha ha ha...! Hidup sembilan puluh 

tahun, baru sekali ini ada orang berani 

membentakku! Aku jadi ingin bertanya 

apakah ketua kalian itu Betina Dari 

Neraka?"

"Benar!" sahut yang memakai baju 

hitam dengan angkuhnya.

"Kalian lihat api di belakang sana!


Sebentar tadi aku baru saja membakar 

bekas tempat tinggal Iblis Betina Dari 

Neraka. Sekarang aku malah sedang memburu 

manusia setan itu. Tegasnya walaupun aku 

punya badan kecil dan pendek, tetapi aku 

tidak suka diperintah oleh siapapun. 

Mengerti!" dengus Tenggiling Kedil.

Ucapan Wiro Suryo ini tentu membuat 

kelima laki-laki yang menghadangnya 

menjadi sangat marah.

"Diberi kesempatan hidup malah 

minta racun. Bunuh si pendek jelek itu!" 

perintah yang berbaju hijau.

Serentak kelima orang ini menerjang 

Wiro Suryo. Kaki dan tangan mereka 

meluncur menghujani tubuh kakek berbadan 

sangat pendek ini. Tetapi dengan cara 

bergulung-gulung seperti Tenggiling. Ia 

berhasil menghindari serangan kelima 

lawannya. Bahkan ia kemudian melipat 

badannya sehingga berbentuk bulat seperti 

bola. Dengan begitu ia menggelinding 

kesana kemari dengan cepatnya. Kelima 

laki-laki yang menyerang Wiro Suryo jadi 

terkejut. Ia tidak menyangka lawan yang 

dihadapinya dapat melakukan tindakan yang 

aneh-aneh.

"Tendangan Berantai! Heaa...!"

Disertai teriakan keras, dalam 

waktu bersamaan mereka melepaskan 

tendangan ke arah Wiro Suryo. Semula 

kakek itu tetap berada di tempat. Tetapi


ketika serangan kaki lawannya semakin 

bertambah dekat. Maka ia kembali 

menggelundung seperti bola. Tidak dapat 

dihindari lagi kaki mereka beradu dengan 

kaki kawannya sendiri.

Bletak!

"Wadoww...!"

Mereka menjerit kesakitan. Ketika 

orang-orang ini melompat mundur. Maka 

tampak kaki mereka menjadi pincang.

"Goblok, mengapa menyerang kaki 

kawan sendiri!" bentak yang berbaju hitam 

sewot.

"Siapa sangka dia bakal meng-

hindar!" sergah kawannya tidak senang.

"Sekarang serang pakai senjata!" 

perintah laki-laki berbadan tinggi besar 

yang berdiri tegak di sebelah kanan Wiro 

Suryo. Kawan-kawannya menganggukkan 

kepala.

Sring! Sriing!

Mereka segera mencabut clurit yang 

tergantung di pinggang masing-masing. 

Wiro Suryo segera bangkit berdiri. Ia 

mengusap-usap perutnya yang tidak memakai 

baju.

Ketika senjata-senjata itu di

kibaskan ke depan. Maka terdengar desir 

angin menggiriskan hati. Clurit-clurit di 

tangan lawan terus bergerak kemana saja 

Wiro Suryo mencoba menghindar. Terkadang 

menusuk, membabat, mengait atau malah


menebas. Dengan kelincahannya yang sangat 

luar biasa sekali Wiro Suryo terus 

berkelit. Karena hujan serangan bertubi-

tubi. Maka kakek pendek ini terpaksa 

mengerahkan ajian 'Suket Sekilen'. 

Kehebatan ajian ini walaupun lawan sudah 

memastikan bahwa serangan senjatanya 

sudah mengenai sasaran. Tetapi serangan 

tersebut sesungguhnya hanya sejengkal 

lagi mengenai sasaran.

Berulang kali serangan-serangan 

gencar dilakukan oleh lawannya. Tapi 

sampai sejauh itu mereka masih belum 

berhasil melukai apalagi merobohkan Wiro 

Suryo. Lima belas jurus berlalu tanpa 

membawa hasil bagi lawan-lawannya. Si 

kakek merasa telah cukup memberi 

kesempatan pada mereka.

"Manusia-manusia tolol begundal 

iblis, kodok buduk kebo bunting! Serangan 

yang kalian lakukan tidak bermutu 

semuanya! Sekarang lihatlah baik-baik 

bagaimana caranya mempecundangi manusia 

tolol seperti kalian!" teriak Wiro Suryo.

Bet!

Sekali berkelebat, maka tubuh 

Tenggiling Kedil lenyap dari pandangan 

mata. Rupanya ia menyusup ke pertahanan 

lawannya. Karena tubuhnya yang pendek, ia 

menyelinap di bawah selangkangan lawan 

sambil menjambreti buah jambu yang cuma 

dua biji itu. Atau tidak jarang ia


meremas tempat keramat ini.

"Aarkh...!"

"Wuaaakh...!"

"Keparat...!"

Jerit kesakitan dan suara makian 

terdengar silih berganti. Mereka 

berjingkrakan seperti monyet-monyet yang 

terserang penyakit ayan. Sedangkan tangan 

kiri mereka memegangi pusakanya yang 

terasa semakin memanjang. 

"Ha ha ha...! Bertarung ya... 

bertarung, tidak usah menjerit apa lagi 

memaki." kata Wiro Suryo sinis.

"Tua bangka setan kejepit bumi! Kau 

harus merasakan pembalasan kami!" teriak 

salah seorang di antaranya dengan geram.

Mendahului kawan-kawannya laki-laki 

itu menyerang Wiro Suryo dengan 

mempergunakan jurus 'Menepis Hujan di 

Siang Hari'. Ini merupakan salah satu 

jurus andalan bagi kelima lawan 

Tenggiling Kedil tersebut. Mula-mula ia 

melakukan gerakan-gerakan seperti 

menangkis, sedangkan kedua kakinya ter-

kembang. Detik berikutnya seperti seekor 

babi hutan laki-laki tersebut meluruk 

deras ke arah Wiro Suryo. Serangan ini 

jelas sangat berbahaya bagi si kakek 

pendek. Namun ia menghindar ke samping, 

lalu merundukkan kepalanya serendah 

mungkin. Setelah clurit lewat di atas 

kepalanya. Maka ia menangkap pergelangan


tangan lawan.

Tep! 

Sambil mencekal pergelangan tangan 

lawan, tangan kiri si kakek merampas 

senjata milik lawan. Begitu senjata 

berada di tangannya. Ia mengibaskan 

senjata melengkung itu ke perut lawan.

Brebet...!

"Aaakh...!"

Laki-laki berbaju hitam menjerit 

keras. Isi perutnya berbusaian keluar, 

sedangkan darah mengucur seperti kerbau 

disembelih. Anehnya Wiro Suryo tidak 

langsung melepaskan lawan. Ketika melihat 

lawan lain menyerangnya. Maka si baju 

hitam yang telah tewas tadi dilemparkan 

ke arah para penyerangnya.

Wees!

Gabruuk!

Tiga orang lawan jatuh terduduk 

tertimpa mayat kawannya sendiri. Mereka 

segera bangkit berdiri dan berlompatan ke 

arah Wiro Suryo sambil mengibaskan 

senjata di tangan. Tetapi ketika itu Wiro 

Suryo telah berguling-guling menjauhi 

lawannya. Sehingga serangan-serangan itu 

hanya mengenai angin atau menghantam 

senjata kawan sendiri.


DELAPAN


"Cincang bangsat pendek itu!" 

teriak salah seorang lawan kepada tiga 

orang kawannya. Teriakan itu segera 

disambut dengan teriakan yang lain-

lainnya. Lalu mengepung Wiro Suryo dari 

empat penjuru arah sekaligus. 

"Hemm, nyali kalian memang cukup 

besar! Tetapi kemampuan tidak ada!" kata 

si kakek pendek mengejek. Ketika sedang 

bicara begitu, tiba-tiba terasa sambaran 

angin dingin dari bagian rusuk sebelah 

kiri. Tenggiling Kedil cepat berpaling. 

Dilihatnya sebuah clurit hampir menebas 

beberapa buah tulang rusuknya yang kecil-

kecil.

Kakek berambut jarang ini melompat-

lompat seperti seekor kodok. Lalu ia 

mengerahkan tenaga dalamnya ke bagian 

telapak tangan. Ketika tenaga dalamnya 

itu telah tersalur ke bagian telapak 

tangan. Maka sekujur tubuhnya tampak 

seperti memancarkan cahaya putih 

berkilauan. Kemudian Wiro Suryo melenting 

ke udara.

"'Aji Pancar Cahaya'! Shaaaa...!"

Disertai dengan teriakan keras 

menggelegar. Wiro Suryo mengibaskan kedua 

tangannya yang berwarna putih itu ke arah 

lawan-lawannya. Detik itu juga tampak 

melesat empat larik sinar putih


menyilaukan mata. Sinar yang menebarkan 

hawa sejuk seperti di pegunungan ini 

langsung menghantam ke empat orang lawan-

lawannya.

Buum!

"Huaakh...!"

Ke empat laki-laki tersebut jatuh 

terpelanting. Saat mereka masih melayang 

di udara. Dari mulut mereka menyemburkan 

darah. Begitu mereka terhempas di tanah 

maka jiwa mereka sudah tidak dapat 

diselamatkan lagi. Tampak dengan jelas 

dari pori-pori mereka keluar darah 

berwarna hitam. Begitu dahsyat ajian yang 

dimiliki oleh Wiro Suryo ini. Sehingga 

lawan-lawannya yang tewas pun sudah tidak 

merasakan rasa sakit lagi.

"Mati yang sia-sia adalah kematian 

yang orang itu sendiri tidak tahu untuk 

apa membela orang yang bersalah!" kata si 

kakek. "Weleh-weleh, perjalananku jadi 

tertunda gara-gara empat kroco pesing 

ini!" Tenggiling Kedil menggelengkan 

kepalanya. Ia baru saja bermaksud memutar 

langkah, ketika terdengar suara tidak 

jauh di belakangnya.

"Lima Iblis Clurit Maut, mati 

percuma membuang nyawa! Kita sekarang 

bertemu lagi. Aku gembira karena hutang 

lama segera terbalas!" bentak sebuah 

suara. Wiro Suryo menunggu untuk beberapa 

saat lamanya. Karena yang bicara tadi


tidak kelihatan juga maka ia segera 

menyahuti....

"Mendengar suaramu seperti burung 

hantu, aku mana kena ditipu! Kalau badan 

belum menjadi setan lebih baik tunjukkan 

diri. Walau kau dapat merubah suaramu 

seperti burung bangkai. Aku pasti 

mengenal tampangmu!"

"Hak hak hak...! Bagus kalau kau 

masih kenal diriku. Kau tinggal sebutkan 

kematian yang bagaimana yang kau mau?" 

dengus orang itu. Lalu terlihat sosok 

tubuh berkelebat ke arah Tenggiling 

Kedil. Tidak sampai sekedipan mata, 

tampak seorang laki-laki bertubuh 

jangkung berdiri tegak di depannya.

"Ternyata mataku tidak kena ditipu. 

Kau pasti Wiku Palawa yang kutinggalkan 

dalam keadaan sekarat di depan pagar 

tembok majikanmu, Iblis Betina Dari 

Neraka!" dengus Wiro Suryo ketus.

"Tidak pernah kupungkiri kehebatan

mu! Sayangnya kau kemari tidak bersama-

sama bocah miring itu. Apakah dia sudah 

mampus?" ejek Wiku Palawa. Untuk lebih 

jelasnya siapa Wiku Palawa (Dalam Episode 

Betina Dari Neraka).

"Kawanku Suro Blondo tampangnya 

memang ketolol-tololan, namun otaknya 

cerdik. Sekarang mungkin ia sedang 

bertarung dengan Iblis Betina Dari Neraka 

Majikanmu!" pancing Wiro Suryo memanasi.


"Ha ha ha...! Bukan hanya tubuhmu 

saja yang membuat iba orang lain. 

Ternyata kau juga adalah seorang pemimpi. 

Bagaimana mungkin majikanku di Bukit 

Cadas Siluman dapat dikalahkan oleh bocah 

tolol itu. Sedangkan selain perkasa dia 

sendiri punya ratusan pengawal yang 

terdiri dari mayat-mayat hidup!" jawab 

Wiku Palawa. Tanpa ia sadari ucapannya 

barusan tadi sudah merupakan sebuah 

keterangan bagi Tenggiling Kedil.

"Walaupun Betina Dari Neraka punya 

seribu pengawal. Ia tidak mungkin lolos 

dari maut. Anak ajaib itu akan memenggal 

kepalanya, kemudian membuang tubuh 

Mustika Jajar ke taut Selatan!"

"Keparat pendusta! Kau hanya 

mengulur-ulur waktu saja! Kini giliranmu 

mati ditanganku." dengus Wiku Palawa.

"Jangan bicara seperti geledek. 

Buktikanlah kau punya kejantanan kalau 

tidak merasa malu." sahut Wiro Suryo 

disertai senyum.

Semakin panas hati Wiku Palawa 

mendengar ucapan lawannya. Tiba-tiba saja 

ia melompat ke depan sambil mengebutkan 

tongkat di tangannya. Si kakek tidak 

menyangka datangnya serangan secepat itu. 

Sehingga dengan telak tongkat 

lawan menghantam punggungnya. 

Buuk!

"Aduh... duh...!"


Wiro Suryo terhuyung-huyung. 

Sedangkan Wiku Palawa terus mendesak 

dengan serangan tongkat hitamnya. Jurus 

yang dipergunakan oleh Wiku Palawa juga 

tidak tanggung-tanggung. Ia mempergunakan 

jurus Tongkat Pelebur Darah. Hanya dalam 

waktu singkat tampak sinar hitam seakan 

mengepung Wiro Suryo dari seluruh penjuru 

arah. Kakek berbadan pendek setinggi 

setengah meter ini dibuat kalang kabut.

"Hih...!"

Tiba-tiba saja ia melambung tinggi 

ke udara. Setelah berjumpalitan beberapa 

kali tubuhnya meluncur deras ke arah 

lawan. Kakinya yang pendek menghantam 

kepala lawannya. Walaupun Wiku Palawa 

sudah berusaha merundukkan kepalanya 

serendah mungkin. Tetapi kaki Wiro Suryo 

terus mengejar dan....

Gladuk...!

"Wuaakh...!"

Laki-laki berpakaian serba kuning 

ini merasa dunia seakan berputar-putar. 

Kepalanya sakit berdenyut. Walaupun 

begitu tampaknya ia menjadi semakin 

nekad. Apalagi mengingat beberapa waktu 

yang lalu Wiro Suryo pernah mempermalukan 

dirinya dengan membuat sang Wiku tidak 

sadarkan diri. 

Kini ia menyodokkan tongkatnya ke 

perut Tenggiling Kedil. Tetapi si kakek 

super pendek sudah menggelundung dan


bergerak menjauh.

Cwieet!

Serangan Wiku Palawa hanya membeset 

angin. Rupanya hal ini membuat sang Wiku 

menjadi bertambah geram. Kemudian ia 

menggeser kakinya ke samping sebanyak dua 

langkah. Sedangkan tongkat hitam di 

tangannya ia putar dengan cepat, sehingga 

menimbulkan suara angin menderu-deru.

"'Sabetan Geledek' Shaaa...!" 

teriak Wiku Palawa.

Sambil terus memutar tongkat, Wiku 

Palawa melompat-lompat ke depan mendekati 

musuh bebuyutannya. Tongkat dikibaskannya 

ke arah lawan, sedangkan kaki menyapu 

bagian bawah tubuh Wiro Suryo. Serangan 

seperti ini jarang dilakukan oleh orang-

orang rimba persilatan. Karena selain 

menguras tenaga, gerakannya pun sangat 

sulit.

Si kakek kerdil sempat terkesiap 

juga. Tetapi ia segera berjumpalitan ke 

belakang. Tendangan kaki Wiku Palawa 

luput, namun tongkatnya sempat menghantam 

perut Wiro Suryo.

Gdbuuk!

"Atauww...!"

Tenggiling Kedil meringis kesakitan 

sambil berjingkat-jingkat. Tampaknya 

Tenggiling Kedil tidak kapok. Tiba-tiba 

saja ia berguling-guling perut sang Wiku.

Buuk!


Lawannya sempat terdorong mundur. 

Tetapi sekejab kemudian ia sudah melompat 

dan menginjak dada Tenggiling Kedil.

Ngiik!

"Wei... orang gendeng, kualat kau 

menginjak dada orang tua!" teriak kakek 

konyol ini sambil meronta. Namun injakan 

kaki lawan semakin kuat. Malah Wiku 

Palawa menghantamkan tongkat di tangannya 

ke bagian kepala lawannya. Dengan gerakan 

yang sangat aneh, tubuh yang terinjak itu 

tiba-tiba meluncur ke depan. Sedangkan 

tongkat di tangan Wiku terus meluncur dan 

menghantam tulang kakinya sendiri.

Glotak!

"Aduuh...!" 

Wiku Palawa menjerit kesakitan 

terhantam tongkatnya sendiri. Wiro Suryo 

yang sudah berdiri sepenuhnya usap-usap 

dadanya yang memerah. Ia kemudian tertawa 

terbahak-bahak.

"Ha ha ha...! Agaknya otakmu benar-

benar sudah miring. Masa kaki sendiri 

dipukuli. Makanya jangan terlalu bernafsu 

membunuh orang, otak di pakai, jangan 

asal mengumbar tenaga. Main serudak-

seruduk macam babi. Dasar anak buahnya 

iblis!" teriak Wiro Suryo seperti sedang 

memarahi anaknya yang nakal.

"Manusia bangsat! Makanlah nih 

tongkatku...!" geram Wiku Palawa. 

Set!


Bet! Bet!

Tongkat hitam itu kemudian menderu-

deru. Sesekali meliuk, menotok bagaikan 

seekor ular cobra yang sedang marah.

Menghadapi serangan yang bertubi-

tubi ini penghuni Gunung Sembung segera 

mengerahkan ajian 'Suket Sekilen'. Hanya 

sebentar saja serangan-serangan lawannya 

tampak menjadi kacau dan tidak pernah 

mengenai sasarannya. Dalam penglihatan 

Wiku Palawa, setiap tusukan maupun 

gamparan tongkatnya mengenai bagian tubuh 

Tenggiling Kedil. Namun kenyataan yang di 

dapat sungguh sangat bertolak belakang 

sekali. Tidak satupun serangan itu 

mengena. Sebaliknya serangan balasan yang 

dilakukan oleh Wiro Suryo berulang kali 

menghantam dada maupun kening lawannya. 

Sehingga pelipis Wiku Palawa tampak

mengucurkan darah dan membengkak sebesar 

telur ayam.

Sang Wiku tampaknya mulai bingung 

dan merasa kehabisan akal menghadapi 

orang tua yang sama konyolnya dengan 

Pendekar Blo'on ini. Akhirnya ia terpaksa 

melompat mundur ke belakang. Tongkat 

ditangannya ia campakkan ke samping. 

Tenggiling Kedil menanggapinya dengan 

tawa.

"Rupanya kau sudah jenuh 

mempergunakan tongkat, ya...? Sekarang 

apa kau mau mempergunakan tongkat


kramatmu? Ha ha ha...! Sebaiknya jangan. 

Tongkat itu khusus untuk perempuan, 

mustahil kau memasukkannya ke lubang 

semut atau pantatku. Nanti semut-semut 

marah dan membuatmu menjadi konyol!" ejek 

si kakek rada-rada ngeres.

Pipi Wiku Palawa tampak menggembung 

menahan geram. Wajahnya merah padam. 

Tetapi ia tetap tutup mulut dan 

konsentrasi mengerahkan tenaga dalam ke 

bagian telapak tangan. Beberapa detik 

setelah kedua tangan itu telah menjadi 

hitam. Lalu....

"'Petaka Gila Durjana'! Hiyaa...!"

Disertai teriakan melengking 

seperti seekor serigala kelaparan, Wiku 

Palawa menghantamkan kedua tangannya ke 

depan. Sepuluh larik sinar hitam menebar 

bau busuk melesat bagaikan jilatan lidah 

api ke arah Wiro Suryo. Hanya beberapa 

saat kemudian sinar hitam tersebut 

menghantam Wiro Suryo.

Gledeng...!

"Aaaa...!"

Dengan telak pukulan tersebut 

menghantam tubuh lawannya. Wiro Suryo 

tergontai-gontai. Namun tidak ada satupun 

bagian yang kurang dari tubuhnya. Kiranya 

ketika lawan melepaskan pukulan tadi, 

Tenggiling Kedil membentengi dirinya 

dengan ajian 'Suket Sekilen'. Ketika debu 

lenyap dari udara, maka Wiro Suryo


tertawa membahak. Ia berdiri bertolak 

pinggang.

"Pukulan picisan begitu kau 

pamerkan di depanku! Jika kau punya yang 

lebih ampuh lagi, kuberi kesempatan 

padamu untuk melepaskannya. Jika tidak 

kau bakal tidak mendapat pengampunan ke 

dua dariku!" dengus si kakek super 

pendek. Wiku Palawa tercengang. Ia telah 

melepaskan pukulan tingkat paling tinggi 

yang ia miliki. Sosok di depannya 

pastilah bukan manusia, sebab bila 

manusia sungguhan. Paling tidak tubuhnya 

telah hancur berkeping-keping.

Merasa tidak punya pilihan lain 

lagi, maka Wiku Palawa terpaksa 

mempergunakan asap pembius pemberian 

Mustika Jajar. Laksana kilat ia 

menyambitkan benda hitam sebesar kepalan 

tangan orang dewasa ke depan Wiro Suryo.

Buum!

Begitu suara ledakan terdengar. 

Maka asap tebal langsung menebar ke arah 

Wiro Suryo. Sebagai orang yang telah 

kenyang makan asam garam rimba 

persilatan. Tentu ia mengetahui kekuatan 

apa yang terkandung di dalam tabir asap 

itu. Sehingga sejak awal, sebelum bahan 

pembius itu meledak ia telah menutup 

indera penciumannya.

"Aakkkh... mengapa begini...!" 

desis si kakek.


Kemudian tubuhnya tampak terhuyung-

huyung. Setelah itu ia jatuh terlentang 

seperti orang yang tidak sadarkan diri.

Wiku Palawa merasa senang bukan 

main melihat lawannya roboh. Ternyata si 

pendek konyol ini masih kena diakali. 

Siapa kira akan semudah itu ia menangkap 

Wiro Suryo yang dianggapnya memiliki 

mukjizat tersebut.

"He he he...! Ternyata jalan 

pikiranmu sependek tubuhmu! Manusia 

sepertimu akan sangat berguna bila 

bergabung dengan kami!" kata Wiku Palawa.

Tanpa merasa curiga sedikitpun. Ia 

segera mendekati Tenggiling Kedil dengan 

maksud membawanya pergi ke Bukit Cadas 

Siluman. Namun diluar dugaan, Wiro Suryo 

membalikkan tubuhnya. Sedangkan kedua 

tangan dihentakkan ke arah lawan. 

Segulung sinar putih menderu. Begitu 

dekatnya jarak di antara mereka sehingga 

Wiku Palawa tidak sempat lagi menghindar. 

Tidak terelakkan lagi ajian 'Pancar 

Cahaya' yang dilepaskan Wiro menghantam 

tubuh lawannya. Nyawa Wiku Palawa putus 

seketika, sehingga dia tidak sempat lagi 

menyadari apa yang terjadi dengan 

dirinya. Wiro Suryo bangkit berdiri.

"Dia entah ke akherat atau neraka 

aku tidak perduli. Yang terpenting aku 

sudah mendapat petunjuk dimana iblis 

bersembunyi!" kata kakek kerdil itu

sambil melangkah pergi.


SEMBILAN



Dengan langkah terhuyung-huyung. 

Perkasa kembali ke Bukit Cadas Siluman 

dengan membawa kekalahannya. Ketika itu 

di bagian bangunan depan yang belum jadi 

sepenuhnya tampak sepasukan mayat hidup 

sedang berjaga-jaga. Selain mayat-mayat 

hidup ini masih ada lagi beberapa orang 

laki-laki berpakaian serba hitam.

Mereka juga adalah anak buah Iblis 

Betina Dari Neraka yang berhasil 

ditundukkan oleh Wiku Palawa. Mustika 

Jajar sedang mondar-mandir di dalam 

ruangan pribadinya ketika pintu depan 

terkuak dengan paksa. Ia tampak terkejut 

juga saat melihat Perkasa dalam keadaan 

terluka.

"Kekasihku, apa yang terjadi 

denganmu?" tanya Mustika Jajar.

Gadis cantik itu segera menghampiri 

kekasihnya. Kemudian ia memapahnya menuju 

ke tempat tidur.

"Pemuda tolol itu telah melukaiku.

Dia tidak sendiri, melainkan datang 

bersama seorang gadis air." Lapor 

Perkasa dengan suara timbul tenggelam 

tidak beraturan. 

"Dewi air maksudmu?"


"Ya...."

"Keparat! Suro Blondo kelewat 

berani bertindak sewenang-wenang terhadap

mu! Rupanya dia belum tahu bahwa melukai 

dirimu sama saja artinya menyakiti aku. 

Jangan khawatir kekasihku. Bila si 

keparat itu datang ke sini. Tentu tidak 

ada jalan hidup baginya dan sebuah kubur 

telah kusediakan buatnya!"

"Dia sangat kuat sekali!" sergah 

Perkasa seakan ragu.

"Biarkan dia punya kekuatan 

selangit tembus, namun aku adalah Iblis 

Betina Dari Neraka. Tidak ada yang dapat 

mengalahkan orang sepertiku! Nah sekarang 

kau istirahatlah. Aku akan menyediakan 

obat-obatan untukmu...!" kata Mustika 

Jajar.

"Tunggu Junjunganku!"

Si gadis hentikan langkah.

"Ada apa?"

"Apakah kau lupa bahwa setiap 

penyakit yang kuderita tidak ada obatnya? 

Tubuhku tidak seperti manusia biasa. 

Badanku tidak bisa menyerap obat apapun. 

Terkecuali yang satu itu...!" Perkasa 

tidak melanjutkan kata-katanya. Tetapi 

Mustika Jajar cepat tanggap. Maka ia pun 

tertawa mengikik.

"Hik hik hik...! Hemm, akupun 

hampir lupa bahwa kau tidak pernah makan 

dan tidak pernah tidur. Makananmu adalah


cinta...! Tetapi apakah kau sekarang 

sudah siap melakukannya?" tantang si 

gadis.

"Dalam keadaan hancur sekalipun aku 

selalu siap melakukan yang satu itu!" 

sahut Perkasa.

Mustika Jajar tersenyum. Tanpa 

membuang-buang waktu lagi ia segera 

melepaskan kancing-kancing bajunya. 

Setelah melepaskan seluruh pakaian yang 

menutupi auratnya. Maka ia langsung 

memeluki tubuh Perkasa. Dadanya yang 

membusung menekan dada Perkasa yang 

bidang. Dengan agresip sekali ia 

menjatuhkan ciuman bertubi-tubi di bibir 

dan leher kekasihnya. Perkasa 

menggeliatkan tubuhnya. Terdengar suara 

erangan dari mulut laki-laki penjelmaan 

patung tersebut.

"Perkasa. Kau tidak boleh mati, 

tanpamu hidupku akan menjadi sunyi. Tiada 

yang dapat menghilangkan dahaga yang 

kurasakan. Kau adalah segala-galanya 

bagiku!" desis si gadis dengan mata 

setengah terpejam. 

Perkasa segera bersaksi atas apa 

yang terjadi pada dirinya ia memeluk 

Mustika Jajar dengan erat. Sementara 

tangannya yang kokoh bergerak nakal ke 

sekujur tubuh si gadis, sehingga membuat 

Mustika Jajar menggelinjang.

"Per-ka-sa... se-ka-rang....


Cepatlah lakukan...!" bisik Mustika Jajar 

di telinga Perkasa. Apa yang terjadi 

kemudian terasa begitu cepat. Saat 

Perkasa memasuki diri si gadis. Maka 

Mustika Jajar menjerit lirih, sedangkan 

pelukannya semakin bertambah erat saja.

Apa yang terjadi di dalam ruangan 

tersebut. Selanjutnya hanyalah dinding 

kamar yang menjadi saksi bisu atas 

perbuatan terkutuk mereka. Sampai 

akhirnya mereka sampai pada puncak 

pendakian. Mustika Jajar terkapar di sisi 

kekasihnya. Gadis cantik itu tersenyum 

puas. Sedangkan diluar sepengetahuan 

Mustika Jajar. Luka-Iuka yang diderita 

oleh kekasihnya secara perlahan hilang 

dengan sendirinya.

"Walaupun dalam keadaan terluka, 

ternyata kau masih tetap hebat, Perkasa!" 

puji si gadis sambil menyeka bukit-bukit 

di dadanya yang berkeringat.

Perkasa hanya tersenyum. Tidak lama 

ia sudah bangkit berdiri dan berjalan 

mondar-mandir di tengah-tengah ruangan. 

Seakan tidak terjadi apa-apa pada 

dirinya.

"Cepat atau lambat dia pasti datang 

kemari! Disaat itulah seluruh anak buahku 

menghabisinya!" dengus si gadis sambil 

mengenakan pakaiannya kembali.

"Kuharap junjungan mampu 

membunuhnya!" kata Perkasa seakan merasa


sangat khawatir,

"Tidak usah takut. Aku adalah orang 

nomor satu di kolong langit ini! Tidak 

seorang pun dapat mengalahkan aku!" sahut 

gadis itu dengan segala keangkuhannya.

***

Untuk sementara kita tinggalkan 

dulu Perkasa dan kekasihnya yang sedang 

berandai-andai itu. Sementara di halaman 

depan, mayat-mayat hidup terus berjaga-

jaga dari segala kemungkinan. Pada 

kesempatan itu tiba-tiba di langit sana 

terdengar suara gemuruh disertai pekikan-

pekikan burung yang sangat banyak sekali 

jumlahnya.

"Kek... kreak... kreak...!"

Burung-burung bangkai semakin 

banyak berdatangan. Setelah kawanan 

burung bangkai itu memenuhi langit di 

atas Bukit Cadas Siluman. Maka tiba-tiba 

saja terdengar suara siulan. Gelombang 

suara siulan tersebut tidak beraturan.

"Bunuh...!"

Terdengar bentakan mengandung 

perintah. Dengan serentak dan disertai 

suara teriakan keras. Maka burung-burung 

pemakan bangkai itu meluncur turun 

menyerang mayat-mayat hidup. Para 

pengawal Mustika Jajar tampak menjadi 

panik. Mereka segera melakukan


perlawanan. Tetapi burung-burung bangkai 

menjadi semakin ganas. Rupanya mereka 

mengetahui bahwa yang mereka serang 

sebenarnya adalah bangkai-bangkai hidup 

yang menjadi sumber makanan mereka.

Mayat-mayat hidup menjadi panik, 

daging busuk mereka tercabik-cabik di 

sana-sini. Tetapi mereka dengan sengit 

melakukan serangan balasan. Tangan mereka 

mencengkeram setiap burung-burung yang 

hinggap di bahu atau di kepala mayat-

mayat ini. Rupanya suara ribut-ribut di 

luar sempat di dengar oleh Mustika Jajar. 

Bersama Perkasa ia menghambur keluar. 

Betina Dari Neraka terkesiap setelah 

melihat kawanan burung itu menyerang anak 

buahnya.

"Pasukan hitam, mengapa kalian 

hanya diam menonton!" teriak si gadis 

ditujukan langsung pada belasan laki-laki 

bersenjata golok besar.

Mendapat perintah dari atasannya, 

maka belasan orang berbaju hitam itu 

langsung mencabut goloknya dan membantu 

mayat-mayat hidup.

"Perkasa! Burung-burung keparat itu 

bagianmu." tegas Mustika Jajar.

Perkasa pemuda gagah penjelmaan 

patung karya cipta Pematung Kelana dengan 

cepat mendongak ke langit. Di atas sana 

ia melihat ratusan ekor burung bangkai 

sedang terbang berputar-putar di sertai


suara kak-kik-kok memekakan telinga.

Pemuda itu tiba-tiba mengibaskan 

kedua tangannya ke udara. Secara spontan 

tampak bunga api meluncur deras membelah 

udara. Lalu....

Blar! Blaar!

Pukulan dahsyat yang dilepaskan 

oleh Perkasa menghantam burung-burung 

pemakan bangkai tersebut.

"Kek...!"

Burung-burung itu berkaparan mati 

dengan tubuh hangus seketika. Walaupun 

begitu sebagian besar di antaranya 

selamat.

Burung-burung yang selamat kembali 

menyerang pengawal yang terdiri dari 

mayat-mayat hidup maupun pengawal Iblis 

Betina Dari Neraka yang memakai baju 

hitam.

Hanya dalam waktu yang singkat 

mayat-mayat hidup itu kehilangan daging-

daging busuk yang menempel pada badan 

mayat. Mayat-mayat itu jatuh bangun. 

Namun meskipun tinggal tulang belulang 

mereka bangkit lagi dan kembali menyerang 

kawanan burung-burung tersebut sehingga 

suasana di sekeliling tempat itu menjadi 

hingar-bingar.

Semakin lama pertarungan antara 

kawanan burung-burung bangkai dengan 

pasukan mayat hidup pengawal Mustika 

Jajar berubah menjadi semakin seru. Sudah


banyak pula burung-burung bangkai yang 

mati, sebaliknya walaupun mayat-mayat 

hidup tersebut tercabik-cabik. Namun 

mereka masih tetap bertahan seakan tidak 

ada sesuatu apapun yang berkurang dalam 

diri mereka.

Lama kelamaan jumlah burung pemakan 

bangkai itu semakin menyusut. Tampaknya 

mayat-mayat hidup berada dalam kondisi

yang menguntungkan. Pasukan berpakaian 

serba hitam yang melihat kenyataan ini 

segera berlompatan mundur. Sampai 

akhirnya mereka membentuk barisan seperti 

semula. Pada saat itulah tiba-tiba 

terdengar suara bentakan di sertai 

pengerahan tenaga dalam tinggi.

"Tahan...!" 

Mayat-mayat hidup tampak terhuyung 

ke belakang. Dari arah lain terlihat 

seorang laki-laki memakai topi caping 

berjalan mendekati Mustika Jajar.

"Harum benar bau disini? Pasukan 

mayat. Setahuku hanya Tua Tengkorak Mata 

Api saja yang memiliki ilmu iblis 

Pembangkit Mayat. Tidak kusangka gadis 

secantik dan semudamu mempunyai kekuatan 

langka itu. Apa hubunganmu dengan Tua 

Tengkorak Mata Api?" tanya kakek bertopi 

caping bambu itu penuh selidik.

"Hik hik hik...! Kau sendiri siapa? 

Apakah burung-burung bangkai itu 

milikmu?" Mustika Jajar malah balik


bertanya. Seakan pertanyaan kakek 

berwajah seperti terbelah ini hanya angin 

lalu saja.

"Akulah Datuk Tabala Muka alias Si 

Burung Bangkai!" jawab si kakek ketus. 

"Sekarang coba kau sebutkan kau 

punya nama atau gelar kalau punya. Dan 

katakan pula siapa nama gurumu?"

"Aku Mustika Jajar alias Betina 

Dari Neraka. Guruku memang Tua Tengkorak 

Mata Api." jawab si gadis.

Jika semula wajah di balik topi 

caping bambu tampak berseri-seri 

mendengar julukan Mustika Jajar. Maka 

setelah gadis berpakaian tembus pandang 

ini menyebutkan nama gurunya. Maka wajah 

yang seperti terbelah itu tampak 

berkerut. Kini setelah mendengar nama 

gurunya. Maka keinginannya untuk menja-

jaki kehebatan Iblis Betina Dari Neraka 

hilang seketika.

"Benar kau muridnya Tua Tengkorak 

Mata Api?"

"Kau tidak percaya silakan mampus 

dulu dan tanyakan kebenaran di 

neraka...!" kata si gadis.

"Ha ha ha...! Pulau Pelebur Dosa. 

itu jauh dari mata jauh pula dari hati. 

Sengaja kucari kau ke sini semata-mata 

ingin menghapus julukanmu yang kelewat 

muluk itu. Tidak kusangka kau muridnya 

Tua Tengkorak Mata Api. Si tua bengal


yang kehilangan matanya karena ingin 

menjajal kehebatan Malaikat Berambut 

Api...!" desis Datuk Tabala Muka. Jika 

semula Iblis Betina Dari Neraka telah 

bersiap-siap menjaga segala kemungkinan. 

Maka sekarang setelah kakek di depannya 

ada menyebut-nyebut nama gurunya. Maka 

Mustika Jajar jadi bertanya-tanya dalam 

hati. Siapa agaknya orang tua ini?

"Kau mau membunuhku? Apakah kau 

mampu?" tanya si gadis dengan senyum 

menantang.

"Semula memang.... Tetapi sekarang 

tidak lagi...!" jawab Datuk Tabala Muka 

tegas.

"Hik hik hik...! Mengapa? Apakah 

karena kau merasa terpikat dengan 

kecantikanku dan kemulusan tubuhku atau 

kau takut mampus?" ejek Iblis Betina Dari 

Neraka.

"Hak hak hak...! Datuk Tabala Muka 

tidak pernah mengenal rasa takut kepada 

siapapun. Jika benar-benar kau muridnya 

Tua Tengkorak Mata Api. Apakah manusia 

Maha Sesat itu tidak pernah bercerita 

kepadamu tentang adik seperguruannya yang 

tinggal di Pulau Pelebur Dosa?" Mustika 

Jajar terdiam. Tiba-tiba ia berseru....

"Guruku memang pernah bercerita 

tentang adik seperguruannya yang berjuluk 

Si Burung Bangkai... andakah orangnya?" 

tanya si gadis.


"Ha ha ha...! Di dunia ini hanya 

ada satu julukan Si Burung Bangkai. Tidak 

kusangka aku punya murid keponakan yang 

mempunyai ambisi besar sepertimu! Betapa 

Tua Tengkorak Mata Api akan bangga 

kepadamu!" Melihat kenyataan bahwa Datuk 

Tabala Muka masih merupakan paman gurunya 

sendiri, maka Mustika Jajar segera 

menjura hormat dan sikapnya pun berubah 

menjadi ramah.


SEPULUH



"Setelah mengetahui keinginan apa 

yang terkandung dalam niatku. Apakah 

paman guru kini bersedia bergabung 

denganku?" tanya si gadis sambil 

membasahi bibirnya yang kemerahan dan 

mengedipkan matanya yang nakal.

"Mengapa tidak. Jika telah 

kuketahui siapa kau. Tentu aku turut 

mendukung usahamu untuk mendirikan sebuah 

kerajaan persilatan. Aku akan membantumu 

sekuat kemampuanku!" kata Datuk Tabala 

Muka.

Iblis Betina Dari Neraka merasa 

senang mendengar keputusan Datuk Tabala 

Muka. Ia kemudian mendekati sang Datuk 

tanpa ragu-ragu lagi.

"Bersama pasukan Mayat ini aku 

telah mendirikan sebuah bangunan merah



tidak jauh dari sini. Paman bisa 

melihatnya betapa megahnya kerajaan 

persilatan yang kubangun. Jika paman mau, 

mari kita ke sana. Sementara ini kita 

biarkan pasukan mayat hidup ini bertahan 

di Bukit Cadas Siluman. Mereka akan 

menjadi ujung tombak di barisan depan."

"Jauhkah tempat itu dari sini?" 

tanya Datuk Tabala Muka.

"Tidak jauh. Hanya dua jam dari 

bukit ini."

"Mengapa pasukan mayat hidup 

ditinggalkan disini. Bukankah lebih baik 

mereka menjaga singgasana mu?"

"Semua ini kulakukan untuk mengecoh 

perhatian musuh-musuhku! Singgasana megah 

dari batu pualam putih itu dibangun 

dengan bantuan iblis. Jika sampai rusak. 

Aku akan meratapinya seumur hidup!"

"Ha ha ha...! Ternyata kau sangat 

cerdik dalam mengatur siasat. Aku yakin 

bocah tolol itu tidak akan lolos bila 

telah sampai disini!"

"Siapa yang paman guru maksudkan?" 

tanya Mustika Jajar dengan kening 

berkerut.

"Siapa lagi kalau bukan si tolol 

Suro Blondo."

"Oh itu, aku sendiri memang ingin 

menangkapnya hidup atau mati. Pernah dia 

dan kawannya termakan jebakanku, tetapi 

entah mengapa ia dapat meloloskan diri!"


ujar Mustika Jajar, geram.

"Jangan takut. Aku akan membantumu. 

Kelak aku akan menangkapi tokoh-tokoh 

rimba persilatan yang tidak mau tunduk 

kepadamu!" janji Datuk Tabala Muka.

"Aku senang mendengarnya." sahut si 

gadis sambil mengedipkan matanya. "Paman 

guru tahu, bahwa guru Suro Blondo adalah 

musuh besar guruku. Bahkan guru telah 

berpesan padaku agar mencari Malaikat 

Berambut Api. Cuma aku belum bisa 

melaksanakan perintah guru, karena 

sekarang ini aku harus melakukan tugas 

utama yang menjadi cita-citaku selama 

ini!"

"Dan cita-citamu hampir berhasil, 

bukan?"

"Memang. Tetapi hanya sebagian 

saja. Oh ya... sekarang kita lihat betapa 

megahnya singgasana yang dibangun hanya 

dalam waktu semalam itu." ujar si gadis. 

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Iblis 

Betina Dari Neraka dengan diikuti oleh 

Datuk Tabala Muka dan Perkasa segera 

meninggalkan Bukit Cadas Siluman. 

Sehingga di atas bukit itu sekarang yang 

tertinggal hanya pasukan Mayat Hidup dan 

juga pasukan hitam yang jumlahnya tidak 

lebih hanya lima belas orang saja. 

Sedangkan mayat-mayat hidup tampaknya 

jumlah mereka tidak berkurang dan 

mencapai ratusan.


* * *

Menjelang sore hari, di Bukit Cadas 

Siluman tampak sosok berbadan pendek 

berlari-lari seperti sedang bermain 

kucing-kucingan. Gerakannya lincah dan 

cepat. Sehingga sekilas seperti setan 

gentayangan yang sedang memburu waktu. 

Tingkah kakek yang cuma berselempang kain 

putih ini memang mirip dengan seorang 

bocah kecil yang nakal. Cuma yang 

membedakannya, kakek ini berambut putih, 

kumis dan janggutnya juga berwarna putih. 

Kakek bertampang lucu ini seperti kita 

ketahui bernama Wiro Suryo alias 

Tenggiling Kedil.

Ia menyisir Bukit Cadas Siluman 

semata-mata karena mendapat keterangan 

bahwa Betina Dari Neraka membangun sebuah 

kekuatan baru disana. Setelah sampai di 

puncak bukit sebelah selatan. Tenggiling 

Kedil sekonyong-konyong hentikan larinya. 

Karena badannya yang setinggi setengah 

meter, maka ia tidak melihat keadaan di 

depannya.

"Susahnya jadi manusia adalah 

seperti diriku ini. Ingin menggapai 

langit, langit begitu tinggi. Mau 

menggapai matahari, tubuhku pasti hangus. 

Ingin melihat ke depan, terpaksa memanjat 

pohon dulu ah!" kata Wiro Suryo kesal.

Lalu dia menghampiri sebatang pohon


berukuran sedang-sedang saja. Dengan 

gerakan cepat sulit diikuti mata ia mulai 

memanjat.

"Heh... ternyata aku sudah sampai 

di pucuk. Mengapa harus ke pucuk, kalau 

jatuhkan bisa mampus." gerutu Tenggiling 

Kedil. Ia bergerak agak turun. Di depan 

sana ia melihat sebuah bangunan yang 

tidak begitu mewah. Di depan bangunan 

terbuat dari kayu itu tampak ratusan 

laki-laki bertampang aneh-aneh sedang 

berjaga-jaga.

"Di situ rupanya manusia setan 

bersembunyi. Aku hampir kena di tipu jika 

Wiku Palawa tidak kasih petunjuk. Aku 

harus kesana!" pikir Wiro Suryo.

Ia bermaksud menuruni pohon yang 

dipanjatnya. Namun gerakannya terhenti 

ketika melihat dua sosok tubuh bergerak 

mengendap-endap di bawah pohon tersebut.

"Kurasa kita sudah hampir sampai!" 

kata yang berada di bawah pohon berbisik 

pada gadis baju putih yang berada di 

sampingnya.

"Lihatlah, penjagaan begitu ketat. 

Aku heran dalam waktu tidak lama Betina 

Dari Neraka mampu mengumpulkan pengikut-

pengikut yang cukup besar." gadis baju 

putih menyahuti. Pemuda di sampingnya 

julurkan kepala sambil mengangguk-angguk 

macam burung perkutut. Lalu digaruknya 

belakang kepala berulang-ulang.


"Tidak heran. Orang-orang yang 

tidak mau berpihak padanya pasti dibunuh. 

Kita juga harus berhati-hati, aku 

khawatir gurunya yang dapat menghidupkan 

patung ada bersamanya. Urusan bisa jadi 

kapiran jika mata sumplung itu ada 

bersama Mustika Jajar."

"Kau takut, Suro? Kita berdua 

kurasa bisa mengatasi mereka." menyahuti 

gadis baju putih penuh keyakinan.

"Jangan kelewat memandang rendah 

dengan kemampuan lawan. Kau tahu tidak. 

Aku sendiri bersama bocah tua bangka 

berambut putih dan berkumis cuma beberapa 

lembar itu pernah masuk dalam perangkap 

iblis Betina. Sebenarnya bukan 

kesalahanku, tapi kesalahan si tolol itu. 

Untung gurumu memisahkan kami. Kalau 

tidak bocah sinting itu bisa membuat aku 

semakin miring!" dengus pemuda berambut 

hitam kemerahan.

Walaupun kata-kata Suro Blondo 

terdengar pelan, tetapi sempat didengar 

oleh Wiro Suryo.

"Pemuda edan ini kalau nggak 

dibikin babak belur pasti selalu menghina 

orang lain. Dia kira dirinya itu siapa!" 

dengus Tenggiling Kedil dalam hati.

Set! Ser,...!

Wiro Suryo tiba-tiba melakukan 

sesuatu.

"Hah... hujan gerimis." Suro Blondo


menyeka tangannya yang terkena air.

"Tidak ada mendung mengapa ada 

hujan?" tanya Dewi Arimbi.

"Nah hujan lagi...!" kata si 

pemuda.

Lalu ia menyeka air yang bergulir 

di atas batang hidungnya. Tetapi ia 

mengendus bau pesing menyengat.

"Kurang ajar, bukan hujan. Tapi air 

kencing. Mana ada Malaikat kencing secara 

kurang ajar begini !" dengus Pendekar 

Blo'on.

Suro Blondo tidak disangka-sangka 

memungut batu di bawah kakinya. Sedangkan 

Wiro Suryo terpaksa menahan nafas dan 

menahan tawa.

"Kalau bukan perbuatan tua bangka 

edan kejepit bumi. Pasti ini perbuatan 

setan! Setiap setan usil harus dikasih 

mampus!" Pendekar Blo'on secepat cahaya 

melemparkan dua buah batu ke atas pohon.

Wuut!

Jdaak!

"Aduh...!"

Di atas pohon terdengar suara 

mengadu disertai melayangnya sosok tubuh 

pendek ke bawah.

Gubrak ..!

Tenggiling Kedil jatuh tepat di 

depan kaki murid Penghulu Siluman Kera 

Putih dan Malaikat Berambut Api. Begitu 

mengenali orang yang mengusilinya. Maka


Suro tertawa membahak.

"Oh... rupanya kau setan yang telah 

mengirimkan hujan padaku! Manusia macam 

kau memang selalu bikin jengkel orang 

lain. Dasar tua bangka sinting." dengus 

Pendekar Blo'on sambil pencongkan 

mulutnya.

"Pemuda sinting! Jangan kau berani 

kurang ajar padaku. Kau punya kesalahan 

sudah melebihi takaran. Kini setelah kau 

bergandengan dengan seorang gadis cantik. 

Kau berpura-pura tidak mengenal kawan 

lama."

"Apa salahku Tenggiling Kedil. Kau 

hendak mengatakan bahwa berjalan seorang 

diri tidak enak atau kau malah merasa 

iri? Besarkan dulu badanmu, nanti kalau 

sudah besar dan dewasa baru kau boleh 

punya pasangan." ejek Wiro Suryo.

"Bukan... bukan itu...! Aku mau tau 

kau punya jawaban, mengapa tempo hari kau 

meninggalkan aku di pinggir sungai. Hayo 

mengapa, coba jawab?"

"Oh... itu. Kurasa hanya kebetulan 

saja guru Dewi Arimbi menyukai aku. 

Beliau tidak mau mengajakmu karena walau 

kau sudah berjenggot dianggapnya kau 

masih bocah kecil."

Dewi Arimbi hanya diam saja melihat 

Suro dan Wiro berdebat. Ia rupanya sadar 

bahwa kedua manusia yang dihadapinya 

benar-benar sinting.


"Kau jangan meledekku. Sekarang 

kita punya tugas besar dan pesta 

pembantaian yang besar pula."

"Apa maksudmu?"

"Di depan sana ada sebuah bangunan. 

Turut Wiku Palawa yang sudah kojor di 

tanganku. Katanya Betina Dari Neraka 

sekarang menghimpun kekuatan di Bukit 

Cadas Siluman ini. Apa pendapatmu, 

sobatku?" desah Wiro Suryo ingin tahu.

"Wiku Palawa sudah mampus, aku 

sendiri hampir membunuh Perkasa. Sayang 

dia melarikan diri setelah terluka 

parah."

"Kurasa Perkasa segera pulih 

setelah mendapat kehangatan dari Mustika 

Jajar." sahut Tenggiling Kedil.

"Bagaimana kau tahu?"

"Menurut ramalanku begitu."

"Sudahlah, sekarang lebih baik kita 

santroni manusia setan itu." tegas Suro 

Blondo memutuskan.

"Tunggu dulu...!"

"Ada apa lagi?" tanya Suro, seraya 

menghentikan langkah tanpa menoleh ke 

belakang.

"Kau belum memperkenalkan aku pada 

gadis cantik ini. Apakah dia sekarang 

telah menjadi sobatmu atau kekasihmu?"

Memerah wajah Dewi Arimbi mendengar 

ucapan Wiro Suryo. Lalu matanya melotot, 

namun Tenggiling Kedil malah tertawa.


"Tanyakan saja padanya, aku tidak 

layak menjawab pertanyaanmu, orang tua 

gila." dengus si pemuda kemudian 

melanjutkan langkahnya kembali.

Karena berulangkali Dewi Arimbi 

terus memelototi Wiro Suryo. Maka kakek 

pendek itu tidak berani mengajukan 

pertanyaan. Lebih kurang dua puluh tombak 

berjalan. Akhirnya mereka sampai di depan 

bangunan yang belum jadi sepenuhnya itu. 

Serentak mayat-mayat hidup dan pasukan 

hitam mengepung mereka.

"Gila... orang-orang ini tidak 

ramah pada tamunya." bisik Wiro Suryo 

pada Pendekar Blo'on.

"Kurasa mereka bangkai berjalan. 

Cobalah rasakan bau yang sangat busuk 

ini." desis Suro sambil garuk-garuk 

kepalanya. Dewi Arimbi tidak menyahut. 

Sebaliknya tampak bersikap waspada 

menghadapi segala kemungkinan.


SEBELAS



Hidung Tenggiling Kedil kembang 

kempis. Ternyata memang tercium bau 

bangkai di situ.

"Aku tahu cara mengatasinya. 

Sekarang kita hadapi mereka bersama-

sama...!" kata Wiro Suryo. Tidak seorang 

pun yang sempat menanggapi kata-kata


Tenggiling Kedil. Karena pada saat itu 

mayat-mayat hidup tersebut telah 

menyerang mereka dari seluruh penjuru 

arah.

"Groak...! Hraaagh...!"

Terdengar suara-suara aneh di sana-

sini. Mayat-mayat hidup yang jumlahnya 

mencapai ratusan itu menghujani mereka

dengan pukulan, tendangan maupun cakaran 

dengan mempergunakan kuku-kukunya yang 

panjang.

"Hiyaa...!"

Sambil berteriak keras, Dewi Arimbi 

tiba-tiba melentik ke udara. Ia berputar-

putar di sana, lalu ketika tubuhnya 

meluncur ke bawah. Maka kedua tangannya 

dihentakkan ke arah mayat-mayat hidup 

yang mengeroyoknya.

Wuut!

Selarik sinar merah laksana bara 

melesat dengan cepat ke arah lawan-

lawannya. Beberapa saat kemudian pukulan 

yang dilepaskan oleh Dewi menghantam 

sasaran.

Buum...!

"Aaaa...!"

Terdengar jeritan keras. Beberapa 

mayat hidup jatuh terjungkal dengan 

sekujur tubuh hangus dan tidak bangkit-

bangkit lagi.

"Gunakan pukulanmu, Suro!" teriak 

Tenggiling Kedil.


Begitu mendengar aba-aba dari 

kawannya, maka Pendekar Blo'on sambil 

menghindari setiap serangan yang datang 

segera melepaskan pukulan 'Matahari 

Rembulan Tidak Bersinar'. Ketika pemuda 

berambut hitam kemerahan-merahan menghen-

takkan kedua tangannya ke arah mayat-

mayat itu. Tampak selarik sinar redup 

menderu keluar dari telapak tangan 

Pendekar Blo'on. Detik itu juga pukulan 

yang dilepaskan oleh Pendekar Blo'on 

menghantam ke arah sasaran.

Glaar!

"Hraaakh...!"

Terdengar jerit kesakitan disana 

sini. Tampak beberapa sosok mayat 

tergelimpang roboh. Hawa panas yang 

keluar dari telapak tangan si pemuda itu 

ternyata membuat mayat-mayat itu tidak 

dapat bertahan hidup. Setelah mengetahui 

kelemahan mayat-mayat hidup ini. Maka 

Suro, Wiro maupun Dewi segera melepaskan 

pukulan mautnya berulang-ulang. Korban 

dipihak mayat hidup terus berjatuhan. 

Tetapi mereka yang masih tetap bertahan 

tampak menjadi semakin bertambah 

beringas. Melihat keganasan mereka, Suro 

Blondo terpaksa mempergunakan jurus 

'Kacau Balau' yaitu sebuah jurus khusus 

menghindar yang diwariskan oleh Malaikat 

Berambut Api. Suro meliuk-liukkan badan-

nya, setiap langkahnya tidak beraturan.


Terkadang tubuhnya terhuyung ke depan 

atau condong ke belakang. Tetapi 

terkadang dengan cepat ia menerjang ke 

depan sambil melepaskan tendangan 

beruntun ke arah mayat-mayat tersebut.

Duuk!.

"Hegkh...!"

Satu dua sosok mayat hidup jatuh 

terpelanting. Tetapi kawan-kawannya yang 

berada di samping dan dari belakang 

menghujani si pemuda dengan serangan-

serangan menggeledek.

"Hraaakh...!"

"Wadoww...!"

Pendekar Blo'on jatuh tunggang 

langgang. Pukulan mayat-mayat hidup yang 

menghantam dada dan punggung serta 

perutnya, membuat pemuda ini merasa 

tubuhnya seperti remuk. Walaupun begitu 

Suro cepat bangkit berdiri. Sementara 

Tenggiling Kedil entah pergi kemana.

"Sialan. Si pendek malah merat di 

saat aku dan Dewi sibuk menghadapi 

bangkai-bangkai berjalan ini." gerutu si 

pemuda.

Baru saja Pendekar Blo'on mencoba 

melepaskan pukulannya yang paling ampuh. 

Pada saat itu pula dari dalam bangunan 

keluar Tenggiling Kedil dengan membawa 

obor menyala dengan jumlah besar.

"Sisakan tenaga kalian untuk 

menghadapi Betina Dari Neraka. Sekarang


kita serang mayat-mayat bau ini dengan 

api!" teriak Wiro Suryo. Seraya kemudian 

melemparkan api ke tengah-tengah mayat 

yang mengeroyok Suro dan Dewi.

"Huaaah...!"

Mayat-mayat hidup tersebut 

berserabutan menyelamatkan diri dari 

amukan api.

"Melemparkannya pelan-pelan, bocah 

tua. Salah-salah mengenai diriku!" teriak 

si pemuda. Ia lalu menangkap salah satu 

obor yang melayang-layang di udara. 

Dengan mempergunakan obor menyala 

tersebut Suro menerjang ke arah lawan-

lawannya. Setiap sosok mayat yang terkena 

api, pasti mereka mengeluarkan jeritan 

aneh. Lalu tubuhnya ambruk dan tidak 

dapat bangun lagi. Walaupun pasukan mayat 

hidup ini jumlahnya cukup banyak. Tetapi 

karena ketiga lawan mereka mengetahui 

kelemahannya. Maka dalam waktu yang agak 

lama, mayat-mayat hidup ini terkapar dan 

kembali ke ujud aslinya.

Sekarang tinggallah lima belas 

sosok berpakaian serba hitam. Ternyata 

mereka ini tidak takut api. Kenyataan ini 

membuat Suro Blondo jadi golang-golengkan 

kepalanya.

"Tenggiling Kedil, bagaimana ini! 

Mereka tidak mampus kena api!" kata si 

pemuda sambil garuk-garuk kepala.

"Ha ha ha...! Tololnya kau. Mereka


bukan mayat, tapi manusia hidup seperti 

kita juga. Hadapilah dengan kemampuan 

yang kau miliki!" sahut Wiro Suryo.

Dewi Arimbi yang juga sedang 

menyerang laki-laki berpakaian hitam 

menjadi geli hatinya. Pemuda yang telah 

menyita perhatiannya itu terlalu polos 

dan lugu. Walau kadang-kadang juga 

memperlihatkan kecerdikannya yang tersem-

bunyi. Bagi Dewi sendiri menghadapi 

pasukan hitam ini tidak begitu mendapat 

kesulitan yang berarti. Karena tampaknya 

kekuatan, baik berupa tenaga dalam maupun 

ilmu silat yang dimilikinya jauh lebih 

tinggi dibandingkan lawan-lawannya. 

Walaupun begitu, untuk tidak membuang 

tenaga terlalu banyak. Dewi Arimbi 

kemudian melepaskan selendang yang 

melilit di pinggangnya yang ramping.

Ctar! Ctar!

Saat Selendang Api melecut di 

udara. Maka terlihat pijaran bunga api 

kemana-mana. Selendang itu kemudian 

meliuk-liuk bagaikan seekor ular. Lalu 

mematuk ke enam jalan kematian. Melihat 

keganasan senjata lawannya. Maka pasukan 

hitam ini mencabut golok besar yang 

tergantung di pinggang.

Sriing!

Bet! Bet!

Laki-laki berpakaian hitam tersebut 

langsung mengibaskan golok besarnya


menyambuti setiap serangan yang datang. 

Tetapi Dewi bertindak cukup cerdik. 

Ketika golok-golok lawannya menebas 

selendang mautnya. Maka ia menarik balik 

serangan, disaat lawan lengah maka 

selendang itu berubah kaku seperti 

pedang. Selendang meluncur deras 

menghantam perut dan wajah lawannya.

Jless!

Praat!

"Auukh...!"

Tiga orang laki-laki berpakaian 

hitam menjerit keras. Perut mereka ada 

yang tertembus ujung selendang. Dua di 

antara mereka mukanya hancur terhantam 

selendang.

Melihat kawan-kawannya berkaparan 

di atas tanah secara mengerikan. Maka 

lima orang lainnya dengan garang 

menerjang ke arah Dewi sejengkal lagi 

senjata-senjata lawan mencincang 

tubuhnya. Maka Dewi segera melentingkan 

tubuhnya di udara. Walau pun begitu salah 

satu golok lawan masih mengenai betis si 

gadis.

Sret!

"Akh...!" Dewi Arimbi keluarkan 

jerit tertahan. Tetapi tanpa menghiraukan 

rasa sakit di bagian kakinya ia 

berjumpalitan di udara. Sedangkan 

selendang di tangannya secepat kilat 

menghantam dua orang lawan yang terus


bergerak mengejarnya. Karena kedua laki-

laki itu sedang mengambang di udara, 

tentu sangat sulit bagi mereka untuk 

menghindari serangan selendang. Mereka 

kemudian membabatkan golok dengan maksud 

menangkis.

Tetapi Selendang Api milik Dewi 

Arimbi seakan tertahan di udara. Golok 

kedua laki-laki itu menebas angin, 

barulah setelah sabetan golok berlalu. 

Selendang itu meluncur kembali dan 

bergerak ke dua arah sekaligus.

Clep! Cleep!

"Hekh...!"

Kedua anak buah Mustika Jajar ini 

melotot, suara tercekat karena teng-

gorokannya tertembus selendang Dewi. 

Mereka langsung jatuh ke semak-semak. 

Darah mengucur deras, tubuhnya berke-

lojotan sebentar kemudian terdiam untuk 

selama-lamanya.

Sementara itu Wiro Suryo yang juga 

sedang menghadapi pasukan hitam tanpa 

mengalami hambatan yang berarti segera 

menyudahi perlawanan dua orang lawan.

"Sudah bosan aku main-main 

denganmu. Hiii...!" 

Kakek berbadan sangat pendek ini 

segera berguling-guling ke samping kiri. 

Lawan mengejarnya dengan sabetan golok 

bertubi-tubi. Kalaulah Wiro Suryo 

memiliki kepandaian biasa-biasa saja.


Niscaya tubuhnya telah tercabik-cabik 

terkena sabetan golok. Namun tokoh dari 

Gunung Sembung ini punya segudang 

pengalaman di samping memang memiliki 

ajian 'Suket Sekilen'. Sehingga semakin 

sulitlah bagi kedua lawannya untuk 

melukai Wiro Suryo.

Tenggiling Kedil tiba-tiba saja 

bangkit berdiri. Kemudian ia melompat 

sejauh dua tombak ke belakang. Di saat 

itu kedua tangan maupun sekujur tubuhnya 

telah memancarkan cahaya putih. Itulah 

ilmu 'Pancar Cahaya' yang tidak ada 

duanya ini.

"Suuuit....!"

Wiro Suryo bersuit nyaring. Lalu 

kedua tangannya dikibaskan ke depan.

Wuus!

Detik itu juga meluncur dua larik 

sinar putih membutakan mata ke arah 

lawan-lawannya. Karena silau, tentu kedua 

orang ini melindungi matanya dengan 

telapak tangan. Mereka baru sadar bahwa 

maut mengancam jiwa mereka pada saat ilmu 

pukulan 'Pancar Cahaya' menghantam tubuh 

mereka.

Buuum!

"Aaaa...!"

Jeritan panjang disertai dengan 

terpentalnya dua sosok tubuh beberapa 

batang tombak ke belakang. Mereka tewas 

detik itu juga dengan sekujur tubuh


berubah putih macam debu. Di lain pihak 

Suro Blondo dan Dewi Arimbi juga baru 

saja selesai mengakhiri perlawanan 

pasukan hitam. Mereka jelas tampak sangat 

kelelahan.

"Bagaimana bocah tua. Apakah kau 

melihat ada manusia setan di dalam 

bangunan itu?" tanya Pendekar Blo'on 

serius. Wiro Suryo menggelengkan 

kepalanya. Suro menggaruk-garuk kepalanya 

karena bingung. Namun pada saat itulah 

secara tiba-tiba terdengar bentakan-

bentakan keras menulikan telinga. Ketiga 

orang ini serentak berpaling ke arah 

datangnya suara.


DUA BELAS



Dengan jelas mereka melihat ada 

tiga sosok bayangan bergerak cepat ke 

arah mereka. Hanya dalam beberapa detik 

saja, terlihat ada dua orang laki-laki 

dan seorang gadis berwajah cantik telah 

berdiri di depan mereka. Suro Blondo 

walaupun terkejut, namun tetap berusaha 

tersenyum.

"Manusia setan dan kekasihnya telah 

datang. Yang satunya lagi kalau tidak 

salah adalah Datuk Tabala Muka. 

Tenggiling Kedil, lihatlah tampang orang 

bercaping itu. Menurutmu apakah dia bukan 

sebangsanya siluman juga?" tanya Suro.


Sambil bicara ia melirik ke arah Si 

Burung Bangkai.

"Iblis dan siluman bagiku hampir 

sama. Mari kita sikat saja!" tegas 

Tenggiling Kedil. Belum sempat Suro 

Blondo bicara, Mustika Jajar telah 

memotong.

"Kalian bertiga merupakan peng-

halang yang harus dienyahkan dari muka 

bumi ini. Sejak dulu aku menginginkan 

kematianmu dan juga kematian gurumu 

Pendekar Blo'on. Jika gurunya belum aku 

dapatkan, membunuh muridnya yang tolol 

pun bagiku sudah merupakan kesenangan 

tersendiri."

Secepat kilat tanpa disangka-sangka 

Betina Dari Neraka menyerang Pendekar 

Blo'on. Tinju kanan kirinya menderu 

menghantam pelipis dan dada si pemuda. 

Itulah sebuah jurus 'Gempa Di Lereng 

Cilawu'. Suro menyadari serangan lawannya 

ini sangat berbahaya. Sehingga ia segera 

mempergunakan jurus 'Seribu Kera Putih 

Mengecoh Harimau'.

"Nguk...! Nguuk!"

Suro Blondo berjingkrak-jingkrak, 

atau berjongkok sambil berguling-guling. 

Sesekali ia tampak menggaruk-garuk 

kepalanya seperti seekor monyet. Kemudian 

ia melompat ke depan. Tangannya 

terpentang menyambut tinju lawannya.

Tap!


"Heh...!"

Mustika Jajar terkejut. Ia terus 

mendorongkan tinjunya ke arah lawan, 

tetapi lawannya tidak bergeming. Dengan 

licik gadis berpakaian merangsang ini 

kemudian menghantam perut lawannya dengan 

lutut terlipat.

Des!

"Hekh...!"

Suro Blondo terbungkuk-bungkuk. 

Perutnya mual bukan main. Ketika ia 

menarik nafas, maka dari lubang hidungnya 

tampak darah menetes. Rupanya lawan telah 

mengerahkan tenaga dalam penuh dalam 

gebrakan pertama tadi.

Sementara itu Dewi Arimbi sendiri 

merasa terheran-heran melihat Datuk 

Tabala Muka malah bergabung dengan Betina 

Dari Neraka. Ketika bertemu beberapa 

waktu lalu Datuk Tabala Muka ingin 

membunuh Mustika Jajar karena dirinya 

merasa tersaingi, tetapi kini?

"Rupanya kau ular berkepala dua. 

Katanya kau ingin membunuh manusia setan 

itu, tidak tahunya kini kau malah 

menyeberang ke pihaknya." dengus Dewi 

gusar.

"Ha ha ha...! Waktu itu aku tidak 

tahu bahwa Betina Dari Neraka adalah 

murid keponakanku. Setelah kuketahui 

siapa dia. Maka kini tentu saja aku 

membelanya sekuat tenagaku!" sahut Datuk


Tabala Muka.

"Iblis selamanya tetap iblis, Dewi. 

Dia tidak bisa berubah menjadi kambing, 

sapi atau kerbau, apalagi manusia seperti 

kita. Dia musuh kita yang nyata, mengapa 

sekarang kita tidak menggebuknya?" ujar 

Wiro Suryo.

Mendapat aba-aba dari kakek 

berbadan sangat pendek ini. Tentu saja 

Dewi tidak mau menunggu lebih lama. Ia 

segera menyerang Datuk Tabala Muka. 

Karena menyadari lawannya sangat tangguh. 

Maka begitu melancarkan serangan Dewi 

Arimbi langsung mengerahkan jurus-jurus 

andalannya. Datuk Tabala Muka tertawa 

mengekeh.

"Aku lebih suka berkelahi dengan 

gadis secantikmu. Kau pasti masih 

perawan. Jika kau nanti kalah, maka aku 

akan mengajakmu bermain cinta sampai kau 

merengek-rengek minta ampun!" ujar sang 

Datuk.

"Manusia cabul, makanlah selen-

dangku!" teriak Dewi Arimbi dengan 

marahnya. Datuk Tabala Muka yang baru 

saja hendak bicara lagi langsung menutup 

mulut rapat-rapat. Terlebih-lebih ketika 

melihat lecutan selendang di tangan lawan 

menimbulkan percikan bunga api. Dengan 

cepat Datuk Tabala Muka alias si Burung 

Bangkai melepas capingnya dan langsung 

melemparkannya ke arah Dewi.


Gadis ini tidak mau mengambil 

resiko. Segera ia mengerahkan tiga 

perempat dari seluruh tenaga dalam yang 

dimilikinya ke bagian selendang. Setelah 

itu selendang kembali dilecutkan ke arah 

topi bambu yang melayang-layang mengincar 

leher Dewi. Topi caping bambu seperti ada 

kekuatan yang menggerakkannya langsung 

berkelit. Namun Selendang Api terus 

bergerak mengejar, hingga akhirnya 

benturan keras terjadi.

Braak!

Caping bambu milik Datuk Tabala 

Muka hancur berkeping-keping. Tentu 

pemiliknya yang memandang enteng lawan 

jadi terkejut.

"Keparat! Makanlah ini...!" teriak 

si Burung Bangkai.

Kemudian jari tangannya dirapatkan. 

Setelah sepuluh jari tangan menyatu. 

Tubuhnya menerjang ke depan. Sedangkan 

tangan terus meluncur ke dada Dewi. 

Serangan ini sangat dahsyat, karena si 

Burung Bangkai mengerahkan jurus 'Jari 

Maut Bermata Satu'.

Dewi Arimbi segera dapat merasakan 

adanya satu tekanan hawa dingin 

menghimpitnya. Tetapi rupanya Wiro Suryo 

yang sedang bertarung melawan Perkasa 

sempat melihat serangan yang dihadapi 

Dewi. Tenggiling Kedil walaupun sedang 

repot segera menolong Dewi dengan


melepaskan ajian 'Pancar Cahaya' ke arah 

Datuk Tabala Muka.

"Serangan keji!" dengus Wiro 

ditujukan pada si Burung Bangkai. 

Wuut!

Segulung cahaya putih menderu-deru 

ke arah Datuk Tabala Muka. Ajian 'Pancar 

Cahaya' yang melesat dari tangan Wiro 

Suryo memotong tangan Datuk Tabala Muka. 

Jika kakek berwajah aneh ini tidak cepat 

menarik tangannya. Tentu tangan itu 

buntung atau paling tidak hangus terkena 

pukulan yang dilepaskan oleh Wiro Suryo.

"Jadah...!"

Si Burung Bangkai mengumpat sambil 

membanting dirinya ke samping. 

Buum!

Terjadi guncangan keras ketika 

serangan Tenggiling Kedil mengenai tempat 

kosong.

Sebuah lubang menganga di samping 

Datuk Tabala Muka. Ia tidak dapat 

membayangkan apa yang terjadi dengan 

dirinya jika pukulan tadi menghantam 

tangan. Sambil memaki-maki dihati, Datuk 

Tabala Muka bangkit berdiri. Dewi yang 

selamat dari maut tanpa memberi 

kesempatan lagi langsung menyerang Datuk 

Tabala Muka.

Di lain pihak perkelahian antara 

Mustika Jajar dan Pendekar Blo'on sudah 

memakan waktu hampir enam puluh jurus.


Tampaknya kedua belah pihak sudah sama-

sama terluka. Apalagi ketika itu Mustika 

Jajar telah mempergunakan senjatanya yang 

berbentuk aneh macam bulan sabit ini. 

Senjata itu menderu-deru mengeluarkan 

sinar menyilaukan. Kemana Pendekar Blo'on 

menghindar, maka kesitu pula senjata 

Betina Dari Neraka mengejarnya. Suro 

merasa mati kutu, ia terus saja 

mengerahkan jurus 'Kacau Balau' dan jurus 

'Seribu Kera Putih Mengecoh Harimau'. 

Dengan mengerahkan kedua jurus ini, 

serangan-serangan lawan dapat diatasinya.

Namun tiba-tiba saja Mustika Jajar 

membentak garang. Serentak tubuh gadis 

itu berkelebat lenyap dari pandangan mata 

Suro. Pemuda berambut hitam kemerah-

merahan ini segera menyadari bahaya 

sedang mengancamnya. Untuk itu ketika 

merasakan sambaran angin dingin di bagian 

punggungnya. Ia segera melenting ke 

udara. Tetapi gerakannya itu kalah cepat 

dengan luncuran senjata Mustika Jajar. 

Sehingga bagian iganya kena dilukai oleh 

lawan.

Crees!

"Akh...!"

Tanpa menghiraukan sakit yang ia 

derita. Pendekar Blo'on terus berputar-

putar di udara. Kemudian ketika tubuhnya 

meluncur deras ke bawah. Maka ia 

mengibaskan kedua tangan ke arah sasaran.


"'Neraka Hari Terakhir'! Hiya...!" 

teriak si pemuda.

Buum!

"Arkh...!"

Tidak dapat dihindari lagi, Mustika 

Jajar jatuh terpelanting. Kalau bukan dia 

yang terkena pukulan itu. Tentu sudah 

tewas meregang nyawa. Tanpa menghiraukan 

darah yang mengucur dari sudut-sudut 

bibirnya. Maka Betina Dari Neraka bangkit 

berdiri. Tiba-tiba ia tertawa, suara 

tawanya semakin lama semakin meninggi. 

Tentu saja Suro jadi terheran-heran. Ia 

tidak tahu bahwa tawa si gadis sebenarnya 

cara aneh yang mungkin jarang ditemui di 

rimba persilatan untuk menyembuhkan luka 

dalam yang dideritanya.

Ternyata sekejab kemudian memang 

tampak Mustika Jajar seperti tidak 

menderita luka dalam. Sekarang ia malah 

menghimpun tenaga dalam untuk melepaskan 

pukulan 'Segala Racun Segala Bisa'. 

Inilah salah satu pukulan maut yang 

paling diandalkannya. Hanya dalam waktu 

sekejab kedua telapak tangan Betina Dari 

Neraka telah berubah menghitam. Suro 

terkesiap. Namun segera mencabut Mandau 

Jantan dari balik bajunya. Mandan 

berwarna hitam dengan empat sisi lubang 

miring di tengah-tengahnya langsung 

dikibaskan ke depan.

Terlihat sinar hitam berkelebat.


Lalu terdengar suara mendengung disertai 

rintihan semacam tangis dari senjata itu. 

Pada waktunya Mustika Jajar telah 

mengibaskan tangannya ke arah sasaran. 

Sinar hitam terus meluncur, lalu 

membentur senjata milik si pemuda.

Wees!

Anehnya begitu pukulan 'Segala 

Racun Segala Bisa' mengenai senjata milik 

Suro. Pukulan tersebut seperti menembus 

ruang hampa. Tidak ada suara ledakan 

terdengar. Betina Dari Neraka terkejut 

setengah mati. Kelengahannya yang cuma 

sebentar ini langsung dipergunakan oleh 

Suro Blondo. Tubuhnya tiba-tiba meluruk 

deras ke arah lawan. Sedangkan Mandau 

Jantan di tangan ia kibaskan.

Betina Dari Neraka sempat terkejut. 

Ia cepat menggeser tubuhnya ke kiri. 

Namun ujung Mandau membabat putus 

tangannya.

Craas!

"Akh...!"

Mustika Jajar menjerit tertahan. 

Ia mengambil putusan tangan yang 

tergeletak di depannya. Tetapi ketika itu 

Suro telah berputar. Kembali Mandau 

berkelebat. 

Cres!

"Huaakg...!"

Mustika Jajar tampak terhuyung-

huyung. Perutnya robek, ususnya


berbusaian. Gadis itu merasa sekaranglah 

ajalnya tiba. Tetapi pada saat yang 

kritis itu sebuah bayangan berkelebat 

menyambar tubuh Iblis Betina Dari Neraka. 

Hanya sekejab saja bayangan lenyap, Suro 

bermaksud mengejar. Namun pada saat itu 

ia mendengar suara jeritan si Dewi 

Arimbi. Ketika ia menoleh ke arah 

datangnya suara. Kiranya ia melihat Dewi 

yang dalam keadaan tertotok sedang 

ditindih oleh Datuk Tabala Muka.

Masih memegang Mandau Suro Blondo 

memburu. Datuk Tabala Muka yang hampir 

saja dapat merenggut kesucian si gadis 

memang sempat merasakan sambaran angin 

dingin di punggungnya. Namun begitu ia 

menoleh senjata lawan langsung menebas 

lehernya. Datuk Tabala Muka tidak sempat 

menghindar lagi. Karena ia begitu 

terkesima melihat keindahan tubuh Arimbi.

Crees!

Dhel...!

Kepala Datuk Tabala Muka langsung 

menggelinding dan menimpa dada si gadis 

yang tidak berpenutup apa-apa. Dewi 

Arimbi menjerit. Suro segera menendang 

kepala berikut tubuh sang Datuk yang 

menindih tubuh telanjang Dewi. Suro 

kemudian membebaskan totokan di tubuh si 

gadis. Begitu terbebas dari totokan Dewi 

Arimbi langsung menyambar pakaiannya yang 

tercabik-cabik. Karena pakaian itu tidak


pantas dipakai maka Suro Blondo sambil 

cengar-cengir memberikan pakaiannya.

"Pakailah! Untung iblis itu tidak 

sempat membuatmu malu!" kata si pemuda 

berambut hitam kemerahan. Kemudian ia 

memandang ke arah Wiro Suryo alias 

Tenggiling Kedil. Ternyata kakek tua itu 

sedang berjuang habis-habisan menghadapi 

Perkasa. Manusia penjelmaan patung itu 

ternyata mempunyai daya tahan yang 

sungguh sangat luar biasa.

Dihadapan Perkasa, ternyata 

Tenggiling Kedil untuk sekian jurus 

lamanya terpaksa bergerak mundur. Ketika 

Perkasa mendesak dengan pukulan-pukulan 

yang mematikan. Ternyata Tenggiling Kedil 

ini memapakinya dengan sebelah tangan. 

Benturan keras tidak dapat dihindari 

lagi.

Duuk!

"Wei... eudan...!" dengus si kakek 

pendek. Sebenarnya tenaga dalam yang 

dimiliki oleh pemuda ini tidak lebih 

tinggi dari tenaga dalam yang dimiliki si 

kakek. Namun karena tubuhnya yang pendek 

dan agak kurus. Sehingga ia tidak dapat 

mempertahankan kuda-kudanya.

Dengan cepat ia bangkit berdiri 

lagi. 

Ketika itu Perkasa mulai menginjak-

injak dirinya. Bocah tua kerdil ini lalu 

menggelundung seperti bola kian kemari.



"Hiaa...!"

Perkasa berteriak murka karena 

setiap injakannya hanya menghancurkan 

batu dan tampak seperti tidak teratur. 

Tiba-tiba saja laki-laki penjelmaan 

patung ini melepaskan pukulan dahsyat 

yang bersumber dari inti api.

"Hei... orang tua pendek jelek! 

Awas! Lawanmu kelihatannya tidak main-

main. Kau bisa gosong jadi ubi bakar, 

jika kau tetap membiarkan dia melepaskan 

pukulan!" Suro Blondo mengingatkan.

"Tidak usah takut. Aku akan 

menahannya dengan ajian Pancar Cahaya!" 

sahut si kakek aneh.

Benar saja, ketika sinar merah 

menderu cepat ke arah Wiro Suryo. Maka 

sekujur tubuh si kakek berubah putih di 

selimuti cahaya. Lalu tangannya yang juga 

telah berwarna putih segera 

dihentakkannya ke depan

Buum! Buum!

"Aaaaa...!"

Terdengar jeritan keras di tengah-

tengah suara ledakan dahsyat yang 

terjadi. Wiro Suryo terjengkang sambil 

muntahkan darah kental. Lalu terdengar 

ledakan lagi. Ketika semua mata memandang 

ke arah Perkasa. Maka terlihatlah tubuh 

sosok patung itu hancur berkeping-keping 

menjadi batu terkena ajian Pancar Cahaya.

"Hmm, bukan main-main!" desis


Pendekar Blo'on memuji.

Dengan terpincang-pincang Teng-

giling Kedil menghampiri dan langsung 

bertanya.

"Kemana Iblis Betina itu?"

"Dia sudah terluka parah. Tapi 

seseorang telah menyelamatkannya!" sahut 

Pendekar Blo'on.

"Pasti perbuatan gurunya!"

"Aku harus pergi! Tidak baik mata 

tua melihat sepasang muda-mudi yang 

sedang lirik-lirikan!"

Pendekar Blo'on baru saja mau 

memaki. Namun ternyata sahabatnya yang 

super pendek itu telah menghilang dari 

pandangan mata.

"Pakaian itu cocok denganmu, 

Rimbi?"

"Jangan menghina, baju jelek 

begini!"

"Ha ha ha! Yang terpenting bagian-

bagian yang terbuka dapat ditutupi. 

Hampir saja kau menjadi pengantin 

kesiangan Datuk Tabala Muka! Aduh... mana 

tahan aku membayangkannya!"

Dewi Arimbi cemberut. Lalu dengan 

wajah memerah ia segera berlalu 

meninggalkan Suro Blondo.

"Hei... tunggu.... Jangan kau 

tinggalkan aku...!"

"Hi hi hi! Kalau punya kaki mengapa 

tidak mengejar?" tantang si gadis sambil


tertawa.

"Nantang nih! Awas kalau dapat aku 

pasti menciummu!" kata si pemuda lalu 

menyusul Dewi Arimbi.


                            T A M A T




0 komentar:

Posting Komentar