BTemplates.com

Blogroll

Jumat, 15 November 2024

WIRO SABLENG EPISODE BADAI LAUT UTARA


Badai Laut Utara


 


WIRO SABLENG

Hak Cipta din Copy Right pada

BAST1AN TITO di bawah Lindungan

Undang-undang

Wfro Sableng terdaftar pada

Dept Kehakiman R.l. Direktorat

Jenderal Hak Cipta. Paten dan

Merek dlbawah Nomor 00424S



SATU


TIGA penunggang kuda memperlambat lari 

tunggangan masing-masing ketika mencapai sebuah 

mata air di kaki Gunung Gede sebelah timur. Saat itu 

sang surya baru saja menggelincir dari titik tertinggi-

nya udara yang sejuk di kawasan itu membuat terik 

cahaya matahari tidak terasa menyengat.

 Penunggang kuda sebelah depan, seorang kakek 

berjubah kuning, berwajah merah seperti udang rebus 

dan cuma punya satu alis yaitu di atas mata kiri henti-

kan kuda dekat mata air diikuti dua temannya. Dari 

peralatan penutup mata serta tanda-tanda pada pelana 

yang dimiliki tiga ekor kuda besar agaknya ke tiga 

penunggangnya bukan orang-orang sembarangan. 

Paling tidak mempunyai hubungan tertentu dengan 

Kerajaan di wilayah timur.

 "Jika melanjutkan perjalanan dengan berlari,

kurasa akan lebih cepat sampai di puncak gunung.

Kita bisa meninggalkan kuda di tempat ini. Ada air,

banyak rumput. Kelihatannya juga cukup aman.

Bagaimana pendapat ki sanak berdua?" Si jubah

kuning yang di Keraton Jawa Tengah dikenal dengan

panggilan Lor Sakti AlisTunggalb ertanya pada dua

temannya.

 "Aku setuju saja," jawab kakek bermata juling

mengenakan pakaian ringkas biru, lengkap dengan

blangkon yang juga berwarna biru. Pada bagian depan

blangkon menempel kepala seekor ular yang sudah

dikeringkan berwarna hitam belang coklat putih. Dua

tangan orang tua ini mulai dari pergelangan sampai

ke sepuluh ujung jari berwarna hitam pekat. Di

kawasan selatan Jawa Tengah dia dikenal dengan

julukan Datuk Ular Jari Petir.

 "Aku yang muda menurut apa suka kalian."

 Orang ketiga membuka mulut. Barisan gigi


dilapisi perak hingga jika mulutnya terbuka kelihatan

deretan gigi besar berkilat kumis lebat, janggut tebal

dan berewok tebal menutupi seantero wajah. Orang

Ini mengenakan pakaian gombrang hitam.Yang hebat

di kepalanya menancap puluhan pisau kecil berwarna

hijau tanpa gagang. Dari warna pisau yang kehijau-

hijauan jelas bahwa senjata itu mengandung racun 

jahat mematikan. Konon, jangankan manusia, seekor 

kerbaupun kalau tergores pisau akan kelojotan dan 

menemui ajal. Luar biasa kalau orangnya sendiri tidak 

sampai tersentuh racun padahal pisau jelas-jelas

menancap di batok kepalanya yang berambut

gondrong tebal hitam. Beberapa tahun lalu orang ini

dikenal sebagai kepala rampok kejam yang

gentayangan bersama beberapa anak buahnya

mencari mangsa di hampir setiap jalan utama menuju

Kotaraja. Pada masa itu dia dikenal dengan sebutan

Warok Gigi Perak. Yang jadi korban kejahatannya

bukan saja para pedagang tapi dia juga berani

menyerang dan menjarah para kerabat Keraton.

 Dua orang kakek tadi yaitu Lor Sekti AlisTunggai

dan Datuk Ular Jari Petir berhasil membujuknya untuk

meninggalkan pekerjaan jahat itu lalu menjadikannya

sebagal salah seorang tokoh silat Kerajaan, bermukim

di Kotaraja. Julukannya kemudian dirubah menjadi

Si Mayat Terbang. Manusia satu ini memiliki tangan

kiri yang lebih panjang dari tangan kanan. Hal ini

karena dia seorang kidal dan selalu mempergunakan

tangan kiri untuk melempar pisau terbang yang jadi

senjata andalannya

 Setelah menyegarkan diri dengan meneguk air jernih 

sejuk dan mencuci muka, ke tiga orang itu duduk di 

tepi mata air, beristirahat sambil bercakap-cakap. 

Sementara kuda mereka kini ganti meneguk air sejuk 

di mata air dan melahap rumput liar yang tumbuh di 

sekitar tempat itu.

 "Kalau tidak mendengar sendiri cerita Wisena,

Perajurit Kepala yang bertugas di Gedung Kepatihan


itu, aku mana mau percaya bahwa sobat kita Ki Wulur

Jumena tewas di tangan seorang perempuan cantik

yang konon kabarnya berotak sinting. Dan bukan cuma 

Ki Wulur Jumena Cagak Genting sobat kita yang ahli 

pencari jejak itu juga menjadi korban. Lalu Perwira 

Tinggi Suko Daluh! Gila! Benar-benar sulit dipercaya!

Datuk Ular Jari Petir gelengkan kepala berulang kali 

sambil menggerak-gerakkan sepuluh jari tangannya 

hingga mengeluarkan suara berkeretekan sementara 

dua bola matanya yang juling bergerak berputar-putar.

 "Kejadian itu memang merupakan satu hal luar

biasa," menyahuti Lor Sekti Alis Tunggal. "Tapi jika 

benar kabar yang kita sirap bahwa perempuan cantik 

itu adalah murid Kiai Gede Tapa Pamungkas, mengapa 

harus heran? Kesaktian Kiai itu sudah dianggap 

setengah Dewa Karenanya kalau nanti kita berhadapan 

dengan sang Kiai, kita bicara baik-baik. Kita datang 

membawa surat perintah dari Kerajaan untuk menang-

kap muridnya yang bernama Nyi Retno Mantili itu. 

Padahal setahu semua orang Nyi Retno Mantili adalah 

istri dari Patih Wira Bumi yang dikabarkan kabur sejak 

lebih setahun silam gara-gara bayi yang baru 

dilahirkannya raib diculik orang! Hanya sayang

sebelumnya kita tidak pernah berkesempatan melihat

wajah istri ketiga mendiang Patih Kerajaan itu."

 "Apakah tidak mungkin Patih Kerajaan juga dibunuh 

oleh Nyi Retno Mantili?" ujar Si Mayat Terbang alias 

Warok Gigi Perak.

 "Banyak orang menduga begitu." Kata Lor Sekti Alis 

Satu. "Sungguh mengerikan. Pagi itu mayat Patih Ke-

rajaan diantar seseorang dalam peti mati. Leher dalam 

koadaan putus! Siapa yang mengantar raib tidak

diketahui. Ada yang melihat di tempat itu muncul

seorang nenek seram bermuka dan berambut merah.

Tidak seorangpun mengenal siapa dirinya." (Baca

serial Wiro Sableng berjudul "Dendam Mahluk Alam

Roh").

 "Lalu siapa yang menghabisi Kepala Pengawal


Bantarangin dan tokoh silat kerabat kita Ki Luwak

Ireng?" tanya Si Mayat Terbang.

 "Aku sempat menyaksikan mayat Cagak Lenting,

Perwira Tinggi Suko Daluh, Bantarangin, Ki Luwak

Ireng.Tubuh mereka seperti dibelah golok raksasa.

Namun anehnya pinggiran luka tampak hangus!

Senjata apa yang dipergunakan orang untuk

membantai mereka?" Ucap Datuk Ular Jari Petir.

 "Bukan golok, bukan senjata tajam.Tapi dua larik

sinar ganas yang keluar dari sepasang mata boneka

kayu milik Nyi Retno Mantili! Wisena si Perajurit

Kepala sempat menyaksikan kejadiannya sewaktu

Suko Daluh dan Wulur Jumena dihabisi. Wisena juga

memberi tahu. Ada seorang pemuda menyertai Nyi

Retno sewaktu menyerbu Gedung Kepatihan pada

malam pesta besar-besaran itu! Tapi tidak diketahui

siapa adanya."

 "Gila! Benar-benar ganas dan berbahaya! Boneka

Kayu! Mengeluarkan dua larik cahaya yang bisa mem-

bunuh! "Si Mayat Terbang remas-remas cambang

bawuknya yang lebat meranggas.

 Datuk Ular Jari Petir memandang ke langit lalu

berkata.

 "Saatnya kita pergi. Kita harus sampai di tempat

kediaman Kiai Gede Tapa Pamungkas sebelum malam

datang."

 "Tunggu!" Berkata Lor Sekti Alis Tunggal.

 "Ada apa?" tanya Si Mayat Terbang sementara Datuk 

Ular Jari Petir kembali menggerak-gerakkan sepuluh 

Jari tangan hingga mengeluarkan suara berkeletekkan.

 Lor Sekti kakek berjubah kuning muka merah dan

cuma punya satu alis itu melintangkan jari telunjuk

tangan kiri di atas bibir.

 "Kau cepat mengawasi tiga ekor kuda. Jangan

sampai binatang Itu ada yang meringkik karena

gelisah! Lakukan cepat!" Katanya pada Si Mayat

Terbang.

 Walau tidak mengerti mengapa si kakek berkata


begitu namun si berewok bergigi perak ini cepat

berdiri dan melakukan apa yang diperintah. Satu demi

satu tiga ekor kuda yang tengah merumput diusapi

agar berlaku jinak dan tenang.

 Lor Sekti Alis Tunggal sendiri kemudian letakkan

telinga kirinya di tanah sementara Datuk Ular Jari Petir

memperhatikan lalu memandang berkeliling. Sang

Datuk kemudian ikutan jongkok dan berbisik.

 "Ada orang datang?"

 Lor Sekti Alis Tunggal kedipkan mata tanda mengiya-

kan.

 "Seberapa jauh?"

 "Cukup jauh. Langkahnya kudengar terkadang

tertahan-tahan. Orang ini berjalan seperti tanpa 

tujuan. Mungkin hatinya sadang gelisah. Tapi jelas dia 

menuju ke arah sini. Mungkin dia tahu ada mata air di 

tempat ini. Dia memiliki ilmu meringankan tubuh luar 

biasa tinggi!" Telingaku hampir sulit membedakan 

gerak langkah kaki dengan tiupan angin!"

 Datuk Ular Jari Petir angkat kepala. Memandang 

berkeliling. Dia tidak melihat siapa-siapa. Lalu dia 

membungkuk kembali.

 "Kau bisa mengetahui yang datang itu lelaki atau 

perempuan?"

 "Saat ini sulit kuketahui. Masih terlalu jauh. Tunggu 

sebentar lagi. Sobatku, jangan bicara terlalu keras. 

Orang yang datang agaknya bukan manusia

sembarangan. Bisa saja dia mendengar semua 

pembicaraan kita di sini walau berbisik-bisik."

 Karena terlalu lama jongkok menungging di tanah, 

tidak terasa Datuk Ular Jari Petir tiba-tiba buuutttt 

pancarkan kentut!

 Lor Sekti Alis Tunggal marah sekali tapi tak mau 

memaki.

 Perhatiannya pecah. Datuk Ular Jari Petir menyesali 

kesembronoannya tapi tidak dapat menahan tawa. 

Agar tawa tidak menyembur kakek ini cepat tutup 

mulutnya dengan telapak tangan kiri.


Di dekat pohon Si Mayat Terbang sudah mulai

keluarkan tawa mengekeh.

 Tiba-tiba sepasang mata Lor Sekti Alis Tunggal mem-

besar. Kepala diangkat dari tanah. Saat itu juga dia 

membuat gerakan melompat sambil melesat ke depan, 

menunjuk dan berteriak.

 "Itu orangnya!"

 Lor Sekti AlisTunggal dan Si Mayat Terbang segera

Ikut berkelebat Tiga ekor kuda meringkik keras. Sesaat

kemudian tiga orang tokoh silat Istana dari timur itu

telah mengurung seorang gadis berpakaian biru

berwajah cantik tapi pucat dan berambut panjang

tergerai kucai.


DUA


DAPATKAN dirinya dikurung dan siap disergap tiga 

orang tidak dikenal, namun pasti manusia-manusia 

berkepandaian tinggi, sepasang alis mata bagus gadis 

berpakaian biru mencuat ke atas. Bibir merah 

sunggingkan senyum membuat munculnya lesung pipit 

di kedua pipi. Namun jelas senyum itu membersitkan 

rasa jengkel.

 "Kalian siapa?" Suaranya bertanya datar, sama

sekali tidak menunjukkan rasa takut.

 Si Mayat Terbang alias Warok Gigi Perak dekati Lor 

Sekti AlisTunggal dan berbisik.

 "Kurasa bukan ini orangnya."

 "Aku memang meragukan, tapi lihat, wajahnya

cantik. Belum apa-apa dia sudah tersenyum. Hanya

perempuan sinting yang tersenyum pada orang yang

tidak dikenalnya. Apa lagi kita sudah menunjukkan

sikap mengurungi. Ingat keterangan mata-mata 

Kerajaan? Terakhir sekali perempuan itu terlihat 

mengenakan pakaian biru, berada di sekitar Gunung 

Gede ini," jawab si kakek jubah kuning.

 "Tapi yang ini rambutnya pirang, tidak hitam," Si 

Mayat Terbang masih tidak berubah pendapat.

 "Bisa saja dia sengaja merubah warna rambutnya 

agar tidak diketahui siapa jati dirinya." jawab Lor Sekti 

AlisTunggal.

 Datuk Ular Jari Petir sambil gerak-gerakkan sepuluh 

jari tangan dan menatap si gadis dengan mata juling, 

mendengar apa yang saling dibisikkan dua temannya, 

buru-buru mendatangi dan ikut berbisik.

 "Kita harus berhati-hati. Jangan salah tangkap apa 

lagi sampai salah menggebuk. Perempuan satu ini 

sama sekali tidak membawa boneka kayu. Kita semua 

tahu boneka itu merupakan salah satu ciri-ciri Nyi 

Retno Mantili. Salaln itu kita harus hati-hati. Walau 

cantik tapi dia menyimpan kepandaian tinggi."


"Kalian bicara berbisik-bisik! Ada apa ini? Siapa

kalian?!" kembali gadis cantik berpakaian biru 

bertanya. Suara tetap datar dan malah kelihatan begitu 

tenang sementara senyum masih belum pupus di 

wajahnya

 "Biar aku yang menjawab," kata Lor Sekti Alis 

Tunggal. Lalu dia maju dua langkah mendekati gadis 

berbaju biru berambut pirang.

 "Kami bertiga adalah orang-orang utusan Keraton di 

Jawa Tengah. Kami dalam perjalanan mencari

seseorang. Dan seseorang itu kami rasa adalah

engkau..."

 Belum habis Lor Sekti Alis Tunggal berucap, si cantik 

berambut pirang yang bukan lain adalah Bidadari 

Angin Timur angkat tangan kiri memberi tanda agar si 

kakek jubah kuning berhenti bicara.

 "Jauh-jauh dari Jawa Tengah, mencari seseorang

hanya mengandalkan perasaan! Betapa tololnya!"

 Meski tersengat dikatakan tolol namun Lor Sekti Alis 

Tunggal maju satu langkah sambil ajukan pertanyaan.

 "Bukankah kau Nyi Retno Mantiil, murid Kiai Gede

Tapa Pamungkas, Janda mendiang Patih Kerajaan Wira

Bumi?”.

 Mendengar perkataan si kakek beralis satu Bidadari 

Angin Timur dongakkan kepala lalu tertawa panjang. 

Begitu tawa dihentikan dia langsung membentak.

 "Kenal diriku tidak! Mengaku tokoh persilatan

Istana! Bertiga menghadang seorang perempuan di

tengah jalan! Sungguh perbuatan rendah! Tidak sopan

memalukan!"

 "Kau telah membunuh beberapa sahabat kami. Masih 

bisa tertawa! Malah berani membentak!" Kata Lor Sekti 

Alis Tunggal dengan mata memandang tak berkesip.

 "Melihat tampang kalian aku curiga kalian Ini

sebenarnya adalah rampok gadungan! Menyingkirlah

sebelum aku jadi muak! Cari mangsa lain yang bisa

kajian jarah!"

 Datuk Ular Jari Petir usap mukanya dengan sepuluh


jari tangan lalu berkata. "Kami membawa surat 

perintah penangkapan atas dirimu! Kau tak mungkin 

berkilah apa lagi berusaha lolos! Lor Sekti, perlihatkan 

padanya Surat Perintah Penangkapan dari Kerajaan!'

 Dari balik jubah kuningnya kakek bernama Lor Sekti 

Alis Tunggal keluarkan satu gulungan kain putih.

Gulungan dibuka dan dibentang lalu di perlihatkan

pada Bidadari Angin Timur!

 "Silahkan kau baca sendiri!"

 Bidadari Angin Timur tertawa geli.

 "Orang tua beralis satu! Kau yang membawa surat

silahkan kau yang membaca!"

 Lor Sekti Alis Tunggal Jadi bingung karena dia tidak 

pandai membaca alias buta huruf! Melihat hal ini Datuk 

Ular Jari Petir segera mengambil gulungan kain yang 

sudah terbentang dan membaca tulisan yang tertera 

keras-keras.

 "Atas Nama Hukum Dan Keadilan. Kerajaan dengan 

Ini memerintahkan penangkapan atas diri Nyi Retno 

Mantili dalam keadaan hidup ataupun mati." Yang 

bersangkutan diketahui telah membunuh seorang 

Perwira Tinggi Kerajaan dan beberapa orang tokoh 

silat Istana. Tertanda atas nama Perwira Tinggi

Kerajaan pangeran Aryo Adinegoro/Pejabat Sementara 

Patih Kerajaan"

 Kembali Bidadari Angin Timur umbar tawa panjang.

 "Aku bisa membuat sepuluh surat perintah

 penangkapan seperti itu. Menangkap kalian sekaligus

 bertiga! Sudahlah, kalian semua harap menyingkir.

 Jangan ngacok di siang bolong! Aku mau melanjutton

 perjalanan."

 "Apa kau tidak melihat ada Cap Kerajaan di bagian

 bawah surat tadi? Ini bukan surat palsu! Pangeran

 Aryo Adinegoro bukan orang sembarangan. Dia adalah

 putera ke-empat dari Permaisuri!" Si Mayat Terbang

 untuk pertama kalinya membuka mulut. Wajahnya

 yang garang tampak gusar karena merasa tidak

 dipandang sebelah mata oleh si cantik berambut


pirang itu.

 Bidadari Angin Timur perhatikan tampang orang. 

Dalam hati dia membatin, manusia satu ini angker 

juga! Pisau yang menancap dikepalanya mengandung 

racun. Tapi dia sendiri tidak keracunan! Aku perlu 

mengawasi orang ini kalau pertarungan tidak bisa 

dihindari."

 "Aku tidak pernah mengatakan surat itu palsu. Aku 

hanya tidak percaya pada kalian. Mengaku utusan 

Kerajaan. Anak buah Pangeran Aryo! Bagaimana aku 

bisa percaya kalian adalah orang-orang Kerajaan! Tapi

diam-diam Bidadari Angin Timur sudah memaklumi

kalau ketiga orang tak dikenalnya itu memang adalah

orang-orang yang punya hubungan dekat dengan

Kerajaan. Ini diketahuinya dari bentuk dan tanda-tanda

pada pelana serta penutup mata tiga kuda tunggangan

milik mereka.

 "Aku Lor Sekti AlisTunggal. Kakek berpakaian biru

 ini Datuk Ular Jari Petir dan sahabat muda ini dikenal

 dengan nama Si Mayat Terbang..."

 "Ah, nama kalian hebat-hebat semua. Membuatku

 kagum! Hik ... hik!" ucapan Bidadari Angin Timur

 seperti memuji namun mimiknya menunjukkan

 ejekan. Gadis ini lanjutkan ucapan.Tapi kalian dengar

 baik-baik ya. Aku bukan orang yang kalian cari. Aku

 bukan Nyi Retno Mantili."

 "Kau berdusta! Kau sengaja menyamar dengan

 merubah warna rambutmu!" Berkata Datuk Ular Jari

 Petir.

 Mendengar ucapan orang Bidadari Angin Timur

 tertawa.

 "Datuk, kau belum tahu wanginya rambutku!"

 Sang dara goyangkan kepala. "Silahkan mencium!"

 "Setttr”

 Rambut pirang panjang melesat laksana pedang 

menabas. Bau harum semerbak menebar. Datuk Ular

Jari Petir berseru kaget dan marah, buru-buru

menyingkir mundur selamatkan hidung dari sambaran


ujung rambut.

 Sambil tertawa panjang Bidadari Angin Timur

menarik putus dua rambut pirangnya lalu dilempar

ke arah sang Datuk berblangkon biru. Dua helai rambut 

yang lemas lembut dan harum itu berubah laksana dua 

batang kawat baja, melesat ke arah Datuk Ular Jari 

Petir. Kalau sampai menembus salah satu bagian 

tubuh, apa lagi kepala bisa jadi perkara Maut!

 Meski belum sempat mengimbangi diri namun Datuk 

Ular dengan sebat pergunakan tangan kiri untuk 

menangkap dua helai rambut.

 "Silahkan kau memeriksa apa rambut pirangku 

adalah rambut palsu!" Ucap Bidadari Angin Timur.

 Dengan mata berkilat Datuk Ular memperhatikan. 

Dua helai rambut kemudian diremas-remas. Warna 

pirang tidak luntur. Bagian dalam yang putus-putus 

berwarna sama dengan warna rambut sebelah luar. 

Sang Datuk tidak berkata apa-apa hanya pelipisnya 

tampak bergerak-gerak tanda menahan amarah.

 Kembali Bidadari Angin Timur tertawa cekikikan.

 "Perempuan sinting! Mana boneka kayu yang kau 

pakai membunuh para tokoh Istana?!" Membentak Si 

Mayat Terbang.Tangan kiri bergerak-gerak tanda mulai 

gatal ingin mencabut dan melemparkan pisau terbang 

beracun.

 "Tubuhmu bau! Mulutmu lebih bau lagi! Sudah

berapa lama kau tidak mandi? Hik...hik! Kau kira aku

anak kecil yang suka main boneka?!" ejek Bidadari

Angin Timur yang membuat lelaki berewokan itu

menggereng marah. Kalau semasa masih jadi warok

kepala rampok otak kotor pasti sudah memenuhi

kepalanya berhadapan dengan gadis secantik itu dan

saat itu juga tentu sudah disergapnya.

 "Kau telah membunuh beberapa tokoh silat Istana.

Sesuai perintah jika kau tidak menyerahkan diri secara

baik-baik maka mayatmu yang akan kami bawa ke 

hadapan Raja!" Lor Sakti AlisTunggal angkat bicara.

 "Tapi kami tidak ingin berlaku sekejam Itu."


Bidadari Angin Timur mendengus.

 "Begitu... ? Aku sudah berkata yang sebenarnya. 

Kalian orang-orang tolol masih ngotot mengira aku Nyi 

Retno Mantili! Kalau kalian memang Ingin membunuh-

ku, silahkan! Aku mau lihat sampai dimana kehebatan 

kalian) Saat ini aku memang kepingin mati! Kalau aku 

sudah mati nanti aku beri tahu pada kalian bagaimana 

rasanya mati Itu! Hilc.hik... hik!"

 "Berani menantang! Dasar perempuan sinting! Apa 

kau kira kami tidak tega membunuhmu?!" teriak SI 

Mayat Terbang marah. Dia segera gerakkan tangan kiri 

ke atas kepala dimana puluhan pisau beracun 

menancap.

 Lor Sekti AlisTunggal menahan gerakan Si Mayat 

Terbang dengan memegang lengan kirinya Dengan 

menekan suaranya agar terdengar lebih sabar kakek 

Ini bertanya pada Bidadari AnginTimur.

 "Jika kau memang bukan Nyi Retno Mantili yang 

menyamar, lalu siapa dirimu adanya?!"

 "Apa perduli kalian siapa diriku?!" Dalam hati 

Bidadari AnginTimur memaki. "Pikiran sedang kacau 

balau ada saja orang-orang yang membuatku tambah

jengkel!"

 Datuk Ular habis sabarnya. Tapi Lor Sekti Alis

Tunggal masih berusaha menahan diri.

 "Nyi Retno Mantili, kami masih menghormati

mendiang suamimu Wira Bumi. Kami mohon kau mau

menyerah secara baik-baik dan ikut kami ke Jawa

Tengah. Kami akan memohon agar hukuman atas

dirimu bisa diperingan oleh Sri Sultan."

 Mendengar ucapan si kakek Bidadari AnginTimur

tertawa bergelak.

 "Kakek edan muka merah seperti udang rebus!

Kapan aku pernah dikawin Wira Bumi! Kapan aku

pernah Jadi istri Patih Kerajaan....!"

 Datuk Ular berbisik pada kambratnya kakek jubah

kuning. "Lor Sekti, aku jadi yakin perempuan ini

memang Nyi Retno Mantili. Dari kabar yang aku sirap


Nyi Retno selalu bicara begitu pada semua orang!

Tidak pernah mengakui kalau dia adalah Istri Patih

Kerajaan Wira Bumi."

 "Kakek budek torek! Apa kau tidak dengar tadi aku

bilang aku ini bukan Nyi Retno Mantili?!" Bidadari

AnginTimur berkata setengah berteriak.

 Kakek berjubah kuning terdiam namun kawannya

si blangkon biru Datuk Ular berteriak.

 "Kawan-kawan. Mari kita tangkap betina satu ini!

Kalau melawan jangan ragu-ragu menghabisinya!"

 Begitu tiga orang dihadapannya mulai bergerak

Bidadari Angin Timur yang memiliki ilmu meringankan

tubuh tinggi serta gerakan luar biasa cepat segera

berkelebat. Gerak tubuhnya kelihatan seolah melesat

ke atas lalu melayang turun masuk ke dalam mata air.

Dan lenyap!

 Lor Sekti Alis Tunggal terkejut. Seumur hidup belum 

pernah dia melihat orang memiliki kecepatan gerak 

seluar biasa itu.

 Bidadari Angin Timur telah mengeluarkan limu

meringankan tubuh bernama Ilmu Selaksa Kilat.

 "Gila! Dia masuk menghilang ke dalam air!"

Berseru Si Mayat Terbang.

 "Jangan tertipu!" teriak Datuk Ular Jari Petir.

"Perempuan itu tidak masuk ke dalam mata air. Dia

pasti mendekam di tempat lain!" Sang Datuk berkata

begitu karena dia tidak melihat air menyiprat. Kakek

Ini memandang berkeliling, lalu berteriak.

 "Dia ada di atas pohon sana!"

 Lor Sekti Alis Tunggal dan Si Mayat Terbang

memandang ke arah yang ditunjuk Datuk Ular.

Ternyata memang benar. Saat itu si gadis berpakaian

biru berambut pirang telah berada di atas pohon besar

tak jauh dari mata air.

 Setelah saling memberi tanda Datuk Ular Jari Petir

dan Lor Sekti Alis Tunggal dengan gerakan kilat

melepas pukulan tangan kosong mengandung tenaga

dalam tinggi dan hawa sakti ganas ke atas pohon.


Dua larik sinar merah dan hitam menderu. Si Mayat

Terbang tak tinggal diam. Sekali tangannya bergerak

ke atas kepala, dua pisau terbang melesat ke arah

pohon. Saking cepatnya lemparan dua pisau hanya

terlihat berupa dua larik cahaya hijau!

 "Kurang ajar! Tiga orang itu benar-benar punya

niat hendak membunuhku!" Kertak Bidadari Angin

Timur.

 Dua tangan disilang di depan dada. Sepuluh jari

disusun lurus.

 Sambil mengibaskan dua tangan ke bawah,

Bidadari AnginTimur melompat turun. Jungkir balik

dua kali di udara.

 "Blaarrr! Blaaarrr!"



TIGA


UNTUK sementara kita tinggalkan Bidadari Angin

Timur yang terancam keselamatannya karena hendak 

dihabisi oleh tiga tokoh silat Istana dari Jawa Tengah. 

 Di dasar laut utara, dalam satu Istana batu pualam. 

Ratu Laut Utara duduk di atas kursi besar berlapis 

emas. Dalam usia yang sudah empat puluh tahun 

wajah tetap cantik dan lekuk tubuhnya elok 

menggairahkan. Apa lagi dia mengenakan pakaian biru 

panjang ketat yang pada kedua sisinya dibelah tinggi 

hingga kakinya yang mulus tersingkap putih sampai ke 

paha terus ke pangkal pinggul.

 Setelah merapikan rambut dan letak mahkota emas 

bertabur batu permata di kepala, sang Ratu arahkan 

pandangan sepasang bola matanya yang kelabu ke atas 

meja batu pualam di hadapannya. Di atas meja itu 

terletak sebuah seloki besar terbuat dari batu pualam 

berisi cairan berwarna merah. Dalam genangan cairan 

merah terdapat sebuah benda putih dengan bundaran 

hitam di sebelah tengah serta serabut-serabut merah di 

bagian belakang. Benda ini adalah mata kiri Patih Wira 

Bumi yang dulu dicungkil dan diambil sebagai jaminan 

bahwa dia tidak akan melanggar janji.

 Seperti dituturkan dalam serial Wiro Sableng

berjudul "Bayi Satu Suro" Wira Bumi dengan diantar

oleh Nyai Tumbal Jiwo yang menampilkan diri sebagal

Nyi Wulas Pikan telah mendatangi Kerajaan Ratu Laut

Utara. Kepada Sang Ratu mereka minta pertolongan

aqar diberi petunjuk dimana beradanya bayi Nyi Retno

Mantili yang bernama Ken Permata. Sebagai imbalan

kedua orang itu akan menyerahkan Batu Mustika

Angin Laut Kencana Biru yang telah dicuri Nyai Tumbal

Jiwo dari Istana Ratu Laut Selatan Nyai Roro Kidul.

 Ratu Laut Utara bersedia menolong namun dengan

syarat Wira Bumi harus menyerahkan mata kirinya


sebagal jaminan bahwa setelah dia mendapatkan bayi

maka dia akan kembali untuk menyerahkan batu

mustika sakti dan memperhambakan diri pada Ratu

Laut Utara. Karena tidak mungkin mundur lagi akhirnya 

Wira Bumi pasrah menyerahkan mata kirinya. Seperti 

diketahui Wira Bumi bersama Nyai Tumbal Jiwo tidak 

berhasil mendapatkan bayi Nyi Retno Mantili yang ada 

di tempat kediaman Datuk Rao Basaluang Ameh di 

Danau Maninjau Pulau Andalas. Wira Bumi sendiri 

kemudian menemui ajal ditabas dengan golok oleh 

Pendekar212 di Pulau Gilang pada malam perayaan 

Satu Suro. Bayi Nyi Retno Mantili dibawa kembali oleh 

Datuk Rao Basaluang Amen ke Danau Maninjau disertai 

pesan agar kelak Wlro sendiri yang akan menjemput-

nya.

 Di samping meja batu pualam duduk bersimpuh 

seorang nenek berkepala berbentuk aneh. Bagian atas 

kepalanya yang berwarna ungu lebih kecil dari kedua 

pipi. Bibir tebal dower merah seperti dibalut darah 

sedang sepasang mata bengkak gembung nyaris 

tertutup. Nenek Ini bernama Nyi Kuncup Jingga, 

merupakan tangan kanan pembantu kepercayaan Ratu 

Laut Utara. Konon dia mempunyai kelainan yaitu hanya 

suka pada insan sesama jenis.

 Setelah menatap tak berkesip sekian lama pada mata 

Wira Bumi yang ada di dalam seloki batu pualam, Ratu 

Laut Utara unjukkan wajah berkerut dan berulang kali 

menarik nafas dalam. Walau tahu kalau ada sesuatu 

namun Nyi Kuncup Jingga diam menunggu tidak berani 

bertanya.

 "Nyi Kuncup. Sesuatu telah terjadi dengan orang 

yang punya mata itu." Berucap Ratu Laut Utara.

 "Saya mohon petunjuk Sri Paduka Ratu," kata si 

nenek pula.

 "Wira Bumi Patih Kerajaan telah menemui ajal. 

Sekitar satu purnama lalu. Perjanjian tidak mungkin

diteruskan. Namun apa yang sudah dikatakan harus 

menjadi kenyataan. Batu Mustika Angin Laut Kencana


Biru yang dikatakan akan diserahkan kepadaku harus

kita dapatkan kembali."

 Mendengar keterangan sang Ratu, Nyi Kuncup

Jingga sudah mengerti apa yang harus dilakukan.' 

Nenek Ini bertepuk tiga kali. Sesaat kemudian muncul 

dua gadis cantik membawa sebuah dulang terbuat dari 

perak. Inilah nampan yang disebut Dulang Perak 

Sejuta Mata. Dulang berisi air berwarna kebiruan 

diletakkan di atas meja pualam di samping seloki berisi 

mata kiri Wira Bumi. Melalui air di dalam dulang Ratu 

Laut Utara memiliki kemampuan untuk melihat sesuatu 

di tempat Jauh. Ratu usapkan tangan kanan di atas 

dulang, asap mengepul. Begitu kepulan asap sirna Ratu 

Laut Utara memperhatikan cairan dalam dulang tanpa 

berkesip. Sesaat kemudian Ratu memberi isyarat. Dua 

gadis mengambil dulang dari atas meja dan tinggalkan 

tempat itu.

 "Nyi Kuncup Jingga..."

 "Hamba Sri Paduka Ratu..."

 "Menurut apa yang aku lihat, Batu Mustika Angin

Laut, Kencana Biru telah berpindah tangan beberapa

kali. Namun saat Ini batu sakti itu telah berada kembali

di tangan nenek serba merah yang dadanya geroak

dan tempo hari pernah datang ke sini menemani Wira

Bumi..."

 "Saya Ingat Sri Paduka Ratu. Nenek itu menampilkan 

diri sebagai perempuan cantik mengaku bernama

Nyi Wulas Pikan..."

 "Betul... ada kesan bahwa untuk mendapatkan batu 

sakti itu dia telah merubah diri menjadi seorang gadis 

bermata biru, Ratu Duyung, orang kepercayaan Ratu 

Laut Selatan. Kau harus mencari mahluk alam roh yang 

sebenarnya bernama Nyai Tumbal Jiwo itu. Dapatkan 

kembali batu sakti itu. Aku tidak ingin batu mustika itu 

kembali ke Laut Selatan. Aku juga memerintahkan agar 

kau membunuh Nyai Tumbal Jiwo. Nenek satu itu perlu 

dikembalikan ke alam roh lapisan ketujuh untuk 

selama-lamanya. Menurut yang aku lihat dia akan


berada di pantai utara tak selang berapa lama. Aku 

tidak tahu apa keperluannya di tempat itu."

 "Perintah Sri Paduka Ratu akan saya laksanakan,"

kata Nyi Kuncup Jingga lalu bangkit berdiri.

 "Ajak serta Ki Ngumpil Sebaki alias SI Lidah Hantu

untuk membantumu. Aku menaruh firasat dalam

mencari Nyai Tumbal Jiwo kau juga akan berhadapan

dengan orang-orang lain berkepandaian tinggi."

 "Baik Sri Paduka Ratu. Saya akan menemui KI

Ngumpil Sebaki..."

 "Saat ini dia masih bertapa di lapisan ke dua dasar

Laut Utara. Tunggu sampai malam tiba saat dia

mengakhiri tapanya."

 "Baik Sri Paduka Ratu." Nyi Kuncup Jingga membung-

kuk, siap untuk berlalu dari hadapan sang Ratu.

 "Ada satu hal lagi Nyi Kuncup..."

 "Hamba Sri Paduka Ratu..."

 "Dalam air di Dulang Perak Sejuta Mata aku melihat

bayangan Ratu Duyung bersama seorang pemuda

berpakaian hitam berambut panjang sebahu. Mereka 

tengah mencari dan mengejar si pencuri Batu Mustika 

Angin Laut Kencana Biru. Jika Nyai Tumbal Jiwo 

mengarah ke pantai utara, mereka pasti akan mengejar 

ke jurusan yang sama. Untuk kedua orang itu aku 

punya pesan khusus. Jika kau bertemu mereka jangan 

ragu-ragu untuk membunuh Ratu Duyung. Namun 

tangkap hidup-hidup pemuda berpakaian hitam. Bawa 

ke hadapanku."

 "Saya mengerti Sri Paduka Ratu. Perintah Sri Paduka 

Ratu akan saya laksanakan. Namun agar tidak 

kesalahan tangan, mohon diberi tahu siapakah adanya 

pemuda berpakaian hitam berambut panjang sebahu 

itu?"

 Ratu Laut Utara tidak segera menjawab. Mata 

memandang ke arah kejauhan. Air mukanya jelas 

membayangkan sesuatu lalu dengan suara perlahan 

mulutnya berucap.

 "Aku sudah lama menunggu kedatangannya. Aku


tidak Ingin Ratu Laut Selatan mendapatkan pemuda

Itu. Kau pasti pernah mendengar nama dan julukan

pemuda itu. Namanya Wlro Sableng. Julukannya

Pendekar Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua..."

 "Ah ." Nyi Kuncup Jingga melepas suara kagum lalu 

anggukkan kepala berulang kali. "Saya akan 

membunuh Ratu Duyung gadis penggoda itu. Saya 

akan membawa Pendekar Dua Satu Dua ke hadapan Sri 

Paduka Ratu. Memang dia teramat pantas untuk 

bersanding dengan Sri Paduka Ratu. Saya mengerti, 

bila Sri Paduka Ratu sudah bersama dia maka delapan 

penjuru angin rimba persilatan di laut dan di daratan 

akan berada dalam genggaman Sri Paduka Ratu."

 Tanpa menoleh pada Nyi Kuncup Jingga. Ratu Laut 

Utara anggukkan kepala. Sekelumit senyum muncul di 

wajahnya. Di dalam hati sang Ratu berkata

 "Terus terang, aku lebih mementingkan dan meng-

harapkan pemuda itu dari pada batu mustika sakti."

 Kemudian ketika tiba-tiba ada teriakan mengiang

di telinganya Ratu Laut Utara tersentak. Paras berubah,

tubuh terlonjak bangkit Dalam hati dia berkata penuh

kebencian.

 "Ayu Lestari! Tunggu hari kematianmu.Tiga ratus

hari tidak lama lagi! Kau akan berkubur di dasar laut

utara! Setelah itu tidak akan ada lagi gangguan atas

kekuasaanku di Laut Utara ini!"

 Ratu Laut Utara tekan lengan kursi kiri kanan. Luar

biasa! Didahului suara berdesir saat itu juga kursi

besar berlapis emas itu amblas masuk ke dalam lantai

batu pualam. Lenyap bersama sosok sang Ratu.


EMPAT


KEMBALI pada Bidadari Angin Timur yang tengah

mendapat serangan tiga musuh tangguh, mengaku 

utusan Kerajaan di Jawa Tengah dan hendak

menangkap dirinya karena dianggap sebagai Nyi Retno 

Mantili yang telah membunuh seorang Perwira Tinggi 

dan beberapa tokoh silat Istana. Dari tangan kanan 

Datuk Ular Jari Petir menderu selarik sinar hitam 

sementara pukulan tangan kosong yang dilepaskan Lor 

Sekti Alis Tunggal mengeluarkan cahaya merah angker. 

Di saat yang bersamaan dua pisau terbang yang 

dilempar SI Mayat Terbang melesat sebat dan saking 

cepatnya lenyap membentuk dua larik sinar hijau 

menggidikkah.

 Di atas pohon, melihat datangnya tiga serangan

dahsyat Bidadari AnginTimur cepat silangkan dua

tangan di depan dada. Sepuluh jari disentak lurus.

Sambil melompat turun dua tangan dihantamkan ke

bawah. Dua larik sinar hijau laksana dua pedang 

membabat menyambar menyambut datangnya 

serangan. Bersamaan dengan Itu dia membuat gerakan 

jungkir balik dua kali berturut-turut Semua dilakukan 

dengan gerakan serba cepat mengandalkan ilmu 

Selaksa Kilat hingga sosok gadis itu berubah menjadi 

sekilas cahaya biru.

 "Blaarrr! Biaarr!"

 Dua letusan keras menggelegar.Tanah bergetar. Air 

di mata air muncrat ke atas. Cahaya merah, hijau dan 

hitam bertabur di udara. Meski mampu turun dengan 

kaki menjejak tanah lebih dulu namun tubuh Bidadari 

Angin Timur untuk sesaat tampak tergontai-gontai. 

Wajahnya yang pucat tambah putih. Di lain pihak Lor 

Sekti AlisTunggal dan Datuk Ular Jari Petir saling 

berpegangan tangan agar tidak rubuh. Muka Lor Sekti 

Alis Tunggal tampak tambah merah sedang tampang


Datuk Ular kelihatan kelam membesi. Hanya Si Mayat 

Terbang yang masih tetap berdiri kokoh karena tenaga 

dalamnya tidak bertabrakan langsung dengan tenaga 

dalam Bidadari AnginTimur. Gerakan melompat yang 

disertai jungkir balik kilat membuat Bidadari Angin 

Timur mampu mengelakkan serangan dua pisau 

beracun.

 Begitu dua pisau menancap di batang pohon, serta 

merta kulit pohon yang tadinya coklat kehitaman

berubah menjadi hijau. Tiga cahaya mengandungi 

hawa sakti yang bertebaran ke udara membuat ranting 

dan daun pohon hangus menghitam, dedaunan jatuh 

luruh ke tanah.

 Dalam hal ilmu meringankan tubuh kelihatannya

Bidadari Angin Timur bisa mengatasi kehebatan ke

tiga lawan. Namun menghadapi gabungan tiga tenaga

dalam terlalu besar bahayanya. Hal Ini disadari oleh

Bidadari AnginTimur.

 "Aku harus menghajar si berewok ini lebih dulu.

Tenaga dalamnya tidak seberapa namun pisau

beracunnya sangat berbahaya! Tubuhnya tahan

terhadap racun pisau! Aku tahu rahasia kehebatan

sekaligus kelema!hannya! Ginjal di dalam tubuhnya!"

 Apa yang diduga Bidadari AnginTimur memang

benar adanya. Si berewok yaitu Si Mayat Terbang

memiliki kehebatan luar biasa tidak keracunan oleh

pisau yang menancap di batok kepalanya karena dia

memiliki semacam penyaring racun yaitu ginjal di

dalam tubuhnya.

 Manusia biasa memiliki dua buah ginjal. Tapi ketika 

dilahirkan Si Mayat Terbang konon memiliki empat 

ginjal sekaligus!

 Lor Sekti Alis Tunggal diam-diam juga telah

mengukur kehebatan lawan. Dia dan kawan-kawan

pasti bisa meringkus atau membunuh gadis berambut

pirang itu. Namun di antara mereka tidak mustahil

ada yang akan jadi korban. Maka kakek bermuka 

merah keluarkan ucapan membujuk untuk kesekian


talinya

 "Nyi Retno, dari pada kau mati percuma harap mau

berpikir sekali lagi. Harap kau mau menyerahkan diri

secara baik-baik!"

 Bidadari Angin Timur sunggingkan senyum mengejek.

 "Nyali kailan rupanya mulai leleh?"

 "Perlu apa bicara lagi panjang lebar dengan calon

bangkai!"

 Teriak SI Mayat Terbang yang kesal dan tidak

menyangka lawan sanggup selamatkan diri dari

lemparan dua pisau mautnya.

 "Kau yang berucap kau yang pertama kali akan

Jadi mayat!" balas berteriak Bidadari Angin Timur.

Sambil berteriak dia renggangkan dua kaki. Tangan

kiri diangkat, telapak membuka lebar. Dua mata

memandang tiga lawan tak berkedip. Sementara

tangan kanan bergerak ke bagian depan pakaian biru

di arah perut. Astaga! Walau sudah tidak lagi muncul

sebagal Nyi Bodong ternyata Bidadari Angin Timur

masih memiliki ilmu kesaktian Ilmu Pusar Pusara

yang didapatnya dari kakek sakti Kiai Munding

Suryakala. Bila pakaian biru disingkap di bagian perut,

pusar akan mencuat keluar dan dari pusar yang

berubah bodong ini akan melesat cahaya biru bernama

Geni Biru. Beberapa orang tokoh sakti pernah merasa-

kan kehebatan ilmu kesaktian ini. Satu diantaranya 

adalah Pangeran Matahari yang dibuat buntung tangan 

kirinya. (Baca serial Wiro Sableng berjudul "Nyi 

Bodong" dan "Perjanjian Dengan Roh")

 "Kami para utusan Kerajaan sudah memberi ingat.

Jangan salahkan kalau kau mati percuma dan

menyesal sampai di Uang kubur."

 "Tidak apa-apa. Aku tidak akan pernah menyesal

karena aku akan membawa kajian Ikut serta ke liang

kubur!" Jawab Bidadari Angin Timur. Kepala

didongak. Dari mulut melesat suara seperti raungan

srigala di malam buta lalu di susul dengan suara tawa

cekikan. Inilah satu pertanda bahwa Bidadari Angin


Timur akan kembali menjadi Nyi Bodong dan keluarkan 

Ilmu dahsyat Ilmu Pusar Pusara!

 Untuk sesaat tiga tokoh silat Kerajaan sempat

tercekat. Namun kemudian datuk Ular Jari Petir

berteriak.

 "Pateni!"

 Habis berteriak Datuk Ular Jari Petir jentikkan lima

jari tangan kanan. Lima sinar hitam pekat menderu

menyambar ke arah Bidadari Angin Timur menge-

luarkan suara seperti petir menyambar, menebar bau

amis darah ular! Bukan itu saja. Kakek berpakaian

hitam ini susul serangannya dengan menggerakkan

kepala. Dari mulut kepala ular kering yang menempel

di bagian depan blangkon biru melesat sinar kuning,

menebar bau busuk pertanda dua serangan sang

Datuk mengandung racun jahat.

 Lor Sekti Alis Tunggal melesat satu tombak ke

itas. Masih melayang di udara dia hantamkan tangan

kanan ke bawah. Didahului suara seperti tiupan suling

dari lengan jubah kakek beralis satu ini berkelebat

selarik sinar merah, menebar menyapu berbentuk

kipas terkembang.

 Warok Gigi Perak alias Si Mayat Terbang berteriak

garang. Tangan kirinya bergerak dua kali ke atas

kepala

 "Bettt! Bettt!"

 Sepuluh pisau terbang pertama melesat ke arah

Bidadari Angin Timur. Sesaat kemudian menyusul

sepuluh pisau lagi!

 Melihat datangnya serangan laksana air bah ini

sungguh berbahaya keselamatan Bidadari Angin

Timur. Namun gadis yang diserang tidak unjukkan

rasa gentar. Penuh percaya diri dia remas lima jari

tangan kiri. Bersamaan dengan itu tangan kanan

menyibak baju biru tipis di bagian perut. Pusar

tersingkap putih!

 "Desss..Wuuuttt!"

 Selarik sinar biru terang benderang menyilaukan


keluar dari pusar bodong Bidadari Angin Timur.

Menggebubu ke depan memapas serangan tiga utusan

Kerajaan.

 Untuk kedua kalinya di tempat itu meggelegar

letusan-letusan keras disertai taburan cahaya, hanya

saja kali ini disertai pekik semua orang yang terlibat

pertarungan.

 Datuk Ular Jari Petir tersurut lima langkah sambil

menggerung kesakitan. Lima jari tangan kanan putus

dan leleh.

 Lor Sekti Alis Tunggal menjerit keras sambil pegangi 

dadanya yang robek terbelah. Mukanya yang merah 

berubah membiru. Darah bergelimang di sekujur tubuh 

dan dua tangan yang mendekap dada. Kakek berjubah 

kuning ini memekik satu kali lagi lalu tergelimpang 

roboh namun tidak segera menemui ajal.

 Yang paling mengenaskan adalah Si Mayat Terbang. 

Pinggangnya nyaris putus disambar sinar Geni Biru. 

Tiga dari empat ginjalnya hancur. Dalam keadaan 

tubuh nyaris kutung dan miring ke kiri dia masih 

berusaha menggapai pisau terbang di atas kepala. 

Namun tubuhnya yang besar keburu terjungkal. 

Manusia satu ini melepas nyawa dengan mulut

menganga dan mata mendelik sementara darah

membasahi hampir sekujur tubuhnya.Tepat seperti

yang dikatakan Bidadari Angin Timur. Si Mayat Terbang

benar-benar menjadi korban pertama yang menemui

ajal di tempat itu.

 Dalam keadaan tangan kanan luka parah Datuk Ular

Jan Petir yang sudah putus nyalinya segera melompat

ke atas punggung seekor kuda lalu secepat kilat

menghambur kabur dari tempat itu.

 Walau menemui ajal namun dua kali lemparan

pisau yang tadi dilakukan Si Mayat Terbang ternyata

hampir menimbulkan malapetaka bagi Bidadari Angin

Timur. Dengan ilmu Pusar Pusara Bidadari Angin

Timur memang berhasil membuat hancur lebur

sepuluh pisau serangan pertama. Namun begitu


sambaran Geni Biru lewat dan sirap, serangan sepuluh

pisau terbang kedua datang menderu ganas. Kali ini

Didadari Angin Timur tidak mampu menyingkir atau 

menangkis. Dia masih berusaha pergunakan ke-

cepatan untuk selamatkan diri sambil lepaskan satu 

pukulan tangan kosong. Hanya enam pisau yang 

berhasil lolos dan dibuat mental sementara empat 

sisanya masih terus menyambar ke arah kepala!

 "Celakai"

 Bidadari Angin Timur berseru kaget dan hanya bisa 

pasrah menunggu kedatangan empat pisau menancapi 

wajahnya!

 Namun Kuasa dan Kehendak Tuhan masih 

melindungi gadis berambut pirang itu. Sesaat lagi 

empat pisau beracun akan menancap di wajahnya yang 

cantik jelita, tiba-tiba satu mahluk raksasa bertubuh 

yang terbungkus duri-duri tebal berkelebat di antara 

pisau yang menyambar dan wajah Bidadari Angin

Timur. Si gadis sendiri sampai terpental akibat ditabrak 

mahluk raksasa itu.

 "Tring ...tring..tring..tring!"

 Empat pisau beracun yang seharusnya menancap di 

muka Bidadari Angin Timur mencelat mental. Mahluk 

yang melindungi Bidadari Angin Timur keluarkan suara 

menggereng. Entah marah entah kesakitan. Mahluk 

aneh ini yang ternyata adalahseekor landak raksasa 

memutar tubuh melangkah mendekati Bidadari Angin

Timur yang masih tergolek di tanah dengan wajah 

pucat.

 "Bidadari AnginTimur, kau tak apa-apa?" Mahluk

berbentuk landak raksasa bertanya. Suaranya ternyata

suara manusia. Tiga langkah dari Bidadari Angin

Timur tiba-tiba sosok binatang landak ini barubah

menjadi seorang pemuda berpakaian coklat. Ikat

kepala kain biru yang melilit kening membuat

wajahnya yang tampan kelihatan tambah gagah.

Namun dibalik ketampanan itu ada bayangan ganjalan

derita yang amat dalam.


Melihat siapa yang berdiri di depannya Bidadari

AnginTimur tersentak kaget Tidak tunggu lebih lama

dia segera melompat dan berusaha melarikan lari.

 "Bidadari Angin Timur! Jangan lari! Aku hanya

ingin bertanya!" Berseru pemuda berpakaian coklat

yang bukan lain adalah Tubagus Kesumaputra alias

Jatilandak, pemuda dari negeri Latanahsilam yang

sejak beberapa lama ini telah menduduki jabatan salah

satu Kepala Pasukan Kesultanan Cirebon. Namun

Bidadari Angin Timur tetap meneruskan lari. SI

pemuda segera mengejar. Sambil terus memanggil.

Namun di satu tempat akhirnya dia hentikan lari lalu

berteriak.

 "Bidadari Angin Timur, jika kau tidak mau

menemuiku aku tidak akan mengejar lagi! Aku hanya

ingin bertanya! Mengapa dirimu begitu tega mening-

galkan upacara pernikahan kita di Keraton Cirebon?

Apa salahku...?!"

 Di depan sana, setelah mendengar teriakan si

pemuda, Bidadari Angin Timur tiba-tiba hentikkan lari

lalu berdiri sambil pejamkan mata dan senderkan

kening ke batang sebuah pohon.

 "Aku memang tidak boleh menghindar. Kalaupun

hari ini aku bisa lari dari dia di kemudian hari pasti

dia akan menemuiku. Sebaiknya biar semua masalah

diselesaikan saat ini. Aku kasihan padanya. Tapi

apakah ada yang kasihan padaku..."


LIMA


JATILANDAK dekati Bidadari AnginTimur. Tangan 

diulurkan hendak mengusap punggung si gadis namun 

kebimbangan datang dan niat itu dibatalkan.

 "Bidadari Angin Timur, aku tidak tahu apa yang 

terjadi dalam dirimu. Ada apa kau meninggalkan 

upacara pernikahan kita ketika Kadi, aku, Sultan serta

Ratu Cirebon telah siap menunggu kehadiranmu. 

Ketika kau tidak muncul semua orang mencari.Temyata 

kamar pengantinmu kosong. Dirimu lenyap. Aku tidak

mengerti, apakah aku telah membuat kesalahan yang

mernbuatmu tidak suka ternadapku hingga melarikan

diri begitu rupa?"

 "Tidak, kau tidak berbuat kesalahan apa-apa

Tubagus Kesumaputra .."ucap Bidadari Angin Timur

dengan suara lirih setengah tersendat

 SI pemuda terdiam sesaat lalu dengan suara

perlahan dia berkata. "Namaku Jatiiandak. Tubagus

Kesumaputra hanyalah nama pengasih dari orang

yang berhlba hati terhadapku..."

 Isakan keluar dari mulut Bidadari Angin Timur. Bahu 

dan dada bergoyang turun naik.

 "Jatilandak, kalau bicara soal kesalahan, sebenarnya 

aku yang layak disalahkan..."

 "Kalau begitu tidak perlu kita bicara soal kesalahan. 

Mungkin tidak ada yang salah diantara kita. Mungkin 

keadaan atau takdir menghendaki demikian. Namun 

kalau boleh aku mengetahui mengapa hal Itu terjadi? 

Segala sesuatu pasti bersebab. Lalu mengapa kau 

mengambil sikap dan berlaku seperti itu padaku?"

 "Aku tahu aku telah membuat malu besar atas

dirimu..."

 "Sebesar gunungpun rasa malu itu akan aku panggul 

di pundakku yang sudah terlalu sering menerima beban 

ini. Namun hanya satu, aku ingin tahu mengapa kau 

berbuat seperti itu. Meninggalkan upacara pernikahan


kita..."

 "Jatilandak, aku tidak bermaksud buruk. Aku hanya-

."

 "Bidadari Angin Timur, ketika kita bertemu dan kau 

mau kuajak pergi ke Cirebon, harapan besar

terbentang di hadapanku. Ketika aku melamarmu

melalui Nyi Rara Santang dan Pangeran Cakrabuana

dan kau menerimanya, harapan itu berubah menjadi

kenyataan.Tetapi ketika upacara pernikahan digelar,

kau lenyap melarikan diri. Kau hancurkan kenyataan

Itu. Mengapa....?"

 Tangis menyembur dari mulut Bidadari Angin Timur. 

Kepalanya digelengkan beberapa kali. Mulut terbuka 

tapi tidak sanggup meluncurkan kata-kata.

 "Bidadari AnginTimur, jawablah. Mengapa....?"

 "Jatiiandak. Maafkan diriku. Aku tidak bisa

melakukan hal itu..."

 "Tidak bisa melakukan hal apa?"

 "Aku tidak mungkin berkhianat" "Berkhianat?

Berkhianat pada siapa Bidadari AnginTimur?" tanya

Jatiiandak dengan dada berdebar.

 Sampai saat itu Bidadari Angin Timur masih

menempelkan wajahnya ke batang pohon, tidak berani

menatap muka si pemuda.

 "Jatiiandak, kau tahu. Jauh sebelum kita bertemu

aku telah lebih dulu mengenai Wiro"

 "Ahhh... Sahabatku itu rupanya yang jadi penyebab." 

Kata Jatiiandak dengan perasaan sangat terpukul. 

"Kalau kau memang tidak ingin mengkhianatinya 

karena kau lebih dulu mencintainya, lalu mengapa dulu 

kau mau aku ajak ke Cirebon, kita sempat berbagi rasa 

dan kasih, bahkan kau bersedia memenuhi 

permintaanku untuk melangsungkan pernikahan..."

 "Saat aku mau kau ajak pergi, ketika aku menerima

lamaranmu, sesungguhnya hatiku sedang goncang,

pikiranku tengah kacau. Aku bingung menghadapi

hidup Ini. Begitu banyak gadis yang mengasihi Wiro

seiain diriku. Tapi setelah aku berada dalam


kesendirian menunggu menjelang saat-saat pernikahan 

kita, aku merasa diriku telah melakukan satu

pengkhianatan. Aku menyadari bahwa aku tidak bisa

lari dari kenyataan. Tidak bisa sembunyi dari suara

hatiku. Bahwa aku tidak bisa melepaskan diri dari Wiro.

Bahwa aku terlalu sangat mencintainya..."

 Jatilandak tertunduk lesu Bumi ini seperti bergelar

lalu bergemuruh laksana kiamat membalik dan

menghancur luluhkan dirinya. Ketika lututnya goyah

dan dia serasa tidak menginjak tanah lagi. Jatilandak

jatuh berlutut. Mata yang berkaca-kaca dipejamkan.

Dia hanya sempat mendengar suara Bidadari Angin

Timur berkata

 "Jatilandak, jika kau bertemu Wiro, sampaikan

pesanku. Nyi Retno Mantili berada di tangan Manusia

Paku Sandaka Arlo Gampito. Dibawa ke tempat

kediaman gurunya untuk dinikahi. Jatilandak, aku

harus pergi. Maafkan diriku." Lalu suara itu lenyap

bersama tiupan angin. Sosok Bidadari AnginTimur

Ikut menghilang.

 "Gusti Allah, di tanah kelahiranku aku tidak pernah

mengenal dirimu. Ketika di tanah Jawa ini aku

menemukan Kebesaran dan KeagunganMu, mengapa

Kau jatuhkan cobaan yang begini berat padaku?

Tuhan... kalau memang ada kesalahanku aku rela di

hukum, matipun aku siap menghadapi. Namun jangan

jatuhkan cobaan yang begini berat, yang aku tidak

sanggup menerimanya. Aku merasa sudah mati dalam 

hidupku..." Sepasang mata Jatilandak berlinangan.

 Ketika air mata itu hendak jatuh meluncur ke pipi

tiba-tiba satu tangan halus memegang pundak kiri

pemuda dari negeri 1200 tahun silam ini.

 "Bidadari....."ucap Jatiiandak dengan suara

bergetar dan di wajahnya tampak ada sekilas harapan.

Namun harapan itu serta merta sirna.

 "Jatilandak, aku ibumu."

 Jatilandak terkejut. Mata yang terpicing dibuka

lebar-lebar. Kepala dipalingkan. Air mata meluncur


jatuh.

 "Ibu...."

 Jatiiandak bangkit berdiri, memeluk perempuan

berpakaian biru yang bukan lain adalah Luhmintari

alias Purnama.

 "Ibu mendengar semua pembicaraan kalian. Kau

harus tabah puteraku. Kau harus sadar cinta itu

sebenarnya memang tidak bisa dibagi dan tidak

pernah boleh dibagi...."

 "Aku percaya pada apa yang kau ucapkan Ibu. Tapi

aku juga percaya kalau cinta itu tidak boleh bermuka

dua. Cinta harus hitam atau putih. Tidak ada warna

kelabu di antara keduanya. Cinta harus berani

mengatakan ya atau tidak. Cinta tidak boleh

menyembunyikan apapun. Cinta tidak akan menjadi

batu sandungan memperhinakan dan mempemalukan

orang lain..."

 "Jangan berkata begitu Jatiiandak," ucap Purnama

dengan berlinangan air mata. "Sejak kita mengenal

Gusti Allah kita harus percaya pada perjalanan nasib

kita apa yang dinamakan takdir."

 "Saya tidak pernah menyesali nasib buruk diri ini

Ibu. Namun saya juga tidak pernah lari dari kenyataan.

Satu hal saya katakan, saya tidak pernah menyesal

menjadi anak ibu."

 Ibu dan anak Itu saling berpelukan dan sama

mencucurkan air mata.

 "Anakku, putihkan hatimu, hadapi masa depan

dengan hati tabah, dan jiw tegar. Hari ini kau mungkin

merasa kehilangan sesuatu. Besok bisa saja Gusti

Allah memberikan pengganti yang jauh lebih

bemiiai..."

 Jatilandak menghela nafas panjang. Lalu berkata.

 "ibu, bagaimanapun aku harus melupakan semua

kejadian ini. Aku sejak lama Ingin pergi ke Gunung

Tangku ban Perahu."

 Purnama terkejut Wajah cantiknya berubah.

 "Apa?! Kau sengaja kesana hendak bunuh diri?


Kau tahu gunung itu dipenuhi belerang. Dan belerang

adalah pantang bagi nyawamu! Anakku, apa yang ada

di benakmu?"

 Jatilandak tersenyum dan mencium kedua belah

pipi ibunya.

 "Aku akan menjadi pertapa sampai ajal datang

menjemput."

 "Jatilandak.. jika kau melakukan hal itu sama saja

dengan membunuh diri secara pelan-pelan."

 "Gusti Allah melarang umatnya melakukan bunuh

diri. Dan aku Jatilandak tidak akan pernah melakukan

hal itu."

 "Saat ini sulit bagiku mempercayai kata-katamu

 "Ibu harus percaya pada saya. Saya anak yang

bernama Jatilandak terlahir dari seorang Ibu bernama 

Luhmintari."

 "Anakku, bukankah akan lebih baik bagimu jika kau 

kembali ke Cirebon? Kau sudah dianugerahi jabatan 

tinggi di Kesultanan itu."

 Jatilandak tersenyum.

 "Jabatan dan pangkat, termasuk harta benda 

kekayaan hanyalah hiasan dunia. Siapapun kalau mati 

tidak akan membawa semua itu."

 Untuk beberapa lama tempat itu menjadi sunyi 

karena tidak ada yang bicara.

 "Ibu, sebelum meninggalkan ibu aku akan teruskan 

amanat yang disampaikan Bidadari Angin Timur. 

Sebelum pergi dia berkata. Jika aku bertemu Wiro 

harap diberi tahu bahwa Nyi Retno Mantili berada

bersama Manusia Paku Sandaka Arto Gampito. Mereka

tengah menuju tempat kediaman guru Manusia Paku

dan hendak melangsungkan pernikahan."

 Jatiiandak mencium kening dan pipi Luhmintari sekali 

lagi lalu tinggalkan tempat itu diikuti linangan air mata 

sang ibu.

 Untuk beberapa lamanya Luhmintari masih berdiri di 

tempat itu sementara air mata tak kuasa dibendung, 

meluncur jatuh di atas pipinya yang halus. Perlahan dia


berucap. "Anakku, entahlah. Ibu punya firasat nasib 

diriku dalam mencintai seseorang mungkin tidak akan 

banyak berbeda dengan apa yang kau alami."

 Luhmintari alias Purnama tarik nafas dalam. Lalu

kembali mulutnya berucap. "Puteraku Jatilandak,

walau kau tidak sempat memiliki Bidadari Angin

Timur dalam ikatan perkawinan tapi aku merasa gadis

itu telah pernah menjadi istrimu. Dan keadaannya saat

ini tidak lebih dari diriku tidak berbeda dengan Nyi

Retno Mantili. Dia telah menjadi seorang janda..."

 Mendadak Luhmintari alias Purnama merasakan

udara sejuk menyelubungi tempat itu. Namun cepat

sekali kesejukan ini berubah menjadi hawa dingin

luar biasa hingga sekujur tubuhnya mulai bergetar

menggigil dan rahang terkancing rapat. Air mata

yang bercucuran di atas kedua pipinya berubah

membeku!

 "Apa yang terjadi? Apakah ada seseorang berbuat

jahat terhadap diriku?" pikir Purnama. Gadis dari

Latanahsiiam ini kerahkan hawa sakti panas ke

sekujur tubuh. Dia hanya mampu menolak sedikit saja

hawa dingin yang membungkus dirinya. Dia coba

menggoyang bahu untuk mengeluarkan cahaya biru

berkilau yang menjadi pelindung dirinya, namun juga

sia-sia. Ketika dia coba menggerakkan kaki dan tubuh,

dia hanya sanggup bergerak kaku setengah putaran.

Namun itu sudah cukup baginya untuk melihat satu

pemandangan aneh yang sulit dipercaya.

"Mahluk aneh di atas semak belukar itu, apakah dia

yang membuat tubuhku jadi kaku dingin begini rupa?

Apa dia sengaja menyerangku secara diam-diam? Tapi

lagaknya mengapa seperti tak acuh saja! Bahkan dia

sepertinya tidak mengetahui kehadiranku di sini. Aku

kedinginan begini rupa, dia enak saja berbaring

berkipas-kipas. Orang berkepandaian tinggl.TapI tidak

pernah kulihat yang seaneh ini.


ENAM


DI ATAS semak bertukar sejarak dua belas langkah 

dari tempatnya berdiri setengah kaku, Purnama 

melihat seorang pemuda gemuk berkopiah hitam

kupluk berbaring dengan mata terpejam sambil 

berkipas-kipas. Jangankan tubuhnya yang segendut 

anak kerbau Itu, orang biasa saja jika berbaring di atas

semak belukar seperti itu, apa lagi sambil berkipas-

kipas semak belukarnya pasti rubuh tidak akan mampu

menahan berat badan yang ratusan kati!

 "Apakah yang aku lihat! ini manusia benaran atau

dedemit rimba belantara?" pikir Purnama dengan

mata mendelik. Lalu dia berteriak memanggil.

 "Hai! Kau!"

 Si gendut di atas samak belukar kelihatan tersentak 

kaget

 Tangan yang mengipas langsung berhenti, tubuh 

gendut melesat ke udara sampai setinggi setengah 

tombak. Ketika turun dua kakinya telah menginjak 

tanah.Ternyata orang ini mengenakan baju terbalik dan 

celana komprang hitam. Sehelai kain sarung butut 

tergantung di pundak kiri.

 "Hai juga! Siapa kau?!.""Balas berseru si gendut 

yang bukan lain adalah Bujang Gila Tapak Sakti.

 "Kau yang siapa?!" balik bertanya Purnama.

 Si gendut tertawa Kopiah kupluk dirapikan. Wajah 

yang keringatan diusap.

 "Aku tidak tahu ada orang di sini. Aku lagi enak 

berkipas-kipas kepanasan. Kau membuat aku kaget! 

Untung aku tidak sampai kentut atau terkancing! 

Ha..ha... ha!"

 "Eh„ dedemit ini pandai juga bergurau!" kata 

Purnama dalam hati.

 "Ha!! Aku tanya kau siapa? Kau Ini manusia atau 

hantu jejadian?!"

 Bujang Gila Tapak Sakti tertawa geiak-gelak hingga


dada dan perutnya yang buncit gembrot ber-

goyang-goyang.

 "Seharusnya aku yang bertanya. Kau ini hantu

betina, mahluk jejadian atau bidadari yang nyasar ke

bumi? Bagaimana ada gadis cantik seperti kau ada

di tempat begini rupa?"

 "Sudah, jangan banyak bertanya.Terangkan dulu

siapa dirimu." Ujar Purnama pula

 "Namaku Bujang Gila Tapak Sakti. Aku kesasar. 

Habis mengejar orang tapi kehilangan jejak."

 "Kau barusan menyerangku dengan hawa dingin.

Betul?Tubuhku sampai saat ini masih menggigil dan

aku sulit bergerak! Kau punya niat jahat apa padaku?!"

 "Hai! Aku tidak punya niat jahat apa-apa Aku tidak

menyangka."

 "Srott!"

 Bujang Gila Tapak Sakti buka dan kibaskan kipas

kertasnya. Saat itu juga hawa dingin yang menyelimuti

sekujur tubuh Purnama lenyap. Hingga Purnama kini

bisa bergerak leluasa seperti semula sebaliknya si

gendut tampak berkipas-kipas tiada henti. 

Diperhatikan memang tubuhnya keringatan dan 

bajunya basah kuyup.

 "Kau tadi bilang mengejar orang tapi kehilangan

jejak. Kau mengejar siapa? Pasti mengejar perem-

puan!"

 "Betul, kau ini tahu saja" Bujang Gila Tapak Sakti

lalu tertawa mengekeh.

 "Perempuan tentu ada namanya? Kau tak mau

memberi tahu?" Purnama mendesak. Diam-diam dia

punya dugaan baru.

 "Kalau aku beritahupun kau belum tentu kenal.

Buat apa membicarakan orang yang kau tidak kenal?"

 "Kalau aku kenal bagaimana? Mungkin aku bisa

menolongmu."

 "Menolong apa?"

 "Memberi tahu kemana larinya orang itu!"

 "Eh," Bujang Gila Tapak Sakti angkat kopiah


hitamnya ke atas. Garuk-garuk kepala sebentar lalu

mengusap muka yang keringatan dan berkata.

 "Baik, aku akan ceritakan padamu apa yang

kejadian."

 Lalu keponakan Dewa Ketawa ini menuturkan

riwayat pertemuannya dengan Nyi Retno Mantili.

 "Setelah aku kena gampar Kiai Gede Tapa

Pamungkas, muncul seorang gadis cantik berotak

tidak waras membawa boneka kayu bernama

Kemuning yang diakuinya sebagai anak yang berayah

Wiro Sableng."

 Walau sudah tahu siapa adanya gadis yang

diceritakan si gendut itu tapi Purnama diam saja. terus

mendengarkan.

 "Pertama kali muncul dia menggodaku. Mengata-

Kan aku terong peot..." Bujang Gila Tapak Sakti 

tertawa mengekeh baru melanjutkan ceritanya. "Aku 

memanggil gadis itu Sobatku Ayu. Dia mengaku murid

Kiai Gede Tapa Pamungkas yang menamparku itu.

Rupanya dia juga lagi kesal pada sang Kiai. Dia tidak

mau aku antar ke tempat kediaman Kiai. Dia mau ikut

aku kemana saja. Dia bercerita kalau Kiai jadi Mak

Comblang mau menjodohkan sahabatku Wiro dengan

Ratu Duyung yang disebutnya si mata kelereng.

Katanya di tempat kediaman Kiai sebelum itu juga

ada gadis-gadis yang dibencinya. Ada yang bernama

Luhrembulan yang mengaku sudah menikah dengan

Wiro. Aku tahu gadis itu bohong..."

 "Kebohongan itu sudah berakhir. Aku telah

membunuh Luhrembulan."

 Bujang Gila Tapak Sakti terkejut

 "Apa? Bagaimana kejadiannya? Di mana? Eh, kau

Ini siapa sebenarnya?"

 "Sudah teruskan dulu ceritamu," kata Purnama pula.

 "Menurut Sobatku Ayu itu di tempat kediaman Kiai

Gede Tapa Pamungkas juga ada seorang gadis

bernama Purnama..."

 "Aku orangnya!"


Kembali Bujang Gila hentikan cerita karena kaget

Koplah hitam dibenamkan dalam-dalam hingga

hampir menutupi mata yang melotot besar.

 "Sobatku Ayu juga menyebut seorang gadis

bernama Nyi Wulas Pikan. Gadis itu sempat bertemu

denganku di sungai. Ketika aku tengah memegang

Pedang Naga Suci Dua Satu Dua..."

 "Senjata sakti Itu setahuku adalah milik Kiai Gede

Tapa Pamungkas."

 "Aku tahu," kata si gendut ialu mulai berkipas-kipas 

lagi karena kepanasan."Entah bagaimana kejadiannya 

rupanya senjata itu adalah hasil curian seseorang yang 

sempat jatuh ke tangan Nyi Wulas Pikan. Gadis Ini 

hendak mengetahuiku agar mau memberikan ilmu sakti 

hawa dingin supaya dia bisa memegang pedang."

 "Kau berikan ilmu itu padanya? Pasti! Karena aku

menduga kau sudah kecantol!"

 Bujang Gila Tapak Sakti tertawa dan gelengkan

kepala.

 "Aku tidak tolol. Salain Itu Kiai Gede Tapa Pamungkas 

keburu datang mengambil pedang sementara Nyi 

Wulas Pikan melarikan diri."

 "Jadi gadis Itu yang tengah kau kejar?"

 "Bukan, bukan dia. Yang aku kejar dan cari adalah

Sobatku Ayu yang diculik orang itu."

 "Diculik orang? Siapa yang menculik?" tanya

Purnama.

 "Bagaimana kejadiannya?"

 Bujang Gila Tapak Sakti lalu menceritakan

peristiwa munculnya Demang Cambuk Item, kakek

sakti bersenjata cambuk hitam yang dijadikan andalan

oleh manusia jahat yang menamakan diri Serikat

MomokTiga Racun yang hendak membedol jantung,

hati dan ginjal Sobatku Ayu.

 ' Perkelahian segera saja pecah. Aku dikeroyok

ampat Meski aku bisa bertahan dan mungkin berhasil

membunuh salah seorang dari mereka namun

Sobatku Ayu mereka bawa kabur. Aku tak berhasil


mengejar penculik-penculik jahanam itu."

 Bujang Gila Tapak Sakti tampak sedih.

 "Apa kau suka dengan Sobatku Ayu Itu?" tanya

Purnama.

 "Ya, walau sinting tapi dia enak diajak bicara.

Ucapannya lucu-lucu membuat aku yang jarang

ketawa bisa terpingkal-pingkal." Bujang Gila Tapak

Sakti putar-putar peci hitam di atas kepala. Tangan

kiri terus berkipas-kipas. Tiba-tiba dia ingat sesuatu.

"Eh. tadi kau bilang mau memberi tahu kemana

lenyapnya Sobatku Ayu Itu."

 Purnama lantas saja ingat pesan Jatilandak.

 "Sobatmu Ayu itu saat ini berada di tangan

seorang manusia aneh. Sekujur tubuhnya penuh

ditancapi paku baja. Orang-orang memanggilnya

Manusia Paku. Mahluk ini membawa sobatmu itu ke

tempat kediaman gurunya. Mereka mau menikah di

sana!"

 "Manusia Paku?" Bujang GilaTapak Sakti kembali

benamkan kopiah hitamnya hingga menutupi mata.

"Aku tahu manusia satu itu. Aku juga tahu dimana

kediaman gurunya. Di sebuah jurang. Tapi waduh!

Jauh sekali dari sini. Di Jawa Tengah. Ah biar! Aku

harus mengejar ke sana! Kalau benar Sobatku Ayu

mau dinikahi. Kalau dipateni bagaimana?!" (dipateni

= dibunuh) Si gendut ini segera putar tubuh.

 "Eh, tunggu duiu. Kau mau kemana?" tanya

Purnama.

 "Mengejar Sobatku Ayu. Mendatangi tempat

kediaman guru Manusia Paku."

 "Apakah kau tidak kepingin tahu siapa nama

Sobatmu Ayu itu? Siapa dia sebenarnya?"

 "Aku mau. Katakan padaku. Eh, kau juga jadi

sobatku mulai sekarang. Nah, katakan siapa nama

Sobatku Ayu itu?"

 "Namanya Nyi Retno Mantili. Dia adaiah janda

mendiang Wira Bumi, Patih Kerajaan yang tewas oleh

Wiro sobatmu itu


"Eh, apa... ?! Apa?!" Sepasang mata belok Bujang

Gila Tapak Sakti jadi bartambah besar. Mulut

ternganga."Kalau begitu aku harus mencari pemuda

sableng itu. Dia pasti tahu kemana Sobatku Ayu

dibawa kabur orang."

 "Aku sudah bilang kalau Nyi Retno Mantili dibawa

ke tempat kediaman gurunya oleh Manusia Paku. Kau

tidak percaya ucapanku?"

 "Ya, ya. Aku percaya." Jawab Bujang Gila Tapak

Sakti.

 "Lalu mengapa mau mencari Wlro segala? Lagi

pula saat ini mungkin dia masih berada di tempat

kediaman Kiai Gede Tapa Pamungkas. Membicarakan

persoalan perjodohannya dengan Ratu Duyung."

 "Apa?!" Mata pemuda gendut itu kembali

membeliak."Wiro mau kawin dengan Ratu Duyung?!

Ha..ha....ha!"

 "Kenapa kau tertawa?" tanya Purnama.

 "Tidak. Tidak kenapa-napa! Sobatku aku pergi

dulu! Aku mau jalan jauh. Ke Jawa Tengah!"

 Si gendut tinggalkan tempat itu. Langkahnya

lamban seperti terhuyung. Namun sesaat kemudian

sosoknya sudah lenyap dari pemandangan.

 Ditinggal sendiri Purnama jadi berpikir. Apakah

akan kembali ke puncak Gunung Gede atau mengikuti

si gendut tadi.

 "Kalau dia mau bersahabat denganku, mengapa

tidak? Kelihatannya walau gendut dan tolol tapi aku

yakin dia bukan manusia sembarangan. Kurasa lebih

baik aku mengikuti kemana dia pergi."

 Purnama memutuskan untuk mengejar Bujang

Gila Tapak Sakti. Sesaat ketika dia hendak mening-

galkan tempat Itu tiba-tiba telinganya menangkap

suara bentakan-bentakan keras.

 "Ada orang berkelahi," ucap Purnama. Gadis dari

Latanahsiiam ini Jadi bimbang. Apakah akan

meneruskan niat semula mengejar Bujang GiiaTapak

Sakti atau menyelidik ke arah datangnya suara-suara


bentakan itu.

 Di kejauhan Purnama melihat kiblatan-kiblatan

cahaya pukulan sakti disertai suara luruhnya ranting

dan dedaunan serta tumbangnya pohon! Pertanda

siapapun yang sedang baku hantam mereka adalah

orang-orang berkepandaian tinggi.

 Akhirnya Purnama berkelebat ke kiri



TUJUH


PERKELAHl AN hebat itu terjadi di satu kaki bukit 

kecil, dekat perkebunan tebu, tak jauh dari sebuah 

rumah tua tak beratap dan nyaris roboh. Dua kakek

nenek menggempur dahsyat perempuan muda 

berpakaian ringkas warna kelabu dengan serangan-

serangan mematikan. Karena perempuan berpakaian

kelabu membelakangi, Purnama tidak bisa melihat wa-

jahnya. Namun dari perawakan serta warna pakaian

hatinya jadi berdetak. Dugaannya keras. Sementara

itu dua kakek nenek memang tidak dikenalnya.

 "Tapi aneh. Kalau memang dia mengapa jurus-jurus 

Ilmu silatnya lain sama sekail?" Purnama bertanya-

tanya dalam hati dan terus memperhatikan jalannya 

perkelahian.

 Si nenek yang menyerang adalah seorang yang

serba ungu, mulai dari warna pakaian sampai kulit

tangan dan kulit muka. Kepala lebar di sebelah bawah,

kuncup mengecil di bagian atas. Bibir dower merah

laksana dibasahi darah. Mata menggembung bengkak.

Dia dikenal dengan nama Nyi Kuncup Jingga, salah

seorang pembantu kepercayaan dan tangan kanan

Ratu Laut Utara. Seperti dituturkan sebelumnya Ratu

Laut Utara memerintahkan Nyi Kuncup Jingga untuk

mencari dan mendapatkan kembali Batu Mustika

Angin Laut Kencana Biru yang dibawa oleh Wira Bumi

dan Nyai Tumbal Jiwo. Dalam penglihatan Ratu Laut

Utara melalui Dulang Sejuta Mata, ada petunjuk bahwa

batu mustika itu sekarang berada di tangan Ratu

Duyung Jejadian dan saat itu diduga akan datang ke

pantai laut utara. Ratu Laut Utara meminta Nyi Kuncup

Jingga agar membawa serta seorang kakek bernama

Ki Ngumpil Sebaki alias SI Lidah Hantu. Sebelum

mencapai daratan pantai utara. Ratu Laut Utara melalui

ucapan Jarak jauh memberi tahu kalau Ratu Duyung

jejadian saat itu ternyata masih berada di arah timur


kaki Gunung Gede. Maka Nyi Kuncup Jingga dan Ki

Ngumpil Sebaki dipenntahkan langsung agar menuju

kawasan Gunung Gede.

 Dua tokoh anak buah Ratu Laut Utara itu, dua hari

kemudian setelah keberangkatannya dari laut utara

dengan petunjuk jarak jauh yang terus diberikan oleh

Ratu Laut Utara akhirnya memang berhasil menemu-

kan Ratu Duyung jejadian di kawasan perkebunan

tebu, tak jauh dan Desa Karangtengah di arah timur

Gunung Gede.

 Saat Itu menjelang tengah hari tak lama setelah Ratu

Duyung jejadian alias Nyai Tumbal Jiwo berhasil

mendapatkan Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru

dengan cara mengelabui Wiro. Dengan mengandalkan

kesaktian batu mustika itu dia bersiap-siap untuk

segera kembali ke Kotaraja di Jawa Tengah. Namun

di tengah jalan dia bertemu dengan serombongan

pemain tonil atau sandiwara keliling. Saiah seorang

pemuda gagah yang ada dalam rombongan itu

membuat si nenek mesum ini tertarik kepincut dan

otak kotor bermain di hati serta benaknya.

 "Wiro yang aku harapkan bakai jadi kekasih pemuas

diriku tak kunjung kuketahui berada dimana sekarang 

kebetulan ada rejeki besar. Sayang sekali kalau disia-

siakan." Begitu Nyai Tumbal Jiwo membatin dalam hati.

 Saat itu Nyai Tumbal Jiwo yang masih menampilkan 

diri sebagai Ratu Duyung tidak pernah menyadari 

kalau kecerobohannya itu kelak harus di bayar dengan 

sangat mahal. Kalau saja dia langsung melesat ke 

Kotaraja, malapetaka tidak akan terjadi atas dirinya.

 Rombongan sandiwara keliling "Jaka Lelana" terdiri 

dari dua belas pemuda dan tiga orang gadis cantik. 

Mereka menunggang kuda dan membawa tiga buah 

gerobak besar berisi alat aiat tetabuhan dan

perlengkapan sandiwara lainnya. Rombongan serta

merta berhenti ketika mereka melihat seorang gadis

berpakaian kelabu, berambut hitam sepinggang, wajah

cantik dihias sapasang bola mata biru berdiri di


pinggir jalan.

 Empat pemuda segera turun dari kuda.

 "Raden Ayu dari mana berjalan seorang diri di

tempat sepi. Hendak menuju kemana gerangan?"

Seorang pemuda menyapa sementara tiga temannya

memperhatikan dengan penuh takjub. Seumur hidup

tidak pernah mereka melihat seorang dara begini

cantik dan memiliki sepasang mata biru. Sendirian

pula di jalan sepi!

 "Ah, kalian pemuda baik semua. Menyapa aku yang

sedang kebingungan karena tersesat dalam perja-

lanan. Aku bermaksud pergi ke Cilarata. Tapi saat ini

aku tidak tahu berada dimana." Menerangkan Ratu

Duyung jejadian sambil menebar senyum dan

layangkan kerlingan mata menggoda.

 "Kami dalam perjalanan ke timur dan akan melewati 

Cilarata. Kalau Raden Ayu mau kami Kakang-Kakang 

semua pasti akan memberikan tumpangan." Kata 

pemuda yang pertama kali menyapa.

 "Baik sekali kailan semua. Aku sangat berterima

kasih.Tapi sebelum ikut bersama kalian, apakah aku

boleh bicara dulu dengan pemuda yang berpakaian

hitam berikat kepala merah yang menunggang kuda

coklat di sebelah sana Itu?" Ratu Duyung Jejadian

naikkan alis, goyangkan kepala ke arah pemuda yang

duduk tenang-tenang saja dia atas kuda dekat gerobak

pada barisan kedua.

 Empat pemuda tampak kecewa. Namun mereka

tidak bisa berbuat apa karena pemuda yang dimaksud 

adalah pimpinan mereka. Salah seorang dari empat 

pemuda segera menemui sang pimpinan.

 "Raden Gumilar, gadis cantik di pinggir jalan itu ingin 

bicara dengan Raden."

 "Hemm....Begitu?" ujar Gumilar Kartasuwita sambil

memandang ke arah depan. Saat itu Ratu Duyung 

Jejadian telah melangkah dan agaknya sengaja 

menunggu di balik sebuah pohon besar. Pemuda 

pimpinan rombongan sandiwara keliling ini segera


menjalankan kudanya ke balik pohon.

 Di balik pohon Ratu Duyung Jejadian menyambut

dengan senyum manis.

 "Maafkan kalau diriku menghambat perjalananmu

bersama rombongan."

 "Tidak apa-apa. Den Ayu. Saya senang bisa

berkenalan denganmu. Ada apakah?"Tanya Gumilar

Kartasuwita.

 "Aku kira kau tidak bersedia menemui diriku yang

buruk ini."

 "Jangan merendah begitu Den Ayu. Kami semua

heran melihat ada seorang gadis cantik seperti Den

Ayu berada seorang diri di jalan sepi ini. Den Ayu

tahu, kawasan ini sering menjadi tempat lewat para

begal kejam. Mereka bukan cuma merampok harta

benda orang tapi juga tak segan-segan merampas

nyawa korbannya."

 "Kalau pemuda gagah seperti mu ada bersamaku

siapa yang takut pada segala macam begal dan

rampok?" kata Ratu Duyung jejadian pula yang

membuat dada Gumilar Kartasuwita jadi berbunga-

bunga.

 "Den Ayu, terus terang saya belum pernah menemui 

gadis secantik Den Ayu ini. Apa lagi yang memiliki 

sepasang mata berwarna biru..."

 "Kau pemuda gagah yang jujur." Kata Ratu Duyung 

jejadian. "Dengar, aku ingin menyampaikan sesuatu. 

Aku tak ingin ada orang lain mendengar. Maukah kau 

turun dari kudamu?" Ratu Duyung berucap manja 

sambil tidak lupa melayangkan senyum dan kerling 

mata memikat.

 Gumilar Kartasuwita melompat turun dari kuda

coklat. Sementara anggota rombongan menunggu

seperti tak sabar. Beberapa pemuda bermaksud

hendak mengintip apa yang terjadi di balik pohon

besar namun beberapa orang lainnya melarang.

 Tak lama kemudian Gumilar Kartasuwita keluar

dari balik pohon.


"Kalian semua!" serunya. "Lanjutkan perjalanan!

Tunggu aku di Cllarata. Aku akan membicarakan

sesuatu dengan sahabat baru ini. Dia bermaksud mau

menjadi anggota sandiwara keliling Jaka Lelana."

 Mendengar ucapan sang pimpinan semua anggota

rombongan sandiwara keliling bersorak gembira. Lalu

mereka segera tinggalkan tempat itu.

 Di balik pohon, Gumilar Kartasuwita berkata."Den

Ayu, kalau Den Ayu memang suka pada saya dan Ingin

kita melakukan hal itu, kita harus mencari tempat yang

cocok."

 "Kau tentu lebih tahu keadaan di sini. Terserah

kau mau kemana, aku mengikut saja," kata Ratu

Duyung pula lalu sandarkan wajah ke dada bidang si

pemuda, membuat darah Gumilar Kartasuwita jadi

bergelora.

 Sambil membelai rambut hitam panjang si gadis

pemimpin rombongan sandiwara keliling Jaka Lelana

ini berbisik.

 "Di perkebunan tebu sana ada sebuah pondok.

Kalau Den Ayu suka...."

 "Tentu saja aku suka!" kata Ratu Duyung jejadian

sambil tertawa manja "Rasanya aku sudah tidak tahan.

Apakah aku mulai saja membuka pakaianku sekarang?" 

Ratu Duyung Jejadian singkapkan pakaiannya di 

sebelah atas hingga dadanya yang busung tersingkap 

putih.

 "Jangan, nanti di pondok itu saja." Jawab Gumilar

Kartasuwita yang jadi gugup melihat keelokan dada si 

gadis yang begitu berani.

 Ratu Duyung tertawa panjang. Tarik lengan si

pemuda.

 Namun sebelum keduanya sempat memasuki

deretan pohon tebu di perkebunan tiba-tiba dua orang 

berkelebat

 Salah seorang membentak.

 "Jangan ada yang berani bergerak!" Suara laki-laki.

 Orang kedua seorang perempuan susul menghardik.


"Ratu Duyung! Sarankan Batu Mustika Angin Laut

Kencana Biru padaku!"

 Ratu Duyung Jejadian hentikan langkah, juga

pemuda di sebelahnya. Dua kakek nenek berdiri di 

hadapannya. Ratu Duyung jejadian tidak mengenali

siapa adanya si kakek namun si nenek tidak asing

lagi. Apa lagi barusan dia menyebut-nyebut Batu

Mustika Angin Laut Kencana Biru, membuat wajah

Ratu Duyung jejadian jadi berubah.

 "Den Ayu, siapa dua orang tua ini? Mengepal

mereka menghadang kita?" bisik Gumilar Kartasuwita,

 Sebelum Ratu Duyung jejadian sempat menjawab

si nenek sudah lebih dulu membuka mulut.

 "Pemuda keren, aku tahu kau tidak ada sangkut

paut dengan urusan kami. Karenanya aku masih

memberi hati. Lekas tinggalkan tempat Ini!" Memberi

Ingat si nenek yang adalah Nyi Kuncup Jingga

pembantu utama Ratu Laut Utara.

 "Kurasa Den Ayu ini tidak punya kesalahan apa-apa 

pada nenek berdua. Aku mohon..."

 "Diam! Tutup mulutmu!" bentak Nyi Kuncup Jingga

 Ki Ngumpil Sebaki berkata "Anak muda kau tak

tahu siapa adanya gadis ini. Pergilah demi kese-

lamatanmu."

 " Kalian yang harus pergi!" jawab Gumilar

Kartasuwita.

 "Kalau begitu ya weeilis! Sudah nasibmu anak muda! 

Hik ... hik ... hik!" kata Nyi Kuncup Jingga sembari tutup 

ucapannya dengan tawa panjang. Dia memberi tanda 

pada kakek di sampingnya.

 KI Ngumpil Sebaki menyeringai. Begitu seringai

lenyap mulut dibuka, dari tenggorokan keluar suara

menggembor keras. Bersamaan dengan itu dari mulut

yang terbuka melesat lidah merah panjang. Laksana

cambuk raksasa benda Ini melesat kedepan, menjirat

leher Gumilar Kartasuwita.

 Lidah Hantu!

 "Kreekkl"


Tulang leher pimpinan sandiwara keliling Jaka

Lelana ini berderak hancur. Tubuhnya kemudian

terangkat ke atas lalu dibanting ke bawah, kepala

lebih dulu.

 "Braakk!"

 Kini giliran kepala si pemuda yang remuk

menghantam tanah.

 Gumilar Kartasuwita terkapar tak bernyawa lagi.

Sekujur tubuh berubah menjadi merah dan kepulkan

asap. Sungguh mengerikan!

 "Wuuuttt!"

 Benda panjang merah yang adalah lidah melesat

masuk kembali ke dalam mulut Ratu Duyung jejadian

menjerit marah.




DELAPAN


NYI KUNCUP JINGGA tertawa mengekeh.

 "Ratu Duyung, apa yang kau saksikan cukup men-

jadi peringatan. Sekarang apakah kau masih tidak mau 

menyerahkan Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru?"

 "Tua bangka keparat! Apa salah pemuda itu! Kau 

mampus lebih dulu!" teriak Ratu Duyung jejadian lalu 

lima tangannya dijentikkan ke arah Nyi Kuncup Jingga

yang kembali tertawa bergolak.

 Lima larik sinar merah mendera udara, melesat

ke arah lima bagian tubuh Nyi Kuncup Jingga. Itulah

pukulan Lima Jari Akhirat.

 "Nyi Kuncup awas!" teriak Ki Ngumpil Besaki seraya 

dengan cepat mendorong si nenek ke samping. Lalu 

sambil menghindar kakek ini balas menghantam

dengan pukulan sakti bernama Perangkap Raga

Penjerat Jiwa. Pukulan sakti ini merupakan satu

serangan untuk melumpuhkan dan meringkus lawan.

Karena begitu larikan sinar hitam melesat keluar dari

tangan si kakek, sinar langsung menebar membentuk

jaring samar. Sekali sosok Ratu Duyung jejadian

masuk terperangkap ke dalam jaring, ilmu kepandaian

apapun yang dimiliki tidak akan memungkinkannya

lolos!

 Lima larik sinar merah pukulan sakti Lima Jari

Akhirat saling hantam di udnra dengan jaring hitam

Perangkap Raga Penjerat Jiwa.

 Dentuman dahsyat membuat tanah bergetar hebat.

Tiga orang yang ada di tempat itu sama-sama

terhuyung sementara pecahan ipar hitam dan merah

bertabur melabrak pohon. Ranting dan dedaunan

hangus, batang pohon berderak patah lalu tumbang

dengan suara bergemuruh.

 Mereka yang bertarung sama-sama tercekat. Ki

Ngumpil Sebaki baru sekali ini mengalami ilmu

kesaktiannya yang bemami Perangkap Raga Penjerat


Jiwa tidak mampu meringkus musuh.

 Sebaiknya Ratu Duyung jejadian alias Nyai Tumbal

Jiwo terperangah menyaksikan Pukulan Lima Jari

Akhirat tidak dapat menyentuh sosok lawan!

Sementara Nyi Kuncup Jingga tertegun dengan wajah

berubah pucat!

 Gagal menghantam lawan dengan Pukulan lima jari 

Akhirat Ratu Duyung jejadian membuat gerakan

berputar sambil dua tangan diangkat siap melepas

pukulan Angin Roh Pengantar Kematian. Ketika

berputar itulah Purnama yang sudah berada di tempat

itu dapat melihat jelas wajah Ratu Duyung jejadian.

 "Memang dia..." ucap Purnama dalam hati. Namun 

matanya yang tajam dan naluri yang kuat membuat dia 

merasakan satu kelainan. "Aku harus yakin dulu. Salah 

menduga bisa menimbulkan malapetaka besar! Jurus 

ilmu silatnya berbeda. Pukulan saktinya Juga lain. Lalu 

ucapan kasar yang tidak bisa dikeluarkan Ratu 

Duyung..."

 Gadis gadis dari alam 1200 tahun silam ini lalu

menengadah, menyedot udara dengan kerahkan hawa

sakti di Jalan pernafasannya. Dia menerapkan ilmu

yang disebut Nafas Sepanjang Badan.

 Dengan ilmu ini Purnama segera mengetahui bahwa 

gadis bermata biru berpakaian ringkas kelabu Itu

bukanlah Ratu Duyung yang asli.

 "Dia mahluk dari alam roh! Dua orang tua itu

sebenarnya dalam keadaan bahaya. Mereka tidak

mungkin mampu membunuhnya kecuali..."

 Saat itu KI Ngumpil Sebaki mengangkat tangan

kanannya dan berseru. "Aku bicara untuk terakhir kali.

Kami tahu siapa kau sebenarnya. Kau bukan Ratu

Duyung asli. Kau mahluk Jejadian yang sengaja

meniru menyamar Jadi Ratu Duyung! Kami tahu kau

membekal Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru.

Batu Itu bukan milikmu! Sesuai perjanjian darah dan

nyawa kami yang berhak menguasainya. Serahkan

pada kami dan kau boleh pergi tanpa kurang suatu


apa!"

 "Ah, kakek nenek itu sudah tahu siapa adanya

orang yang mereka hadapi." Kata Purnama dalam hati.

 "Yang jadi pertanyaan bagaimana batu sakti milik Nyai

Roro Kidul bisa berada di tangan Ratu Duyung

jejadian. Bukankah terakhir kali ada pada Wiro?"

 Mendengar ucapan KI Ngumpil Sebaki Ratu

Duyung jejadian tertawa panjang. "Aku tahu nyali

kalian sudah mulai lumer. Tadinya dengan sekali

gebrak mengira bisa mempecundangl diriku lalu

merampas batu mustika! Sekarang tahu kehebatan

diriku kalian mencoba membujuk! Baik. aku akan

berikan apa yang kalian minta Tapi katakan dulu siapa

kalian adanya!"

 Dua kakek nenek saling pandang lalu sama

gelengkan kepala

 "Siapa kami tidak pentingl Yang penting cepat

serahkan apa yang kami minta! Atau kami akan

mengirimmu ke alam gelap-gullta untuk selama-

lamanya!"

 Ratu Duyung jejadian alias Nyai Tumbal Jiwo

tertawa melengking. Dua tangan yang sejak tadi

diangkat dipukulkan ke arah sepasang lawan melipat

pukulan sakti bernama Angin Roh Pengantar

Kematian.

 Ki Ngumpil Sebaki dan Nyi Kuncup Jingga

terkesiap kaget begitu mendengar dari arah depan

dua suara menggemuruh dashyat mendatangi laksana

dua batu raksasa bergelinding siap menggilas melumat 

mereka.

 "Ki Ngumpil, lekas keluarkan pukulan Gelombang

Laut Utara!" teriak Nyi Kuncup Jingga.

 Dua kakek nenek membungkuk sambil dua tangan

diputar-putar ke depan. Saat itu Juga suara gemuruh

serangan Ratu Duyung Jejadian ditandingi dengan

menggelegarnya suara deru dahsyat laksana

gelombang raksasa bergulung menerpa. Apapun yang

ada di hadapannya akan hancur luluh!


Ratu Duyung Jejadian berteriak kaget ketika di

depannya dia melihat tempat itu telah berubah

menjadi lautan luas dan empat gelombang besar

bergulung ke arahnya setelah lebih dulu melumat

pukulan sakti Angin Roh Pengantar Kematian!

 "Tua bangka jahanam! Kalian kira bisa mengalahkan 

diriku!"

 Teriak Ratu Duyung jejadian marah. Sambil

melompat setinggi dua tombak ke udara dia

menyembur. Saat itu Juga asap hitam menggebubu

ke arah Ki Ngumpil Sebaki dan Nyi Kuncup Jingga.

Selagi dua orang tua Itu kelagapan dan merasa perih

mata masing-masing akibat serangan Asap Roh

Mencari Pahala yang tadi disemburkan lawan. Ratu

Duyung Jejadian melesat turun sambil kirim dua

tendangan dengan kaki kanan dan kaki kiri dalam

jurus atau tendangan maut bernama Kaki Roh

Menjebol Karang.

 Dua pembantu utama kepercayaan Ratu Laut Utara

terbeliak kaget ketika merasa kepulan asap hitami

membuat kepala mereka berdenyut sakit laksana mau 

meledak dan sepasang mata perih luar biasa seperti

akan beriasatan keluar dari rongganya. Dalam keadaan

seperti itu mereka masih mampu melihat dua kaki

tiba-tiba menderu dahsyat ke arah jidat masing-

masing!

 Nyi Kuncup Jingga berteriak pasrah karena memang 

tidak punya kesempatan untuk selamatkan diri. Ki 

Ngumpil Sebaki meski mendelik kaget masih bisa 

pergunakan dua tangan berusaha menangkis. Namun 

apa lacur!

 "Kraakk!"

 Lengan kiri Ki Ngumpil Sebaki patah. SI kakek

menjerit keras.Tendangan lawan yang tak sanggup

ditangkis terus menggeledek ke arah keningnya!

 Di kejauhan, Ratu Laut Utara yang terus menerus

memantau keberadaan dan keadaan kedua pembantu

utamanya itu terkejut ketika dia merasakan bahwa KI


Ngunpll Sebaki dan Nyi Kuncup Jingga berada dalam

malapetaka besar yang bisa merenggut nyawa mereka.

Tidak tunggu lebih lama Ratu Laut Utara melesat ke

permukaan samudra. Dua tangan kemudian ditepukkan 

ke atas air laut mengirim ilmu jarak jauh untuk

selamatkan dua kakek nenek. Namun mendadak

usahanya untuk menolong dua pembantu Itu

dibatalkan. Dia melihat dua cahaya biru telah lebih

dulu melindungi Ki Ngumpil Sebaki dan Nyi Kuncup

Jingga.

 "Siapa orang sakti yang menolong dua anak buahku?" 

Sang Ratu bertanya dalam hati. "Aku berhutang besar 

padanya. Lalu lalu watttl Dia menyusup masuk kembali 

ke dalam dasar samudera kawasan laut utara! 

Langsung menuju ruang rahasia tempat dia biasa 

melakukan samadi di atas sebuah batu berwarna putih 

tanpa selembar benangpun menutupi auratnya. Selarik 

cahaya keunguan tiba-tiba muncul menyelubungi 

sekujur tubuh sang Ratu. Namun hanya satu kejapan, 

cahaya Itu mendadak lenyap.

 Ratu Laut Utara tersentak dan buka dua mata yang

terpejam.

 "Aneh, mengapa aku melihat bayangan pendekar

itu. Tapi dia tidak sendirian. Jalur warna menandakan

mereka tengah menuju ke arah utara. Jika mereka

mengarah ke sini dalam waktu beberapa hari pasti

akan sampai. Aku Juga melihat beberapa titik samar

begemerlap. Jauh di arah selatan dan timur. Siapa

lagi gerangan yang akan mendatangi kawasan laut

utara Ini? Apakah mereka datang membawa kebaikan

atau mencari mati? Aku mencium bau air laut. Aku

mendengar suara getombang membahana tiada henti

dan tiupan angin seperti badai mengamuk. Firasat

mengatakan ada bahaya bakal datang."




SEMBILAN


HANYA sekejapan mata lagi kepala Nyi Kuncup 

Jingga dan Ki Ngumpil Besaki akan hancur

dimakan tendangan Kaki Roh Menjebol Karang dan 

keduanya bakal menemui kematian secara mengerikan 

tiba-tiba dua rangkum cahaya biru begemerlap menye-

lubungi tubuh dua kakek nenek Ini mulai dari kepala 

sampai ujung kaki.

 "Dess! Desas!"

 Dua kaki Ratu Duyung jejadian laksana menghantam 

dinding karet. Mahluk alam roh Ini terpekik Tubuh 

terpental. Setelah membuat jungkiran dua kali di udara 

baru dia berhasil jejakkan kaki di tanah. Tubuh 

bergetar goyang. Dua kaki yang tadi dipakai 

menendang tampak bengkak membiru sampai 

pergelanganl

 Sementara Itu dua kakak nenek dengan muka

pucat saling pandang Nyi Kuncup Jingga berkata. "Ki

Ngumpil, ada orang menyelamatkan kita."

 "Aku tahu, aku merasa bersyukur." Jawab Ki

Ngumpil Sebaki. Dua orang tua ini memandang

berkeliling.

 "Jahanam kurang ajar! Siapa berani mati

mencampuri urusan ku!" teriak Ratu Duyung Jejadian.

Cepat dia kerahkan hawa sakti ke kaki yang bengkak

lalu salurkan tenaga dalam pada tangan kiri kanan.

 Saat itu tiba-tiba berkelebat satu bayangan biru

disusui tawa panjang, ditutup dengan ucapan lantang.

 "Ratu Duyung tidak pernah bicara kasar dan kotori

Mahluk alam roh! Aku tahu siapa kau! Kembalikan

benda yang kau curi jika itu memang milik dua kakek

nenek ini!"

 Melihat siapa yang berdiri beberapa langkah di

hadapannya, berubahlah paras Ratu Duyung jejadian.

 "Jahanam ini lagi! Aku tidak mungkin melawannya


Dia mahluk alam roh tiga tingkat di atas kekuatanku! 

Lebih baik aku segera angkat kaki dari tempat Ini!"

 Ratu Duyung jejadian angkat tangan kiri.

 "Jika kau meminta benda yang diinginkan dua

kakek nenek itu, apa sulitnya menyerahkan. Tapi ini

berarti perkara habis sampai di sini!"

 Habis berkata begitu Ratu Duyung jejadian usap

tangan kiri yang tadi diangkat ke atas dada. Satu

cahaya biru begemeriap. Sebuah benda berbentuk

bulat lonjong sebesar telur ayam tergenggam di

tangan kiri.

 "Kailan Inginkan Batu Mustika Angin Laut Kencana 

Biru?! Ini ambillah!"

 Ratu Duyung jejadian lemparkan benda bercahaya

biru di tangan kirinya ke arah Ki Ngumpil Sebaki.

Pumama memperhatikan. Di balik cahaya biru Ku

terlihat selarik sinar hijau redup. Cepat-cepat gadis

dari alam 1200 tahun silam Ini berteriak.

 "Tidak perlu diambil! Itu batu mustika palsu. Yang

asli masih ada dalam tubuhnya!"

 Saat itu Ratu Duyung jejadian telah memutar diri

dan berkelebat cepat hendak tinggalkan tempat itu.

Namun gerakannya segera di hadang oleh Purnama.

 "Aku pernah mencabik-cabik tubuhmu! Kalau

sekali Ini aku lakukan lagi kau akan tenggelam

selama-lamanya di alam roh! Setahuku batu mustika

sakti Itu adalah milik Ratu Laut Selatan. Kau mau

menyerahkan batu mustika asli padaku atau memilih

mati!"

 Ratu Duyung Jejadian menggembor marah.

 "Bangsat perempuan! Aku memilih mampus

bersamamu!" Teriaknya. Lalu dua tangan secara

berbarengan dihantamkan ke arah Purnama, lancarkan

serangan Telapak Roh.

 Dua larik cahaya merah berkiblat. Dua tangan

mendadak berubah panjang. Dua telapak siap

mendarat di dada Purnama. Jika sampai mengenal

sasaran sekujur tubuh Pumama akan tenggelam


dalam racun jahat yang sulit diobati. Wiro adalah

salah satu yang pernah menjadi korban pukulan

ganas ini. Namun kali ini serangan yang dilancarkan

Jauh lebih ganas. (Baca serial Wiro Sableng berjudul

"Bayi Satu Suro") Saat Itu Juga kekuatan yang

melindungi tubuh Purnama pancarkan cahaya biru

begemertap. Begitu dua bahunya digoyang, cahaya

biru melesat keluar dari tubuh, menyambar ke arah

Ratu Duyung Jejadian. Yang diserang menangkis

dengan semburan hawa sakti namun tidak ada

gunanya. Karena mendahului gerakan lawan Purnama

telah melepas pukulan bernama Menahan Raga

Menyerap Tenaga. Inilah Ilmu totokan Jarak Jauh alam

gaib 1200 tahun silam. Saat Itu Juga sekujur tubuh

Ratu Duyung Jejadian mendadak sontak menjadi kaku

tak bisa bergerak tak mampu bersuara.

 "Ha..hu... ha... hul"

 Saat Itu Purnama kembali lepaskan serangan

berikutnya yang merupakan serangan pamungkas

yaitu Kutuk Alam Gaib Lapis Ke Tujuh.

 Boleh dikatakan selama Ini Purnama tidak pernah

mengeluarkan Ilmu pukulan sakti Itu. Kecuali ketika

dulu dia menghajar Nyai Tumbal Jiwo hingga

tubuhnya tercabik-cabik dan membuat guru Patih Wira

Bumi itu tidak mampu muncul memperlihatkan sosok

nyata selama puluhan hari. Kini Purnama kembali

menyerang dengan pukulan tersebut dan sekail Ini

tidak ada ampun lagi bagi mahluk alam roh yang

tadinya bersarang di sebuah makam di pekuburan

Kebonagung di luar Kotaraja itu.

 Begitu pukulan Kutuk Alam Gaib Lapis Ke Tujuh

menghantam tubuhnya, cahaya merah berkiblat

Tubuh Ratu Duyung Jejadian terbongkar hancur

tercabik-cabik. Satu lolongan menggidikkan laksana

keluar dari Jurang dalam menggelegar dan bergaung

di tempat Itu. itulah lolong akhir kehidupan di alam

nyata. Di saat hampir bersamaan di kejauhan terdengar

suara lolongan lain ramai sekali. Itu adalah suara


lolongan sekian banyak mahluk menyambut ke-

datangan roh yang baru dihajar dan kembali masuk

ka alam gaib.

 Anehnya tubuh Ratu Duyung Jejadian yang

tercabik-cabik sesaat kemudian menyatu kembali,

membentuk ujud sosok seorang nenek angker yang

serba merah dengan dada geroak bergelimang darah.

 "Nyi Tumbal Jiwo!" ucap Nyi Kuncup Jingga

setengah berteriak.

 Dari dada geroak Nyi Tumbal Jiwo meluncur Jatuh

ke tanah sebuah benda biru lonjong sebesar telur

ayam. Purnama bermaksud mengambil benda itu

namun Nyi Kuncup Jingga bertindak menyambar lebih

cepat Sosok Nyi Tumbal Jlwo kemudian seperti lilin

lumer, dan lenyap dari pandangan mata Di tempat itu

yang tinggal hanyalah tebaran bau busuk yang

membuat semua orang terasa mau muntah.

 Tiba-tiba baik Nyi Kuncup Jingga maupun Ki Ngumpil 

Sebaki mendengar suara mengiang di telinga mereka 

Ratu Laut Utara mengirimkan ucapan dari jauh.

 "Jatuhkan diri kalian. Berlutut. Dan kau Nyi

Kuncup Jingga terapkan ilmu Penyejuk Jiwa Pemikat 

Hati. Cium kakinyai Cium kakinya! Jangan serahkan 

batu mustika! Kalian hmrua bisa membawanya ke 

hadapanku! Harus!"

 Dua kakak nenek saling pandang seketika, sama 

memberi isyarat dengan kedipan mata lalu melompat 

ke hadapan Purnama, jatuhkan diri berlutut.

 Nyi Kuncup Jingga keluarkan ucapan. "Gadis cantik. 

Kenalpun kami belum. Namun kau bukan saja telah 

menyelamatkan jiwa kami berdua, malah juga telah 

menolong kami mendapatkan batu sakti itu kembali."

 Purnama membuka mulut. "Setahuku batu itu 

bukankah milik..."

 Belum selesai Purnama berucap Nyi Kuncup Jingga 

telah jatuhkan diri, sujud di tanah lalu mencium kaki 

kanan gadis cantik dari Latanahsilam itu.

 "Kami berdua, aku Nyi Kuncup Jingga dan KI


Ngumpil Sebaki sebagai tanda terima kasih mem-

perhambakan diri padamu Kau adalah Junjungan

kami. Kami mohon dengan sangat siapapun Raden

Ayu adanya sudilah mengikuti kami ke tempat

kediaman kami di laut utara. Kami akan memperkenal-

kan Den Ayu dengan pimpinan kami Ratu Laut Utara..."

 Purnama kerenyitkan kening.

 "Ratu Laut Utara?"

 Betul Junjungan! Jika beliau berkenan Junjungan

akan diangkat menjadi pembantu utama. Kami berdua 

akan sangat sedih kalau Den Ayu menolak permintaan 

kami."

 Sambil mencium kaki Pumama seperti yang 

diperintahkan suara mengiang, Nyi Kuncup Jingga 

kerahkan Ilmu Penyejuk Jiwa Pemikat Hati. Saat itu 

juga satu hawa sejuk memasuki kaki kanan Pumama, 

menjalar ke seluruh tubuhnya sampai ke atas kepala. 

Gadis ini merasakan satu kelegaan luar biasa. Dia tidak 

menyadari kalau saat itu ada satu kekuatan gaib yang

datang dari dasar laut utara perlahan-lahan mulai 

menguasai dirinya.

 "Aku tak mungkin ikut kalian. Aku hanya ingin batu 

Itu..."

 "Raden Ayu, saat ini kau adalah Junjungan kami. Apa 

katamu akan kami turuti. Namun sekali ini jangan 

menolak, ikutlah bersama kami ke laut utara. Kau akan 

melihat satu kehidupan lain yang rasanya akan jauh 

lebih baik bagi diri Den Ayu." Nyi Kuncup Jingga bicara 

sambil hidung masih mencium kaki kanan Purnama 

sementara tangan kanannya mengelus-elus betis putih 

bagus gadis dari Latanahsilam itu Seperti diketahui 

nenek ini mempunyai kelainan yaitu hanya suka pada 

insan sejenis. Sementara itu Ki Ngumpil Sebaki 

pergunakan kesempatan merobek salah satu ujung 

pakaiannya. Dengan sobekan ini dia Ikat dan gulung 

lengan kirinya yang patah lalu dia membuat totokan di 

beberapa tempat hingga rasa sakit jauhberkurang.

 Pumama tersenyum, ilmu yang diterapkan si nenek


telah bekerja. Dipegangnya bahu Nyi Kuncup Jingga.

 "Nek, bangunlah. Tak pantas kau bersujud dan

mencium kakiku. Aku akan memenuhi permintaan

kalian. Sebenarnya aku masih banyak urusan. Namun

tidak ada salahnya mengikuti kalian barang dua tiga

hari..."

 Mendengar ucapan Purnama Nyi Kuncup Jingga

segera usapkan Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru

ke dadanya. Saat itu juga batu sakti tersebut masuk

ke dalam tubuhnya. Lalu dengan cepat si nenek

bangkit berdiri diikuti Ki Ngumpil Sebaki. Keduanya

berdiri dan membungkuk berulang kali sambil

mengucapkan terima kasih tiada henti.

 "Terima kasih Junjungan.Terima kasih!"

 Nyi Kuncup Jingga pegang lengan kanan Ki Ngumpil 

Sebaki, sementara tangan yang lain memegang tangan 

kiri Purnama. Dengan mengandalkan kesaktian Batu 

Mustika Angin Laut Kencana Biru dia membawa kedua 

orang itu melesat ke udara dan lenyap dari 

pemandangan.

 Bersamaan dengan melesatnya ke tiga orang Itu,

muncul si gendut Bujang Gila Tapak Sakti. Pemuda

ini banting-banting kaki hingga tanah bergetar.

 "Aku terlambat! Sial! Aku terlambat!" Sambil

berkipas-kipas keponakan Dewa Ketawa ini terus

mengomel. "Edan, aneh! Mengapa Purnama

mau-mauan ikut ke dua kakek nenek itu? Padahal

Jelas-jelas mereka bilang mau membawanya ke utara 

menemui Ratu Laut Utara! Ratu golongan hitam 

pengacau rimba persilatan! Kalau saja tadi aku tidak 

nyelonong pergi meninggalkannya...."

 Seperti diceritakan sebelumnya setelah bertemu 

Purnama, karena ingin melanjutkan mencari dan 

mengejar Nyi Retno Mantili, Bujang Gila Tapak Sakti 

meninggalkan Purnama begitu aaja. Namun setelah 

cukup jauh berlari pemuda Ini berpikir-pikir. Mencari 

Nyi Retno Mantili belum tentu ketemu. Lebih baik dia

kembali ke tempat Purnama.


Aku tak mau kehilangan dua burung sekaligus!" 

ucap si gendut pula.

 Namun sayang, ketika kembali ke tempat dia 

meninggalkan Pumama, gadis cantik itu telah pergi 

bersama Nyi Kuncup Jingga dan Ki Ngumpil Sebaki.

 "Sial! Aku benar-benar kehilangan dua burung 

sekaligus!" Bujang Gila Tapak Sakti putar-putar koplah 

kupiuk di atas kepalanya.

 Tiba-tiba tempat itu dibuncah oleh berisik suara

kerontangan kaleng. Bujang Gila Tapak Sakti terlonjak

kaget dan buru-buru tutup dua telinganya yang terasa

sakit

 "Setan alas! Orang gila dari mana membuatku kaget 

tak karuan!"

 Terdengar suara tawa mengekeh.

 "Untung kau hanya kehilangan dua burung di udara. 

Bagaimana kalau burungmu sendiri ikutan hilang? 

Ha... ha... ha! Tapi coba kau periksa dulu! Jangan-

jangan burungmu yang di daiam celana itu juga 

memang sudah minggat kabur! Ha... ha... ha!"

 Suara tawa dibarengi suara kerontang keras

membuat Bujang Gila Tapak Sakti memaki panjang

pendek dan kembali menutup kedua telinga. Walau

memaki dan merasa sakit pada dua telinga namun si

gendut Ini turunkan dua tangan, menarik bagian depan

celana gombrongnya, delikkan mata memperhatikan.

Dia merasa lega lalu berteriak.

 "Masih ada! Burungku masih ada! Tidak minggat!

Tidak kabur! Ha... ha... ha!" Mendadak Bujang Gila

Tapak Sakti hentikan ketawa.

 "Siapa yang barusan bicara? Siapa yang barusan

membuat suara berisik?! Setan rimba belantara!

Jangan berani mempermainkan diriku!"

 Bujang Gila Tapak Sakti angkat tangan kanannya

ke udara lalu diputar-putar tiada henti. Putaran tangan

menimbulkan suara berdesing. Saat itu juga udara

mendadak berubah dingin, makin dingin dan makin

dingin.


"Aku mau lihat. Masakan tidak mau unjukkan

tampang!"

 Tak lama kemudian terdengar suara orang menggigil. 

Lalu suara berisik seperti tadi. Hanya saja kali ini lebih 

perlahan lalu lenyap dan kembali muncul suara 

menggigil tadi. Dari atas pohon di bawah mana Bujang 

Gila Tapak Sakti berdiri sambil terus mengebutkan 

tangan tiba-tiba mengucur cairan kuning hangat, tepat 

mengenai pundak kanan pemuda gendut

 "Heh... apa Ini? Mengapa ada cairan yang mengucur 

dari atas?"

 Bujang Gila pergunakan tangan kiri untuk mengusap 

cairan.

 "Cairan hangat..."

 Perlahan-lahan si gendut dekatkan tangan kirinya ke 

hidung.

 Begitu dia mencium bau cairan hangat yang

membasahi tangan kirinya maka meledaklah

marahnya.

 "Jahanam sial kurang ajar! Siapa berani mengen-

cingiku!"

 "Gendut! Salahmu sendiri. Udara dingin membuat

aku tidak tahan kencing! Ha ... ha ... ha! Kalau kau

tidak menghentikan gerakan tangan kananmu, aku

nkan terus mengguyurmu dengan air kencing! "Ha...

ha ...ha!"

 Bujang Gila Tapak Sakti masih terus memaki tapi

tangan kanan berhenti diputar lalu perlahan-lahan

diturunkan sambil kepala mendongak ke atas pohon.

 Di saat yang sama dari atas pohon melayang turun 

sesosok tubuh dan di lain kejap sudah berdiri di 

hadapan Bujang Gila Tapak Sakti. Ternyata dia

adalah seorang kakek mengenakan caping bambu

lebar. Pakaian dekil rombeng banyak tambalan.Tangan

kiri memegang tongkat kayu butut sekaligus

memegang buntaian. Tangan kanan memegang

sebuah kaleng rombeng yang diisi batu. Orang tua

Ini sesaat masih keluarkan suara menggigil ke


dlnglnan. Namun bagitu udara dingin lenyap dia

tertawa mengekeh dan karontangkan kembali kaleng

rombeng di tangan kanannya!

 Si gendut berteriak marah.Telinganya seperti mau

meledak!

 "Tua bangka keparat! Kau mau membunuhku dengan 

ilmu setan kaleng rombeng"

 " Mendadak Bujang Gila Tapak Sakti hentikan

makian. Matanya yang belok tampak tambah besar.

Dia membungkuk sedikit, mengintip ke bawah caping.

Dia kini melihat jelas wajah si orang tua. Dan dua

mata putih buta!

 "Eh, orang tua kurang ajar! Kau...kau bukankah

kau manusia jahil yang dijuluki Kakek Segala Tahu?"

 SI kakek tertawa gelak-geialc

 "Percuma matamu belok besar kalau tidak

mengenal diriku! Ha... ha... ha!"


SEPULUH


KITA ikuti kembali perjalanan Pendekar 212 Wiro 

Sableng bersama Ratu Duyung yang tengah mengejar 

si pencuri Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru yang 

tak lain adalah Nyai Tumbal Jiwo alias Nyi Wulas Pikan 

yang menyaru menjadi Ratu Duyung palsu.

 Dari Desa Jatiwalu mereka bergerak ke arah timur. 

Ilmu lari serta ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi 

yang mereka miliki sangat menolong. Bilamana bosan 

melakukan perjalanan di darat mereka melanjutkan 

dengan menyewa perahu mengarungi beberapa sungai

hingga akhirnya sampai di muara Kali Comal. Dari

sini keduanya bergerak ke arah timur menyusuri

pesisir pantai utara hingga akhirnya sampai di satu

teluk kecil dekat sebuah desa bernama Bonang yang

terletak di barat laut Demak.

 Sepanjang perjalanan Ratu Duyung tiada henti

memeriksa lewat cermin sakti. Adanya hubungan gaib

antara sang Ratu dengan batu mustika sakti yang

dicuri membuat gadis bermata biru ini mampu

mengetahui di arah mana keberadaan benda yang

dicuri orang itu.

 Di dalam cermin Batu Mustika Angin Laut Kencana

Biru terlihat berupa titik biru sebesar beras yang selalu

berkedap kedip. Titik biru ini didampingi satu titik

hitam dengan kebesaran yang sama. Titik hitam

merupakan pertanda orang atau mahluk yang

memegang batu sakti. Selain itu di bagian bawah

cermin sekali-sekali terlihat pula satu titik putih

berkedap kedip.

 Dua hari lalu titik hitam lenyap dari permukaan

cermin. Bersamaan dengan itu muncul tiga titik hijau

mendampingi titik biru. Dua titik hijau berkedap kedip

sementara titik hijau ketiga tidak.

 Ratu Duyung segera memberi tahu.

 "Wlro sesuatu telah terjadi. Ratu Duyung


memperlihatkan cermin pada Pendekar 212 dan

menunjuk pada titik biru yang berkedap-kedip. "Titik

biru pertanda batu mustika sakti.Titik hitam yang ada

sebelumnya merupakan tanda orang yang memegang

batu. Kini titik hitam lenyap. Berarti batu mustika

berpindah tangan pada orang lain. Sesuatu terjadi

dengan si titik hitam. Aku yakin orang Ini telah

menemui ajal."

 Wlro memperhatikan permukaan cermin sakti lalu

 berkata

 "Intan, tiga titik hijau pendatang baru, aku punya

 dugaan tiga titik hijau secara bersamaan bergerak ke

 bagian atas cermin. Mungkin arah utara?"

 "Pendapatku sama dengan kau. Tiga titik hijau

 bergerak ke utara. Ke arah laut bersama-sama dengan

 titik biru. Besar kemungkinan ini berarti titik biru atau

 batu mustika sakti milik Nyai Roro Kidul itu kini berada

 di bawah penguasaan tiga titik hijau."

 "Aku melihat dua titik berkedip-kedip, yang satu

 tidak. Kau bisa menduga siapa mereka?" tanya Wiro

 pula.

 "Yang dua adalah manusia biasa seperti kita.Titik

 yang ketiga yang tidak berkedip menyatakan dia

 adalah mahluk alam gaib. Kesaktian cermin tidak

 mampu menembus dirinya secara utuh. Dan jika

 mereka menuju ke utara..."

 "Intan, aku secara tolol menyerahkan batu mustika

 pada mahluk yang mewujudkan diri seperti dirimu.

 Sesuatu terjadi dengan orang itu. Batu mustika

 berpindah tangan. Menurutmu salah satu dari tiga 

titik hijau adalah mahluk alam gaib. Kau bisa menduga

 siapa?"

 Ratu Duyung memilih tak mau menjawab. Dia

gelengkan kepala Lalu menatap ke arah cermin.

 Tiga titik hijau dan titik biru mendadak lenyap dari

permukaan cermin. Ratu Duyung segera memberi

tahu.

 "Wiro, titik biru dan tiga titik hijau lenyap dari


dalam cermin!"

 "Intan, apa artinya itu?" tanya Wiro.

 "Orang-orang itu slapapun mereka adanya tidak ada 

lagi di daratan tanah Jawa ini." Menjawab Ratu

Duyung.

 "Terbang ke langit?"

 "Bisa jadi.Tapi yang lebih kuduga mereka lenyap

masuk ke dalam laut."

 Wiro menatap wajah cantik bermata biru itu sambil

menggaruk kepala. Mulutnya berucap perlahan,

mengulang kata-kata Ratu Duyung. "Lenyap masuk

ke dalam laut" Sambil terus menggaruk kepala

Wiro melangkah mundar-mandlr di depan Ratu

Duyung dan bicara sendirian. "Kalau titik biru juga

lenyap, berarti batu mustika milik Nyai Roro Kidul Ikut

dibawa masuk ke dalam laut. Mengapa mereka masuk

ke laut?" Wiro hentikan langkah dan berpaling pada

Ratu Duyung. "Intan, kalau mereka masuk ke dalam

laut, bukan mustahil mereka memang tinggal di dalam

laut. Laut utara. Kau bisa menduga siapa mereka?"

 "Kau pernah mendengar yang namanya Ratu Laut

Utara?" balik bertanya Ratu Duyung.

 Wlro tersenyum. Sebenarnya dia sudah menduga

namun murid Sinto Gendang ini tidak mau langsung

keluarkan pendapat Dia Ingin mengetahui lebih dulu

apa yang ada di benak gadis cantik bermata biru itu.

Ternyata mereka punya jalan pikiran yang sama.

 "Aku mengenal Ratu yang nama aslinya Ayu

Lestari. Namun Nyi Roro Manggut pernah memberi

tahu kalau Ratu yang asli Itu telah disekap oleh

seorang perempuan yang kini mengangkat dirinya

sebagal Ratu Laut Utara ." (Baca serial Wiro Sableng

berjudul "Sang Pembunuh", baca Juga "Pembalasan

Ratu Laut Utara")

 "Perempuan yang mengangkat diri sebagai Ratu

Laut Utara Itu sebenarnya berasal dari Laut Selatan.

Bernama Nyi Harum Sarti. Dia masih kerabat dekat

Nyai Roro Kidul. Semasa berada di Laut Selatan dia


menjadi orang kepercayaan Nyai. Selain diben ilmu

agar tetap awet muda yaitu seusia perempuan empat

puluh tahun, kepadanya Ratu juga memberikan

banyak ilmu kesaktian. Setelah merasa memiliki Ilmu

yang cukup, tanpa bicara atau pamit dia meninggalkan

Laut Selatan. Dia pergi ke Laut Utara, berhasil

mengalahkan dan menyekap Ratu asli lalu meng-

angkat diri sebagai penguasa baru di Laut Utara. Walau

Nyai Roro Kidul sangat menyesalkan perbuatan Nyi

Harum Sarti namun tidak pernah mengambil tindakan

apa-apa. Dengan Ratu terdahulu hubungan Kerajaan

Laut Utara dan Kerajaan Laut Selatan sangat baik.

Sebaliknya setelah Nyi Harum Sarti berkuasa di Utara

sering ada silang sengketa, banyak terjadi perkara

bagi Nyai Roro Kidul Ratu Laut Utara membujuk

beberapa orang pembantu utama Nyai agar mau

bergabung dengan dirinya. Salah seorang yang aku

ingat adalah Pengging Kuntala Kepala Pengawal

Tembok Karang Abadi..."

 "Kau telah menamatkan riwayat manusia satu Itu.,"

 kata Wiro pula. (Baca sarial Wlro Sablang berjudul

 "Sang Pembunuh")

 Ratu Duyung mengangguk. Lalu berkata. "Selain itu 

Ratu Laut Utara juga berusaha mencuri benda-benda 

pusaka dan membuat berbagai macam

kekacauan..Astaga!"

 "Ada apa Intan?" tanya Wiro yang sejak memberi 

nama Intan pada Ratu Duyung kini selalu menyebut si 

cantik bermata biru tersebut dengan nama baru itu.

 “Kalau batu mustika sakti milik Nyai Roro Kidul

 ikut masuk ke dalam laut utara, berarti setelah dicuri

 dari istana bawah laut Nyai Roro Kidul, batu mustika

 itu kini berada dalam kekuasaan Ratu Laut Utara...."

 "Jangan-jangan orang yang menyamar sebagai

 dirimu itu adalah salah satu kaki tangan Ratu Laut

 Utara."

 "Bisa jadi," jawab Ratu Duyung. Dia melirik ke arah

cermin."Urusan bisa benar-benar menjadi pelik


"Intan, kita mengejar ke tempat yang tidak keliru.

Aku punya tanggung jawab untuk mendapatkan batu

mustika milik Nyai Roro Kidul itu." Kata Wiro pula.

 "Satu-satunya cara adalah kita harus mampu

menyusup ke tempat kediaman Ratu Laut Utara.

Rasanya itu bukan pekerjaan sulit. Namun kita tidak

boleh menganggap rendah kekuatan musuh. Ke-

saktian dan kekuatan Ratu Laut Utara dimasa silam

jauh berbeda dengan keadaannya sekarang. Aku

merasa yakin akan berkecamuk sesuatu yang

dahsyat"

 "Apapun yang terjadi aku harus dapat mengambil 

batu mustika milik Nyai Roro Kidul. Sekaligus Jika bisa 

menolong sahabatku Ayu Lestari yang disekap Ratu 

Laut Utara. Aku tahu kira-kira letak Istana Ratu Laut 

Utara. Aku sudah pernah ke sana."

 "Wiro, tak usah kau mempersalahkan diri sendiri. 

Mendapatkan batu mustika Itu kembali menjadi 

tanggung jawab kita berdua.Tapi coba kau lihat lagi ke 

dalam cermin sakti ini."

 Ratu Duyung mendekatkan cermin sakti ke arah 

Wiro. Murid Sinto Gendeng memperhatikan.

 "Eh., tadi cermin Ini sudah bersih. Sekarang 

mengapa tahu-tahu ada lagi titik hijau. Satu titik

berkedip bergerak dari arah barat. Cepat sekali. 

Bergerak ke bagian atas cermin berarti menuju arah 

utara. Dua titik hijau lagi mendatangi dari arah bawah 

cermin. Yang satu berkedip, satunya tidak. Berarti ada 

lagi satu mahluk alam gaib yang gentayangan. Dua titik 

ini juga bergerak ke arah utara."

 "Dugaanku semakin keras bakal terjadi sesuatu

di laut utara. Sebaiknya saat ini aku segera meng-

hubungi Ratu untuk mendapatkan petunjuk."

 Ratu Duyung simpan cermin sakti di balik pakaian

lalu memandang berkeliling. Di satu bagian tanah

yang agak ketinggian dia duduk bersila. Dua tangan

diletakkan di atas paha kiri kanan, kepala se


Sementara Ratu Duyung bersamadi untuk mendapat-

kan hubungan dengan Nyai Roro Kidul diam-diam Wlro 

memperhatikan. Walau agak pucat dan membayang-

kan keletihan namun wajah gadis Itu tampak begitu 

anggun. Rambut di bagian depan kepala yang jatuh 

menjulal kening membuat wajahnya tampak, lebih 

menawan. Entah mengapa saat itu Wiro tiba-tiba ingat 

akan ucapan Bunga, gadis alam roh sesaat setelah dia 

dan Ratu Duyung berhasil mengeluarkan Bunga dari 

dalam sekapan Gud Setan.

 Waktu itu Bunga berkata.

 "Diluar diriku aku tahu begitu banyak gadis yang

mencintai dirimu. Aku tidak tahu bagaimana

perasaanmu terhadap mereka. Tapi jika kelak di kemu-

dian hari kau Ingin memilih salah satu dati mereka

sebagal teman hidupmu, jatuhkanlah pilihanmu pada

Ratu Duyung. Jaga dia baik-baik... "(Baca serial Wiro

Sableng berjudul "Kutukan Sang Badik)

 Sambil terus menatap wajah cantik itu Wiro berpikir.

 "Mengapa Bunga mengatakan harus dia? Bukan

Bidadari Angin Timur. Bukan pula Anggini. Mengapa

Kiai Gede Tapa Pamungkas dan juga Eyang Sinto serta

Kakek Tua Gila punya pendapat yang sama? Bahkan

Kiai Gede Tapa Pamungkas hendak menyerahkan

Pedang Naga Suci Dua Satu Dua padanya."

 Kilas kenangan demi kenangan, suka dan duka di

masa lalu bersama Ratu Duyung terbayang satu

persatu. Wlro coba merenung.

 "Aku tahu, ada satu kelebihan dalam diri gadis ini. 

Hatinya begitu polos., begitu tulus. Mulutnya tidak 

banyak berucap namun pandangan mata serta 

sikapnya yang lembut menyiratkan pribadi dirinya. Aku 

tidak keliru memberinya nama intan. Hatinya seputih 

kilau cahaya permata.-."

 Saat itu sebenarnya Ratu Duyung telah selesai 

semadi dan berhubungan dengan Nyai Roro Kidul. 

Ketika dia membuka mata, dia melihat Wiro tengah 

menatap memperhatikan dirinya. Ratu Duyung cepat


pejamkan mata berpura-pura terus bersamadi tapi 

mata tidak seluruhnya dipejamkan. Masih terdapat 

serambut celah dimana dia bisa balas melihat dan 

memperhatikan Wiro.

 "Agaknya dari tadi dia telah memperhatikan diriku. 

Apa yang ada dalam hatinya?" Sang Ratu merasa dada 

berdebar.

 Wiro sendiri bukannya tidak tahu kalau gadis 

bermata biru itu berpura-pura samadi tapi sebenarnya 

memperhatikan dirinya. Sambil menggaruk kepala dia

melirik ke arah serumpun pohon perdu berdaun lebat 

Seekor ular keket hijau menempel di atas selembar 

daun. Murid Sinto Gendeng senyum-senyum. Pikiran 

jahil muncul di benaknya. Dia pura-pura menggeliat.

Tapi bersamaan dengan itu dua jari tangan kanan yang 

telah dialiri tenaga dalam diarahkan pada daun yang

ada ular keketnya.

 "Tess!"

 Tangkal daun putus.

 Wiro sentakkan dua jari tangan ke belakang. Saat

itu juga daun melayang ke bawah tapi tidak jatuh ke

tanah melainkan meluncur dan jatuh tepat di atas paha

kiri Ratu Duyung yang masih duduk bersila. Melihat

ular keket menggeliat-iiat di atas daun gadis bermata

biru Ini langsung menjerit dan melompat dari

duduknya. Muka pucat tubuh keluarkan keringat

dingin.

 "Intan, ada apa?" Wiro pura-pura bertanya dan

cepat mendatangi,

 "Kau keterlaluan. Kau mempermainkan aku!" Kata

Ratu Duyung sambil tinju kanannya dlpukul-pukulkan

ke dada Wiro.

 Wiro tertawa. Sambil merangkul dan mengusap

punggung si gadis dia berkata. "Kita berdua terlalu

tegang oleh keadaan. Sesekali harus ada selingan agar

otak tidak leleh! Sudah... sudah."

 "Ular keketnya mana. Buang dulu... aku jijik."

 "Ularnya sudah jatuh waktu kau melompat tadi."


jawab Wiro.

 "Kau dusta! Pasti masih menempel di celanaku."

 "Sial, tidak tahu dia. Ular keket benaran Justru!

menempel dalam celanaku!" kata Wiro dalam hati lalu

tertawa gelak-gelak. 

 "Kenapa kau tertawa?" Tanya Ratu Duyung. "Kau

masih mempermainkanku!"

 "Tidak, tidak ada apa-apa. Ayo kita lanjutkan

perjalanan." Jawab Wiro pula sambil senyum-senyum

 "Tidak, aku harus memberitahukan sesuatu lebih

dulu padamu." Kata Ratu Duyung pula.

 "Memberitahukan apa?" tanya Wiro.

 "Ada seseorang saat ini mengintip kita."

 "Hemm... begitu?" Wiro memandang berkeliling. Lalu 

bertanya. "Laki-laki atau perempuan?"

 "Aku mencium bau wangi pakaian dan rubuhnya 

Tidakkah kau mencium."

 "Kalau dia wangi berarti yang mengintip itu seorang 

perempuan. Aku akan melakukan sesuatu biar dia 

penasaran!" Habis berkata begitu Pendekar 212 lalu 

peluk tubuh Ratu Duyung erat-erat, ciumi wajah dan 

kecup bibirnya hingga si gadis bergetar sekujur tubuh 

dan sambil baias mendekap kencang dia berkata 

kelagapan.

 "Wiro, kau ini...."

 Namun suara Ratu Duyung lenyap begitu kecupan 

Wiro kembali mendarat di bibirnya.

 DI balik kerapatan semak belukar, tak jauh dari 

tempat itu seorang gadis cantik seperti mau pingsan 

ketika melihat ciuman bertubi-tubi yang dilakukan 

Wiro terhadap Ratu Duyung.

 Mulutnya berucap tersendat.

 " Ya Tuhan, jangan-jangan Kiai itu sudah menikah-

kan mereka di puncak Gunung Gede! Wiro tak pernah

berbuat sepeti itu. Gadis itu juga tidak sebinal yang

aku ketahui. Atau mungkin mereka sengaja..."

 Tidak menunggu lebih lama gadis yang mengintip 

balikkan tubuh dan berkelebat cepat


tinggalkan tempat itu. Sepasang matanya tampak

berkaca-kaca.

 Sementara air mata jatuh bercucuran di kedua pipi

si gadis terus-terusan membatin. "Apa yang harus

aku lakukan? Kemana aku harus pergi? Tuhan, berat

nian cobaan yang Kau berikan. Aku telah meng-

hancurkan harapan seorang untuk menggapai

harapan baru. Ternyata aku menggapai kehampaan.

Tuhan apakah Engkau telah menjatuhkan Hukum

Karma atas diriku?"

 Tiba-tiba si gadis nantikan lari. Walau perasaan

dan pikirannya saat itu kacau balau namun indera

pendengaran dan penglihatan tidak terpengaruh. Satu

bayangan besar berkelebat di jalan setapak di

belakang barisan pepohonan. Si gadis cepat

menyelinap. Dia terkejut ketika mengenali siapa yang

lewat di depan sana.

 "Eh, si gendut Bujang Gila Tapak Sakti. Lama aku

tidak bertemu, lama tidak mendengar riwayatnya. Dia

seperti terburu-buru. Mau kemana?"

 Yang lewat di jalan setapak memang Bujang Gila

Tapak Sakti. Gerakannya seperti melangkah biasa saja.

Malah sambil berkipas-kipas.

 Namun sesaat kemudian dia sudah lenyap dari

pemandangan.

 "Pasti ada urusan besar. Dari pada tidak tahu mau

berbuat apa dan mau pergi kemana baiknya aku ikuti

saja si gendut tadi."

 Lalu gadis cantik yang sedang kalut itu segera

berkelebat ke arah lenyapnya Bujang Gila Tapak Sakti.




SEBELAS



MALAM buta menjelang pagi Bujang Gila Tapak Sakti 

sampai di pantai utara. Tubuhnya yang gemuk basah

oleh keringat langsung dibaringkan di atas pasir. Dia 

merasa sejuk enak setiap air laut mengguyur dirinya.

 "Sial dua hari dua malam menempuh perjalanan 

jauh! Kalau tidak mengingat pesan kakek buta si 

kaleng rombeng itu, tidak akan mau aku berbuat tolol 

seperti ini!" Bujang Gila Tapak Sakti bicara mengomel 

sendiri.

 "Gendut! Dari dulu kau memang tolol! Apa baru

sekarang menyadari?1 "Tiba-tiba satu suara perem-

puan menyahuti. Membuat Bujang Gila Tapak Sakti

tersentak bangun,duduk, di atas pasir. Matanya yang

belok memandang ke arah sosok seorang gadis cantik

berpakaian biru berambut pirang riap-riapan, berdiri

dalam bayang kegelapan.

 "Eh, aku seperti mengenali suaramu! Rambutmu,

harum bau tubuhmu juga! Tapi bukan mustahil kau

ini mahluk jejadian dari dasar laut!"

 Si gadis tertawa cekikikan.

 "Matamu sudah lamur! Apa kau tidak mengenali

diriku?!"

 "Astaga!"

 Dari duduk Bujang Gila Tapak Sakti bangkit berdiri. 

Dia maju dua langkah. Kepala dikedepankan.

 "Bidadari AnginTimur! Memang kau rupanya!

Mengapa kau ada di sini? Heh, jangan-jangan kau

selama ini mengikutiku! Sekarang aku baru sadar!" 

 Si gadis yang memang Bidadari Angin Timur

tersenyum lalu menjawab. "Kau betul. Aku memang

mengikutimu. Tadinya aku sudah kecapaian dan

jengkel.Tidak tahu kau ini mau kemana. Kau seperti

tidak sampai-sampai ke tujuan. Kau sendiri

mengapa datang ke kawasan laut utara ini? Ada


seorang gadis kecintaanmu yang hendak kau

temui?"

 Bujang GilaTapak Sakti tertawa gelak-gelak hingga

tubuhnya yang gembrot bergoyang-goyang. Air laut

mengucur dari pakaiannya yang basah. Si gendut

tanggalkan kopiah hitamnya yang basah lalu

dikibas-kibas.

 "Dua hari lalu aku bertemu Kakek Segala Tahu.

Dia minta aku datang ke pantai utara. Arah pulau

Karimunjawa..."

 Bidadari Angin Timur heran mendengar ucapan

Bujang Gila Tapak Sakti.

 "Setahuku di dasar laut pulau Karimun adalah

tempat kediaman Ratu Laut Utara. Jadi dia yang

hendak kau temui Rupanya kau telah menjalin

hubungan dengan perempuan itu?"

 "Kalau Ratu itu mau padaku, aku juga mau-mau

saja," jawab Bujang Gila Tapak Sakti lalu tertawa

mengokoh. "Tapi dengar dulu ceritaku. Menurut Kakek

Segala Tahu aku harus cepat ke sini untuk membantu

Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng dan Ratu

Duyung menghadapi Ratu Laut Utara."

 "Ada silang sengketa apa Wiro dengan Ratu Laut

Utara?"

 "Kata Kakek Segala Tahu Ratu Laut Utara telah

menguasai sebuah batu mustika milik Ratu Laut

Selatan.-"

 "Dua Ratu Laut saling bermusuhan. Mengapa kau

mau saja ikut campur. Biarkan mereka menyelesaikan

urusan sendiri-sendiri.."

 "Hemm..." Bujang Gila Tapak Sakti keluarkan

suara bergumam.

 Lalu sambil senyum-senyum dia berkata "Aku tahu

mengapa sepertinya kau tidak perduli. Aku tahu

mengapa kau seolah Ingin dua Ratu itu saling tempur

dan celaka sendiri. Bukankah itu karena kau tahu dua

Ratu itu sama-sama menyukai Wiro? Betul begitu?

Ha... ha... ha!"


Bidadari Angin Timur unjukkan wajah cemberut.

 "Sobatku rambut pirang. Soal batu mustika itu aku

tidak mau tahu.Tapi yang dikawatlrkan Kakek Segala

Tahu adalah bahwa Ratu Laut Utara sudah sejak lama

punya rencana jahat ingin menguasai rimba persilatan

tanah Jawa. Beberapa tokoh silat berhasil dibujuk ikut

menjadi kaki tangannya. Yang tidak mau tunduk

disekap.Termasuk Ratu Laut Utara yang asli. Sesuatu

yang dahsyat akan terjadi di kawasan Ini. Kakek kaleng

rombeng itu menyuruhku ke sini. Aku diberi beberapa

petunjuk."

 "Menurutmu apakah Wiro dan Ratu Duyung sudah

sampai di kawasan ini atau sudah lebih dulu masuk

ke dasar laut tempat Istana Ratu Laut Utara?" tanya

Bidadari Angin Timur pula.

 "Aku tidak tahu. Aku harus buru-buru menyeberang 

ke Pulau Karimunjawa. Sebelum matahari muncul aku 

harus sudah sampai di sana.

 "Aku ikut bersamamu!"

 Si gendut tertawa. "Boleh-boleh saja. Tapi aku tidak 

mau satu perahu denganmu!"

 "Eh, apa maksudmu?" Bidadari Angin Timur heran.

 Bujang Gila Tapak Sakti tidak menjawab melainkan

melangkah ke tepi pantai dimana terdapat sebuah

perahu. Sekail tandang perahu itu terpental dan masuk

ke dalam air. Si gendut menyusul melompat ke dalam

laut Bukannya dia naik ke atas perahu tapi perahu

malah dibalikkan lalu dia menyusup ke bawah perahu

yang terbalik itu. Sesaat kemudian perahu bergerak

meluncur ke tengah laut.

 "Hai! Tunggu!" teriak Bladadari Angin Timur. Dia

memandang berkeliling.Tak ada perahu lain di sekitar

situ. Berarti dia harus naik di perahu yang sama!

 Dari bawah perahu muncul kepala berkopiah kupluk 

Bujang Gila Tapak Sakti.

 "Aku sudah bilang tidak mau satu perahu denganmu! 

Tapi kalau kau memaksa silahkan naik di atas perahu. 

Kau di atas aku di bawah. Enak kan? Ha... ha... hal"


Kepala si gendut lenyap di bawah perahu dan perahu 

Itu terus meluncur.

 "Gendut edan! Kau kira aku tidak berani menerima

tantanganmu!" Bidadari AnginTimur yang memiliki

ilmu meringankan tubuh tinggi serta kecepatan

bergerak luar biasa melesat di permukaan air laut.

Sesaat kemudian dia sudah berdiri di atas perahu yang

terbalik!

ISTANA besar Kerajaan Bawah Laut Ratu Laut Utara.

Dalam sebuah ruangan yang dikelilingi dinding batu

memancarkan cahaya biru terang beberapa orang

berkumpul. Ruangan Ini merupakan satu tempat

rahasia, yang tidak sembarang orang boleh masuk.

Agaknya saat itu tengah berlangsung satu pertemuan

sangat penting. Orang pertama yang hadir di situ tentu

saja adalah Ratu Laut Utara. Dia duduk di sebuah kursi

berlapis perak, dikelilingi beberapa pembantu

kepercayaan. Di samping kiri sang Ratu duduk seorang 

gadis cantik berpakaian biru, berambut hitam lepas

yang bukan lain adalah Purnama

 Seperti diceritakan sebelumnya dengan menerapkan 

ilmu yang disebut Ilmu Penyejuk Jiwa Pemikat Hati Nyi 

Kuncup Jingga pembantu kepercayaan Ratu Laut Utara 

berhasil menundukkan Pumama dan membujuk gadis 

sakti ini sekaligus membawanya ke Istana Bawah Laut 

menemui Ratu Laut Utara

 Di sebelah kiri gadis dari alam 1200 tahun silam ini 

berdiri Nyi Kuncup Jingga dan Ki Ngumpil Sebaki alias 

SI Lidah Hantu yang lengan kirinya tampak dibalut

 Di samping kanan Ratu Laut Utara berdiri seorang tua 

bersorban dan berjubah putih Rambut putih menjulai 

panjang, diikat kedepan disatukan dengan kumis serta 

janggut.Yang aneh dari kakek ini adalah mulutnya yang 

sangat lebar. Dalam keadaan terkancing mulut itu 

memanjang dari bagian bawah telinga kiri sampai 

bawah telinga sebelah kanan. Tenggorokan senantiasa 

bergerak turun naik seperti dia tengah menelan


sesuatu. Urat-urat besar di lehernya tampak 

menyembul merah. Sementara dari lobang hidung dan 

liang telinga mengepul tipis asap berwarna kemerahan. 

Asap ini menebar hawa panas hingga ruangan terasa 

hangat Sikap si kakak berdiri seperti patung, diam tak 

bergerak dengan wajah menengadah ke arah langit 

langit ruangan. Namun sepasang telinganya 

menangkap setiap pembicaraan yang terjadi di tempat 

itu. Semua orang dalam Istana Bawah Laut Ratu Laut 

Utara mengenal kakek ini dengan nama panggilan 

Datuk Api Batu Neraka. Siapa nama sebenarnya tidak 

ada yang tahu. Dia merupakan salah seorang pembantu 

Ratu Laut Utara yang diam di satu pulau kecil di utara 

Pulau Karlmunjawa. Dia Jarang berada di Istana Ratu 

Laut Utara kalau tidak ada urusan yang luar biasa 

penting.

 Di dalam ruangan tidak ada pengawal tidak ada

pelayan. Ini berarti pertemuan itu benar-benar bersifat

rahasia dan hanya mereka yang sangat dipercaya

yang boleh hadir, termasuk Purnama. Walau baru

dikenal namun agaknya sang Ratu sudah menaruh

kepercayaan penuh pada gadis alam gaib ini. Di bawah 

Ilmu Penyejuk Jiwa Pemikat Hati sang Ratu punya

rencana untuk mempergunakan ilmu kesaktian gadis

alam gaib itu dalam menghadapi Ratu Duyung dan

Pendekar 212.

 DI hadapan Ratu Laut Utara saat Itu ada satu meja 

kecil terbuat dari batu pualam. Di atas meja terletak 

sebuah dulang perak berisi air. Inilah dulang atau 

nampan bernama Dulang Perak Sejuta Mata. Melalui air 

di dalam dulang Ratu Laut Utara mampu melihat 

keadaan di laut utara bahkan jauh sampai ke daratan 

pada arah atau jurus delapan penjuru angin.

 Biasanya air di dalam dulang perak senantiasa

berwarna kebiruan namun saat itu sesekali air tampak

berubah kemerahan. Ratu Laut Utara memberi Isyarat

pada Nyi Kuncup Jingga agar mendekat.

 Setelah nenek bermuka ungu berada di dekatnya


Ratu Laut Utara berkata."Air di dalam dulang bersemu

merah. Jelas ada bahaya mengancam. Urusan

sebenarnya hanya dengan Ratu Duyung yang ditemani

Pendekar Dua Satu Dua. Mengapa banyak tamu tak

diundang ikut berdatangan?"

 "Mereka datang mencari kematian!" kata Nyi Kuncup 

Jingga sambil tangannya diletakkan di bahu Purnama 

lalu mengelus tengkuk gadis ini.

 "Aku melihat Jelas keadaan di luar. Ratu Duyung

dan Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng saat ini

telah berada di pantai utara. Sang surya belum terbit.

Mereka tengah bersiap-siap melakukan sesuatu. Aku

melihat Pendekar Dua Satu Dua duduk bersila di pasir

pantai. Ada pancaran cahaya biru keluar dari

tubuhnya...Ratu Laut Utara mendadak hentikan

ucapan. Wajahnya sangat tercekat. "Nyi Kuncup, aku

ingin mencocokkan apa yang aku ketahui dengan apa

yang kau ketahui. Kau tahu apa yang tengah dilakukan

pendekar itu?"

 Nyi Kuncup Jingga memperhatikan kedalam dulang 

perak. Wajah nenek tua berwarna ungu Ini berubah.

 "Sri Paduka Ratu. Pendekar Dua Satu Dua tengah

bersiap-siap menerapkan Ilmu Meraga Sukma!

Dengan ilmu kesaktian ttu dia memang mampu masuk

ke bagian manapun dari Istana Kerajaan Bawah Laut

Ini!"

 Ratu Laut Utara terdiam sesaat lalu berkata. 

"Pendekar itu boleh meraga dengan seratus bahkan 

seribu sukma. Kita akan menangkalnya. Membuat 

sukmanya tidak bisa kembali ke dalam raga untuk 

selama lamanya. Kita akan menyekapnya dalam Istana 

ini! Seumur-umur dia akan aku Jadikan pendamping 

tapi tunduk di bawah telapak kakiku! Ratu kembali 

memperhatikan cairan biru di dalam dulang perak. 

Sesaat kemudian dia berucap.

 "Ternyata Nyi Roro Manggut ikut muncul. Dia datang 

bersama seorang nenek yang aku tidak kenal. Dari 

tanda-tanda yang kulihat nenek satu ini mungkin


mahluk dari alam roh."

 "Sri Paduka Ratu, saya mohon saat Ini juga kita 

membentengi diri. Mengirim orang untuk menghadang 

mereka sebelum mendatangi Istana kita." Berkata Nyi 

Kuncup Jingga.

 "Serahkan semua itu padaku. Aku... Astaga!" Ratu 

Laut Utara terlonjak bangkit dari duduknya. Lalu 

perlahan-lahan surut duduk kembali. Wajahnya yang

cantik sesaat berubah kelam.

 "Ada apa Sri Paduka Ratu?" tanya Ki Ngumpil Sebaki 

sementara Datuk Api Batu Neraka turunkan kepala 

yang sejak ladl mendongak lalu melirik ka arah

dulang perak.

 "Aku melihat masih ada dua orang lagi muncul

di dalam air Dulang Perak Sejuta Mata. Mereka malah

telah berada di pantai Pulau Karimunjawa! Yang

pertama seorang gemuk luar biasa yang aku tidak

ketahui siapa adanya. Datuk coba kau lihat. Mungkin

kau mengenali orang ini...."

 Datuk Api Batu Neraka tundukkan kepala, menatap

ke dalam air biru di dulang perak. Setelah meluruskan

tubuhnya kembali dia berkata.

 "Pemuda gemuk berkopiah hitam kupluk itu aku

kenal dengan nama Bujang Gila Tapak Sakti. Dia

memang bersahabat dengan Pendekar Dua Satu Dua

dan Ratu Duyung." Suara si kakek sember. mungkin

karena mulutnya yang sangat lebar mulai dari telinga

kiri sampai telinga kanan.

 "Manusia pengecut! Datang membawa komplotan!"

 "Tidak usah dipikirkan Sri Paduka Ratu. Saya yang 

akan menghadapi Bujang Gila Tapak Sakti. ilmu 

kesaktiannya memang tinggi. Namun saya tahu 

kelemahannya. Bisakah Sri Paduka Ratu meminjamkan 

Ning Kameswari barang beberapa ketika?"

 Ratu Laut Utara menatap wajah kakek berjubah

dan bersorban putih itu. Lalu tersenyum. "Aku tahu

maksudmu Datuk. Aku tahu..."

 "Orang kedua yang muncul bersama si gendut


itu apakah Sri Paduka Ratu sudah mengetahui siapa

dia adanya? Kalau beium biar saya mengatakan."

 "Aku sudah tahu Datuk. Gadis berambut pirang

itu bukankah dia yang bernama Bidadari AnginTimur?

Aku sudah lama mendengar kehebatannya. Kail Ini

agaknya tiba saat aku dapat menjajal!"

 "Sri Paduka Ratu, jika terjadi apa-apa Sri Paduka

tetap berada dalam Istana ini. Biarkan kami meng-

hadapi orang-orang itu. Mereka datang membawa

angin. Mereka akan segera menuai badai!" Ucap Datuk

Api Batu Neraka pula.

 "Kita harus menyusun siasat sekarang juga!" Kata

Ratu Laut Utara. "Datuk, kau pergi ke Pulau Karimun-

Jawa. Sesuai permintaanmu aku boleh membawa

Ning Kameswari ke pulau itu. Kau harus mampu

membunuh pemuda bernama Bujang Gila Tapak

Sakti." Sang Ratu berpaling pada Nyi Kuncup Jingga

dan Ki Ngumpil Sebaki."Kalian cepat pergi ke arah

selatan. Hadang Nyi Roro Manggut dan nenek alam

roh yang Ikut bersamanya." Lalu sambil memegang

bahu Pumama Ratu Laut Utara berkata. "Kau ikut

bersamaku ke pantai utara.Tugasmu membunuh Ratu

Duyung. Aku akan menghadapi Pendekar Dua Satu

Dua."

 Habis berkata bogitu Ratu Laut Utara bertepuk tiga

kali.

 "Wusssl"

 Saat Ku juga mengepul asap kuning di ruangan.

Lalu dengan cepat asap membentuk sosok satu

mahluk tinggi besar berkepala botak yang sekujur

tubuh tertutup bulu lebat, memiliki dua tanduk di

kening, mengenakan cawat. Saking tingginya kepala

hampir menyondak langit-langit ruangan sementara

dua tangan menjulai hampir menyentuh lantai. Dari

sela bibir tebal mencuat dua taring runcing yang

senantiasa meneteskan cairan merah. Batok kepala

mengepulkan asap biru. Pada kening terdapat mata

ke tiga yang selalu berkedap kedip tiada henti.


Kecuali tiga buah matanya yang merah bagian lain

dari tubuh mulai dari kepala sampai ke kaki berwarna

kuning.

 Setelah mengusap cairan merah yang membasahi

mulut dan dagunya, mahluk dahsyat ini jatuhkan diri.

Membungkuk tiga kali sebelum berkata.

 "Sri Paduka Ratu, aku Jin Ouma Rawana siap

menunggu perintah Sri Paduka."

 Ternyata mahluk dahsyat Ini adalah sebangsa Jin 

yang berada di bawah kekuasaan Ratu Laut Utara.

 "Jin Ouma Rawana Kerajaan Laut Utara tengah

menghadapi ancaman besar. Kami semua akan

meninggalkan Istana menghadapi musuh jahat. Kau

kutugaskan untuk menjaga Istana. Bunuh siapa saja 

orang luar yang berani datang mendekati tempat ini. 

Selain itu perintahkan seratus anak buahmu untuk 

meniup badai ke arah delapan penjuru angin kawasan 

laut Utara. Sekarang juga!"

 Jin bernama Duma Rawana membungkuk tiga kali.

 "Ucapan Sri Paduka Ratu aku dengar. Perintah

segera aku lakukan. Jin Durna Rawana mohon diri!"

 "Wusss!"

 Sosok tinggi besar berbulu menyeramkan itu berubah 

menjadi asap kuning lalu lenyap dari pemandangan.

 Pada saat di ruangan itu hanya tinggal Ratu Laut

Utara berdua dengan Purnama, tiba-tiba satu cahaya

biru menyambar lalu traangg! Dulang perak di atas

meja hancur berantakan.

 "Kurang ajar! Orang-orang Laut Selatan telah

mulai menyerang!" teriak Ratu Laut Utara marah. Dia

cepat pegang lengan Pumama dan usapkan tangan

kiri ke dada dimana tersimpan Batu Mustika Angin

Laut Kencana Biru. Keduanya serta merta melesat

keluar dari dalam ruangan. Begitu menyembul di

permukaan laut Ratu Laut Utara berkata. "Ingat, kau

harus membunuh Ratu Duyung. Aku menghadapi

Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng! Kau mengerti?"

 "Saya mengerti Ratu." Jawab Purnama.


"Bila urusan ini selesai, seperti yang aku janjikan

kau akan kujadikan Wakilku."

 "Terimakaslh Ratu," kata Pumama pula yang sampai 

saat itu masih berada di bawah pengaruh Ilmu

Penyejuk Jiwa Pemikat Hati.

 "Astaga...."

 "Ada apa Ratu?"

 "Apakah kau merasakan air laut tiba-tiba berubah

dingin seperti es?!" ucap Ratu Laut Utara.

 "Ini pasti pekerjaan pemuda bernama Bujang Gila

Tapak Sakti itu. Ratu, kita harus segera keluar dari

dalam laut sebelum tubuh kita menjadi beku!"

 Ratu Laut Utara cepat mengusap dada. Batu Mustika 

di dalam tubuhnya bersinar terang.

 "Wutttt..Wuuutt!"

 Seperti anak panah lapas dari busurnya dua

perempuan cantik itu melesat ke arah pantai utara

tanah Jawa.



DUA BELAS


PENDEKAR 212 Wiro Sableng duduk bersila di atas 

pasir. Ombak bergulung dan memecah di pantai tiada 

henti. Angin laut bertiup dingin. Keadaan masih

gelap. Sesuai petunjuk Nyai Roro Kidul yang diterima 

Ratu Duyung melalui samadi dia siap untuk meraga 

sukma dan selanjutnya masuk ke dalam Istana Bawah

Laut Ratu Laut Utara.

 "Intan, aku sudah siap..." Wiro memberi tahu Ratu

Duyung.

 "Wiro, tunggu dulu. Ada sesuatu yang tidak wajar"

jawab Ratu Duyung. Gadis bermata biru ini menatap

ke arah timur. "Saat ini seharusnya fajar sudah

menyingsing. Namun ada satu kekuatan menutupi

udara di kawasan sebelah timur. Aku mendengar

sesuatu. Seperti suara puluhan seruling ditiup secara

berbarengan. Datangnya dari berbagai penjuru..."

 "Aku mendengar suara menderu. Dahsyat sekali." 

kata Wiro. "Intan, lihat ke tangah laut. Ombak 

bergemuruh menjulang tinggi. Deru angin semakin 

kencang. Hujan mulai turun. Sebentar lagi akan turun 

badai hebat.Tapi aku rasa ini bukan badai kemauan 

alam. Ada satu kekuatan dahsyat dari daiam laut 

memaksakan kehendak."

 Saat itu Ratu Duyung telah mengeluarkan cermin 

sakti dan memperhatikan permukaan cermin.

 "Hai! Apa yang terjadi? Cerminku membentuk titik 

buta!" Ratu Duyung berseru kaget

 "Apa maksudmu Intan?" tanya Wiro seraya menarik 

tangan kanan Ratu Duyung, mendekatkan cermin ke 

arahnya Murid Sinto Gendeng melihat betapa cermin 

sakti itu kini terlihat hitam kelam!

 "Ada kekuatan dahsyat mencekal ilmu kesaktianmu. 

Mungkin ini pembalasan musuh setelah kau 

menghancurkan peralatan pelihat jauh milik Ratu Laut


Utara," ucap Wiro lalu kerahkan tenaga dalam ke 

tangan yang memegang lengan si gadis maksudnya 

untuk bantu mengembalikan kekuatan dan kesaktian 

cermin.

 "Jangan!" teriak Ratu Duyung. "Cermin Ini bisa 

hancur! Sebaiknya kau segera menerapkan Ilmu

Meraga Sukma!"

 Tidak menunggu lebih lama Wiro cepat lakukan! apa 

yang dikatakan Ratu Duyung. Dia kembali duduk 

bersila di tanah. Dua tangan disilang di atas dada. Mata 

dipejam. Pikiran dikosongkan. Setelah mengucap 

Bismillahirrohmanirrohim tiga kali Wiro susul dengan 

ucapan Meraga Sukma, juga tiga kali. Sekejap 

kemudian tubuh kasar Pendekar 212 Wiro Sableng 

diam membatu dan pancarkan cahaya bini. Dari tubuh 

itu kemudian membayang keluar satu sosok samar, 

langsung melesat ke dalam laut.

 Di saat bersamaan hujan lebat mencurah turun. Laut 

seperti hendak terbongkar. Ombak membubung tinggi 

ke udara lalu bergulung ganas ke pantai memporak 

porandakan segala apa yang menghalangi. Angin 

bertiup menderu mengerikan, membongkar pasir 

sepanjang pantai dan menerbangkannya ke udara 

membuat keadaan menjadi gelap sementara sang 

surya masih belum muncul! Raga kasar Pendekar 212 

masih terduduk bersila seolah menyatu dengan bumi 

hingga tidak bergeming dari kedudukannya

 "Badai setan!"

 Seseorang berteriak di kejauhan.

 Sewaktu sukma Wiro molesnt ke dalam laut utara.

Ratu Duyung segera menyusui melompat namun

gerakannya tertahan ketika beberapa tombak di

samping kanan dia melihat dua perempuan melesat

laksana terbang dipermukaan laut, menembus

amukan gelombang dan deru badai angin serta

tebaran pasir pantai. Keduanya mengenakan pakaian

biru. Walau cuma sekelebatan namun Ratu Duyung

masih sempat mengenali. Perempuan di ujung kanan


adalah musuh bebuyutan Ratu Agung Nyai Roro Kidul

yaitu Ratu Laut Utara. Yang membuat Ratu Duyung

terkejut bukan kepalang adalah ketika mengenali

perempuan di samping Ratu Laut Utara. Purnama!

Gadis dari Latanahsilam! Keduanya melesat ke arah

sosok Wiro yang masih duduk bersila di pasir pantai.

 "Luar biasa aneh! Bagaimana Purnama bisa bersama 

dengan Ratu Laut Utara? Mereka punya hubungan 

apa? Sejak kapan?!"

 Sesaat Ratu Duyung menjadi bingung. Apakah dia

akan meneruskan mengikuti Wiro masuk ke dalam

laut atau mengurungkan niat. Terlebih ketika dia

melihat di tangan kanan Ratu Laut Utara ada sebuah

benda kuning sepanjang tiga jengkal berujung

runcing!

 "Bambu kuning pencekal ilmu Meraga Sukma!"

ucap Ratu Duyung dengan suara bergetar. Dia tahu

apa yang hendak dilakukan Ratu Laut Utara. Secepat

kilat gadis bermata biru ini melesat menghadang

untuk melindungi raga Pendekar 212. Namun

terlambat. Ratu Laut Utara sampai lebih dulu ke tempat

sosok Wiro duduk bersila.

 "Craass!"

 Ratu Duyung terpekik!

 Bambu kuning di tangan kanan ditusukkan Ratu

Laut Utara ke leher Wiro. Masuk di leher kiri, tembus

ke leher kanan! Anehnya tidak ada darah mengucur.

Tidak ada jerit kesakitan keluar dari mulut sang

pendekar. Namun kejapan itu juga laksana kehilangan

bobot, sambaran angin dahsyat membuat sosok Wiro

terpental ke arah laut. Selagi melayang di udara

gulungan ombak besar datang menerpa hingga tubuh

sang pendekar kembali terpental, berguling di pasir

pantai dan terkapar di depan satu gundukan batu.

 "Wiro!" teriak Ratu Duyung seraya mengejar.

Namun sebelum sempat mencapai Wiro, Ratu Laut

Utara telah lebih dulu menyambar tubuh Pendekar

212 dan berkelebat ke arah timur.


"Perempuan jahat. Jangan harap kau bisa lari!"

teriak Ratu Duyung dan cepat mengejar. Namun

mendadak berkelebat seseorang, menghadang!

Sepasang mata biru Ratu Duyung membeliak. tak

percaya melihat siapa yang berdiri di hadapannya

sambil sunggingkan senyum mengejek.

 "Pumama sahabatku! Aku tidak bisa percaya. Kau

bergabung dengan orang-orang laut utara! Kau

menjadi kaki tangan Ratu Laut Utara!" Ucap Ratu

Duyung dengan suara bergetar.

 "Aku tidak melihat ada salahnya kau bergabung

dengan orang-orang laut solatan. Lalu apakah ada

salahnya kalau aku bergabung dengan orang-orang

laut utara?!"

 "Gila" Apa yang terjadi dongan dirimu! Kau

mengkhianati para sahabat! Kau mongkhianatiWiro!"

Teriak Ratu Duyung marah sekali.

 "Aku mungkin mengkhianati kalian.Tapi aku tidak

mengkhianati Wiro. Dia akan segera menjadi

pimpinan kami di Kerajaan Laut Utara!"

 Rahang Ratu Duyung menggembung. Bola matanya 

yang biru laksana dikobari api.

 "Apa yang terjadi dengan gadis alam gaib ini? Dia 

tidak seperti dirinya.." Ratu Duyung membatin.

 "Purnama, kau sadar apa yang kau perbuat?" tanya

Ratu Duyung.

 Jawaban Purnama justru mengejutkan.

 "Ratu Duyung, aku diberi wewenang untuk

membunuhmu! Aku memberi kesempatan padamu!

Pergilah sebelum hal itu aku lakukan!"

 "Mati di tanganmu? Siapa takut!" Ratu Duyung

hilang sabarnya. Sebelum dirinya diserang dan

dicelakai lebih baik dia aegera bertindak. Dua

perempuan cantik itu serta merta terlibat dalam

pertarungan hebat. Tiga jurus berlalu cepat tanpa

masing-masing mampu mendesak apa lagi memukul

lawan.

 Purnama melompat mundur. Bahu digoyang,


mulut meniup. Saat Itu juga dari tubuhnya melesat

cahaya biru begemerlap. Cahaya ini dengan cepat

menebar menelikung tubuh Ratu Duyung. Inilah

serangan yang disebut Menahan Raga Menyerap

Tenaga. Dengan ilmu Ini Purnama bermaksud

membuat Ratu Duyung lemas tak berdaya baru

dihabisi.

 Diserang begitu rupa Ratu Duyung tak tinggal

diam. Dengan cepat gadis bermata biru Ini gerakkan

tangan kanan, disapukan dari kiri ke kanan. Selarik

sinar biru pekat menderu membentuk kipas. Inilah

pukulan Genta Biru Menatap Langit. Di kejauhan

terdengar suara genta bergema. Sesaat kemudian 

terdengar dentuman keras begitu dua sinar pukulan 

yang saling dilepas dua gadis cantik bertabrakan di 

udara

 Ratu Duyung terpekik kaget ketika dapatkan dirinya 

terhuyung ke belakang dan nyaris jatuh duduk di tanah 

kalau dia tidak cepat imbangi badan. DI depannya 

Purnama terjengkang di pasir, masih bisa tersenyum 

walau wajahnya tampak pucat.

 "Aku tidak menyangka dia memiliki kekuatan tenaga 

dalam setingkat di atasku," membatin Purnama.

 Tiupan badai yang semakin kencang membuat tubuh 

dua gadis bergoyang-goyang.

 "Purnama, bagaimanapun kau adalah sahabatku! 

Jika kau tidak mau sadar aku terpaksa menurunkan 

tangan keras padamu!"

 Purnama tertawa panjang mendengar kata-kata 

Ratu Duyung. «

 "Jangan membalik kenyataan. Aku yang tadi telah 

lebih dulu bersedia mengampuni selembar nyawamu!

Ternyata kau keras kepala. Sekarang aku tidak punya 

belas kasihan lagi terhadapmu! Aku hanya akan ikut 

bersedih jika kelak Wiro meratapi kematianmu!"

 Selesai keluarkan ucapan Purnama berteriak keras. 

Dua telapak tangan saling dirapatkan lalu diangkat 

sampai di atas kening. Ketika dua telapak tangan saling


diputar,tiba-tiba seettt! Sosok Purnama melesat ke 

bawah, masuk ke dalam tanah sampai sebatas bahu! 

Ternyata gadis dari Latanahsilam Ini telah mengeluar-

kan ilmu yang disebut Menyusup Bumi Menghancur 

Bala. Ilmu kesaktiaan ini memungkinkannya 

menyerap sedalam tiga lapis bumi kandungan kekuatan 

tenaga dalam luar biasa hebat. Dua tangan ditepuk. 

Settt! Sosok Purnama melesat keluar dari dalam tanah. 

Dengan mengandalkan kekuatan dan kesaktian yang 

telah berlipat ganda Purnama menendang ke arah Ratu

Duyung sambil melepas pukulan Kutuk Alam Gaib

Lapis Ke Tujuh! Jangankan manusia biasa. Mahluk

alam roh saja bisa hancur tercabik-cabik oleh

pukulan Ini sebagaimana yang kejadian dengan

Nyai Tumbal Jiwo. Sinar biru angker berkiblat

menggidikkan.

 Tadinya Ratu Duyung masih belum percaya kalau

Purnama benar-benar punya niat membunuhnya.

Namun melihat serangan yang dilancarkan Purnama

yang diketahuinya adalah salah satu serangan maut

paling ganas yang sulit dicari bandingnya dalam

rimba persilatan. Ratu Duyung segera pukulkan dua

tangan secara menyilang ke depan. Bersamaan dengan

itu sepasang matanya membesar lalu dikedipkan.

Empat larik sinar biru menderu. Dua melesat dari

sepasang mata, dua keluar dari dua ujung tangan!

 "Bumm! Buummm!"

 "Blaarr! Blaarr!"

 Dua jeritan keras menggema di udara namun serta

merta lenyap ditelan deru badai. Purnama terkapar di

pasir, tak sanggup bergerak. Ada garis hangus

bersilang di dada pakaian dan juga di keningnya. Dan

mulutnya keluar suara erangan.Tubuh menggeliat lalu

berusaha bangkit namun jatuh terduduk, mata

membeiiak badan lemas.

 Sejarak tujuh langkah dari tempat Purnama berada 

Ratu Duyung terduduk bersimpuh di pasir. Walau 

wajah tampak segar namun darah mengucur dari


telinga, hidung serta mulut.Tiba-tiba gadis ini berteriak 

keras. Tubuhnya melesat sejajar di atas pasir. Tangan 

kanan membentuk tinju di arahkan kedepan. Sesaat 

lagi pukulan Genta Laut Selatan yang dilepaskan Ratu 

Duyung akan mendarat dan menghancurkan kepala 

Purnama tiba-tiba dua orang berkelebat dibawa deru 

badai dan tebaran pasir. Salah seorang berteriak.

 "Tahan serangan! Jangan pukul!"

 Ratu Duyung merasa ada yang mencekal tangan

kanannya lalu tubuhnya didorong hingga terguling

di pasir. Pukulan Genta Laut Selatan yang tadi

dilepaskan menghantam udara kosong, membuat

tebaran pasir berpijar merah!

 DI tempat lain Purnama merasakan dua totokan

melanda pangkal lehernya. Tubuhnya serta merta

memancarkan cahaya biru pelindung diri namun

terlambat. Dua totokan lagi mendarat di punggung.

Gadis alam gaib ini melosoh ke pasir. Tubuh tak

mampu bergerak. Mulut masih bisa bersuara dan mata

masih sanggup melihat serta mengenali.

 "Nek..."

 Satu totokan lagi bersarang di ubun-ubun Purnama. 

Kali Ini membuat dia tidak Ingat apa-apa Lagi.

 "Nenek Kembaran Ketiga! Kau jaga Ratu Duyung!

Aku akan mengejar Ratu Laut Utara! Dia menculik

Wiro. Aku juga melihat ada bayangan batu mustika

sakti di dadanya!" Orang yang berada di samping Ratu

Duyung yang ternyata adalah Nyi Roro Manggut

berteriak pada nenek satunya yakni Kembaran Ketiga

Eyang Sepuh KembarTilu.

 "Nyi Roro Manggut kau saja yang menolongnya!

Kau lebih tahu dari pada aku! Biar aku yang mengejar

Ratu Laut Utara!" Kata Nenek Kembaran Ketiga lalu

tanpa menunggu lagi dia berkelebat ke arah timur, ke

arah lenyapnya Ratu Laut Utara yang memboyong

Pendekar 212.


DI PANTAI selatan Pulau Karimunjawa, Bujang Gila

Tapak Sakti masuk ke dalam laut sampai sebahu.

Koplah hitam dibenamkan dalamdalam agar tidak

diterbangkan tiupan angin badai. Di belakangnya

Bidadari Angin Timur berdiri sambil tempelkan dua

telapak tangan ke punggung si gendut, memberi

tambahan aliran tenaga dalam, Asap kelabu luar biasa

dingin mengepul keluar dari telinga, hidung dan

mulut si gendut Hawa dingin yang keluar dari dalam

tubuh pemuda sakti menderu dahsyat, bukan saja

menahan terpaan badai tapi sekaligus mengalir

masuk ke dalam laut, mencapai dasar samudera

tempat terletaknya Istana Bawah Laut Ratu Laut Utara.

Bangunan Istana laksana dipendam dalam gumpalan

es. Gundukan-gundukan putih menyerupai salju

menggumpal dimana-mana. Siapapun mahluk yang

ada di dalam Istana kalau tidak sanggup melawan

hawa dingin akan menemui kematian jika tidak

segera selamatkan diri naik ke atas permukaan laut

Puluhan pengawal dan pelayan, lelaki dan

perempuan berlesatan ke atas mencari selamat.

Banyak diantara mereka menemui ajal secara

mengenaskan.

 Mahluk Jin Durna Rawana yang duduk berjaga-jaga

di atas salah satu dari tiga menara Istana mulai 

gelisah. Dia tahu saat itu hanya dia sendirian berada di

kawasan Istana. Kegelisahannya bukan saja disebab-

kan oleh hawa dingin yang sudah mencucuk masuk

ke dalam tubuhnya. Tapi Juga karena di atas sana dia

tidak lagi mendengar suara tiupan seratus anak

buahnya yang diperintahkan untuk menciptakan

badai.

 "Apa yang terjadi dengan diriku? Mengapa air laut

berubah sangat dingin? Apa yang terjadi dengan

seratus anak buahku?" Jin bertubuh tinggi besar dan

bertampang angker Ini berpikir. Ketika hawa dingin

semakin hebat Duma Rawana segera melesat ke atas.


Begitu sampai di udara terbuka jin ini tersentak kaget

Dia tidak melihat seorangpun dari sekian banyak anak

buahnya. Yang tampak puluhan benda putih menga-

pung di permukaan laut. Badai masih berkecamuk tapi

tidak sehebat sebelumnya. Penuh curiga Durna

Rawana dekati satu dari sekian banyak benda putih.

Dia meraba.Terasa dingin. Tangan kanan digerakkan

memukul.

 "Braakk!"

 Benda putih hancur berantakan lalu leleh masuk ke 

dalam air laut.Ternyata benda putih itu adalah lapisan

es yang membungkus tubuh anak buahnya, Jin 

bertubuh seukuran manusia, berkepala botak bermata 

merah dan bermulut lebar. Begitu lapisan es tanggal 

jin ini menggeliat, keluarkan suara mengerang lalu 

semburkan cairan merah. Sesaat kemudian sosoknya 

lenyap dalam kegelapan.

 "Kurang ajari Ada orang pandai membunuh

peliharaanku!" Duma Rawana bertindak cepat Semua

benda putih yang mengapung dipermukaan laut

dihancurkan. Dari seratus anak buahnya hanya enam

puluh dua orang yang masih hidup.

 "Kalian semua lekas menghilang! Lakukan tiupan

badai dari alam gaib! Aku akan mencari jahanam yang

telah membunuh kawan-kawan kailan!"

 Mendengar ucapan pimpinan mereka. Enam puluh

dua jin keluarkan sahutan berupa suara seperti anjing

meraung lalu tubuh mereka serta merta lenyap. Tak

lama kemudian badai yang tadi mulai agak mereda kini 

kembali menderu namun tidak sedahsyat kejadian 

sebelumnya.

 Tiga mata Jin Durna Rawana memandang menembus 

gelap. Berusaha mencari sumber bencana yang telah 

membunuh tiga puluh delapan anak buahnya.Tiba-tiba

satu bayangan putih melesat.Yang muncul ternyata 

adalah Datuk Api Batu Neraka menggendong seorang 

gadis cantik yang dikenalnya bernama Ning 

Kameswari. Sang Datuk mengenakan sepasang


terompah lebar yang membuat dia mampu berdiri dan 

melesat di atas air laut.

 "Jin Durna Rawana! Lekas kembali ke Istana!" Datuk 

Api Batu Neraka memerintah.

 Jin Durna Rawana sebenarnya tidak begitu suka 

terhadap sang Datuk, apa lagi diperintah seperti itu. 

Selain itu dia sejak lama tertarik pada Ning Kameswari 

merasa cemburu melihat sang Datuk menggendong 

tubuh si gadis. Di dalam Istana Kerajaan Laut Utara 

sebenarnya Ning Kameswari adalah juga kekasih gelap 

dan mesum Nyi Kuncup Jingga yang diketahui hanya 

punya selera sesama jenis.

 "Datuk, ada yang tidak beres di atas sini..."

 "Urusan di permukaan laut utara adalah tanggung

jawabku! Aku bilang kau kembali ke istana harap 

segera kau lakukan!" Bentak Datuk bermulut iebar.

Suaranya menggema diantara deru badai.

 "Tiga puluh delapan anak buahku menemui

kematianl Apa itu menjadi tanggung jawabmu?!"

teriak Jin Durna Rawana.

 "Istana lebih penting dari anak buahmu! Pendekar

Dua Satu Dua sudah meraga sukma dan saat ini tengah

menyusup menuju Istana!"

 "Dimana Ratu Laut Utara?!" tanya Jin Durna Rawana

 "Dimana Sri Paduka Ratu berada bukan urusanmu!

Lakukan apa yang aku katakan atau aku akan minta

Sri Paduka Ratu mengirimmu ke dasar samudera laut

utara lapis ketiga!"

 "Datuk keparat! Satu ketika aku akan membuat

perhitungan denganmu. Akan kurobek mulutmu

sampai ke belakang kepala!" Maki Jin Durna

Rawana lalu berbalik dan melesat masuk ke dalam

laut.

 Tak selang berapa lama Datuk Api Batu Neraka

telah sampai di pantai selatan Pulau Karlmunjawa.

Dia memilih satu tempat ketinggian agardapat melihat

Jelas keadaan di pantai. Walau saat itu badai

membuncah dan sang surya belum muncul, sang


Datuk dapat melihat dua orang berada dalam laut.

Jarak mereka hanya terpisah sekitar dua puluh

langkah.

 "Bujang Gila Tapak Sakti dan Bidadari Angin

Timur...." ucap Datuk Api Batu Neraka Perlahan-lahan

dia turunkan Ning Kameswari ke tanah. "Kita masih

punya sedikit waktu. Ning Kameswari, apa kau suka

kMa bercinta sekarang?"Tiba-tiba sang Datuk berucap.

 SI gadis mengusap janggut si kakek. "Datuk, aku

lebih suka menjalankan tugas lebih dulu. Kalau

sampai ketahuan Sri Paduka Ratu kita berbuat lalai,

kita semua bisa celaka."

 "Aku senang mendengar ucapanmu yang penuh

tanggung jawab itu. Sekarang pergilah. Lakukan apa

yang aku katakan. Tapi awas, jangan membuat aku

jadi cemburu. Begitu tubuh si gendut itu panas kelojot-

an kau lekas kembali ke sini. Aku akan menyambung 

pekerjaanmu. Sebentar lagi Sri Paduka Ratu akan 

muncul untuk menantang dan memancing gadis 

bernama Bidadari Angin Timur itu. Sebelum pergi coba 

aku periksa dulu tabung yang kau bawa."

 Ning Kameswari, gadis cantik yang jadi salah satu

pembantu Ratu Laut Utara serahkan sebuah tabung

bambu yang torgnntung di pinggangnya. Datuk Api

Batu Neraka membuka kain tebal penutup tabung lalu

memperhatikan. Dalam kegelapan dia masih bisa

melihat tujuh ekor kalajengking biru bergerak-gerak

di dalam tabung bambu.


                                  TAMAT


Apakah Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru

berhasil diambil kembali dari tangan Ratu Laut Utara?

Apakah Bujang Gila Tapak Sakti mampu me-

nyelamatkan diri dari bahaya besar yang mengancamnya? Bagaimana pula riwayat Nyi Retno Mantili

yang dibawa oleh Manusia Paku untuk dinikahi?

Sanggupkah Pendekar 212 Wiro Sableng masuk

kembali ke dalam raganya yang telah ditancapi bambu

kuning oleh Ratu Laut Utara?

Ikuti serial Wiro Sableng

berikutnya


CINTA TIGA RATU













0 komentar:

Posting Komentar